MENGENAL SOSOK ARISTOTELES

By On Tuesday, October 1st, 2013 Categories : Bikers Pintar

Aristoteles lahir di Stagira, kota kecil di Yunani di tepi pantai teluk Chalcide di utara Aegean, dekat dengan kerajaan Macedonia. Ayahnya bekerja di majelis Amytntas 111 di Macedonia, la belajar pada Plato di Atena dari 367 hingga 348 SM. lalu pindah ke majelis Hermias Atarneus di Troad, salah seorang pengikut Plato yang saudaranya kemudian menjadi istri Aristoteles. Setelah beberapa waktu di Lesbos, Aristoteles bergabung dengan majelis Philip Macedonia sebagai tutor bagi Alexander Agung pada tahun 342 ketika reaksi anti-Macedonia memaksanya pindah ke Chalcis, kota Euboean dimana ibunya lahir. Aristoteles kemudian menghadapi pengaruh sosial dan intelektual yang saling berlawanan. Secara sosial, ia adalah anggota polis (negara kota) Yunani dari generasi terakhir yang mencoba mempertahankan otonomi lokal terbatas Stagira dan klaim kekuatan imperial Athena. Namun bersamaan dengan itu ia termasuk orang pertama yang mengalami kehidupan dalam tata sosial baru yang menggantikan polis. Secara intelektual, ayahnya adalah bagian dari tradisi empiris dalam kedokteran Yunani yang mengutamakan laporan dan pengamatan yang cermat untuk meramalkan arah perkembangan suatu penyakit, sementara gurunya Plato yakin bahwa dunia yang terlihat ini hanyalah pencerminan tak sempurna dari realitas yang hanya bisa dijangkau oleh akal budi, dan merupakan tugas dan kewajiban para filsuf untuk memikirkan arah yang tepat bagi umat manusia dan masyarakat dan kemudian sejauh ia sanggup mencobakan resepnya kepada anggota masyarakat lain. Sumber tekanan kedua dalam hidup Aristoteles ini, yakni pertentangan epistimologis, lebih produktif ketimbang yang pertama, la terdorong untuk mencari kepuasan intelektual, selain manfaat praktis, dalam mempelajari bentuk-bentuk rendah kehidupan binatang dan terlibat dalam kegiatan menguraikan hal-hal yang rumit (Lloyd 1968), dan menjelajahi metode-metode pengembangan riset kedokteran hingga keseluruhan lapangan biologi; hal ini juga mendorong Aristoteles untuk merefleksikan secara sistematis de-ngan logika dan proses penalaran, dalam pengamatannya terhadap manusia maupun hewan. Ciri-ciri yang dimiliki baik oleh manusia maupun hewan tidak dilihat secara negatif sebagai kehancuran yang tak terelakkan (mortalitas) dari ‘makhluk yang lebih rendah’ yang harus ditundukkan, melainkan menjadi dasar untuk pemahaman; sebuah transformasi yang sangat jauh implikasinya bagi ilmu psikologi. Bersamaan dengan itu, prinsip-prinsip argumen yang dikembangkan dalam majelis rendah, debat-debat sidang, silang pendapat para praktek kedokteran dan pengobatan (lihat Lloyd 1979), bukti-bukti matematis dan dialektika filosofis digabung secara sistematis untuk memudahkan pembentukan metodologi atau ‘pemikiran tingkat-dua, pemikiran tentang pemikiran’ (Elkana 1981) sebagai suatu masalah yang berdiri sendiri. Logika Aristotelian menghapus sebagian besar teka-teki sufistis yang memusingkan para filsuf terdahulu, memperluas gagasan ‘pembuktian’ dari matematik ke bidang-bidang ilmu dan pemikiran filosofis lainnya dan bahkan, sebagai implikasinya, mengantisipasi masalah hubungan antara logika dan bahasa di masa modern. Minat-minat Aristoteles yang komprehensif dan pengorganisasian riset yang sistematis menjadi landasan bagi gagasan universitas untuk mengembangkan ilmu dalam semua cabangnya. Diskusi dan sikap kritis terhadap pandangan yang sudah ada merupakan salah satu metodenya.

Pada dasarnya langkah Aristoteles adalah mengambil pendapat-pendapat yang sudah ada, khususnya Plato, dan memperbaikinya berdasarkan pengamatan. Digabung dengan pengalamannya di majelis Macedonia, hal ini membuahkan transformasi penting dalam teori politik. Pada prakteknya, hal itu sukar dilakukan; pemikiran politik dan sosial Aristoteles masih terkotak pada kerangka negara kota. Pandangannya bahwa chremastike seni menghasilkan uang tidak bisa dibenarkan secara moral, membuatnya tidak mengembangkan pemahaman mengenai pentingnya perdagangan dan produksi komoditi dalam perekonomian, dan secara umum perilaku sehari- harinya cenderung terkatung-katung antara kehidupan normal dengan kehidupan normatif. Karena dominasi lelaki terhadap wanita, orang tua terhadap anak. dan tuan terhadap budak sedemikian meluas, maka hal itu mestinya benar. Aristoteles yakin akan keunggulan orang Yunani terhadap para barbar. sehingga ia berpendapat bahwa kelompok etnis tertentu memang ditakdirkan menjadi budak, suatu pandangan yang demikian lama dipakai orang untuk membenarkan rasisme, kendati Aristoteles lebih berpikir secara budaya ketimbang kualitas-kualitas fisik. Pandangan bahwa keluarga adalah bentuk dasar masyarakat, sebagaimana diamati pada manusia maupun hewan, telah lebih dulu diletakkan Plato dalam Laus (para pemikir Yunani sebelumnya menganggap masyarakat manusia primitif sebagai gerombolan liar ketimbang keluarga: Cole 1967). Aristoteles mengambil dan memperluas pemikiran itu, sehingga menghasilkan model perkembangan dari keluarga menjadi gen-gen dan dari gen-gen menjadi phratry (bagian dari suku bangsa, khususnya suku bangsa yang terdiri dari dua bagian saja), suku. dan kota. Modei m; berpengaruh besar dalam teori kekerabatan dalam antropologi pada abad sembilanbeias dan abad duapuluh. Barangkali meningkatnya kehidupan pribadi di abad keempat di Yunani, khususnya yang tidak berkaitan dengan politik, membuat pandangan tentang ikatan kekerabatan sebagai dasar pengikat masyarakat teori yang menarik. Tak diragukan lagi bahwa Aristoteles adalah seorang pengamat tingkah laku manusia yang tajam, la menolak tegas pandangan Socrates bahwa kebajikan adalah ilmu pengetahuan, dengan dasar bahwa orang acapkali tahu apa yang seyogyanya mereka lakukan tapi mereka tidak melakukannya; apa yang kita sebut ‘kebajikan adalah pola baku dari tingkah laku, kendati pikiran sadar harus masuk ke dalamnya. Bagaimana kebiasaan bertingkah-laku baik itu dikalkulasi. Aristoteles tidak memberitahukannya, la setuju bahwa konflik sosial tidaklah mungkin dihapuskan; orang kaya dan orang miskin punya kepentingan yang berlawanan dan cara terbaik menjaga kestabilan masyarakat adalah memperbanyak kelas menengah yang kekayaannya berada di tengah dan akan menyeimbangkan pertentangan itu. Penekanan kelas menengah sebagai unsur kunci adalah imbas dari pandangannya yang lebih umum bahwa kebajikan dan tindakan yang tepat adalah pertengahan dari dua titik ekstrim, suatu adaptasi dari pepatah Delfic meden agan, ‘tak berlebih-lebihan”. Teori kedokteran membantu Aristoteles memiliki sifat yang lebih liberal ketimbang Plato dalam ha! karya seni. Kendati pemilihan musik dan cerita-cerita untuk anak-anak harus dilakukan secara : ati-hati. orang-orang yang sudah dewasa dapat memetik manfaat dari alunan perasaan oleh musik dan tragedi karena hal itu akan menyalurkan emosi mereka yang berlebihan. Dalam bulunya yang penting. Jones (1962) berpendapat bahwa dukungan Aristoteles terhadap cerita tragedi telah disalahpahami dalam tradisi Eropa, dan sebenarnya kalau ditafsirkan secara benar akan menyibak perbedaan antara konsepsi- konsepsi Yunani tentang manusia dan tindakannya dengan konsepsi dunia Barat. Kelihatannya Aristoteles lebih memainkan peran sebagai konsolidator daripada inovator. Ia mensistematisir dan mensintesis gagasan-gagasan orang lain. Akan tetapi, ia juga membuka lahan riset baru, ia juga berjasa dalam membuat pengembangan metodologi dan terminologi ilmiah, dan sikap kritisnya terhadap pandangan terdahulu dan solusi yang ia berikan membuat ia dianggap bapak dari banyak cabang riset. Karya-karyanya yang tersisa sekarang kebanyakan dibuat untuk maksud pengajaran bukan untuk umum; gayanya tidak elegan, lebih terus-terang dan memberi kesan seorang pemikir yang tak memiliki pretensi, yang mengakui kelemahan-kelemahan dan kekurangan dalam pemikirannya sendiri secara jujur.

 

MENGENAL SOSOK ARISTOTELES | ADP | 4.5