Pengertian anarchism (anarkisme) adalah Inti dari anarkisme adalah penolakan terhadap aturan-aturan. Dalam mengembangkan gagasan negatif ini, kaum anarkis, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai individualis atau sosialis, menolak negara. Mereka berpendapat bahwa tatanan sosial mungkin terwujud jika tidak ada negara dan mendukung gerakan ke arah “masyarakat tanpa negara.” Orang pertama yang mengelaborasi teori anarkisme adalah Godwin (1793), tetapi Proudhon (1840) adalah orang pertama yang menyebut dirinya sehagai anarkis. Sehagai gerakan sosial, anarkisme, dalam bentuk revolusionernya, terkristralisasi dalam gerakan penentangan terhadap Marxisme pada periode First International 1864-72. Persoalan yang didebat saat itu adalah apakah sosialis harus segera melakukan “abolisi negara.” Di abad ke-20, setelah sosialisme makin statis, gerakan anarkis mulai melemah tetapi ide-idenya telah memengaruhi gerakan lain dan ikut menyumbang pada kritik terhadap teori dan praktik statis. Anarkisme juga masih menarik karena ia mengangkat isu-isu yang mendasar bagi teori politik dan sosial.
Salah satunya adalah soal otoritas. “Anarkisme filosofis,” salah satu komponen dari aliran individualis, menolak gagasan otoritas yang absah (legitimate) dalam pengertian hak setiap orang (pejabat negara atau bukan) untuk memaksakan kepatuhan orang lain. Autonomi individual, yang dilihat secara moral, seperti oleh Godwin dan Wolff (1970), mengharuskan individu bertindak berdasar penilaian mereka. Jika dilihat secara egoistik, seperti oleh Stirner (1845), autonomi individual mengimplikasikan bahwa “orang yang unik” yang benar-benar “memiliki dirinya sendiri” tidak mengakui kewajiban kepada orang lain; dalam batas-batas kekuasaannya, seseorang melakukan apa-apa yang benar bagi dirinya. Karena “anarkisme filosofis” menganggap kerja sarna dan organisasi formal sebagai sesuatu yang bermasalah, anarkis sering kali tidak terlalu radikal. Walaupun umumnya mereka mencurigai otoritas, mereka mungkin mengakui otoritas rasional dari para pakar yang kompeten di bidangnya dan otoritas moral dari norma sosial dasar, seperti “janji harus ditepati”. Dan dalam pengertian di mana “politik” hadir di semua kelompok organisasi di mana jarang ada kebulatan suara, mereka mungkin mengakui otoritas politik (tetapi bukan otoritas negara). Jadi, keputusan yang diambil secara bersama oleh anggota komunitas atau kerja sama karyawan dianggap mengikat secara moral. Tetapi mereka menolak otoritas yang didukung oleh kekuasaan koersif—kekuasaan yang kebanyakan, tetapi tidak semuanya, dilembagakan dalam bentuk STATE (negara).
Anarkis menolak negara modern karena, dalam batas-batasnya, negara membagi orang menjadi penguasa dan yang dikuasai, memonopoli cara-cara koersi fisik, mengklaim kekuasaan atas semua orang dan properti, menyebarluaskan hukum yang lebih diutamakan di atas semua hukum dan adat kebiasaan lain, menghukum orang yang melanggar hukum negara, dan melakukan pengambilan paksa harta warganya melalui mekanisme pajak dan cara-cara lainnya. Lebih jauh, bersamasama negara lain, negara membagi masyarakat manusia menjadi masyarakat nasional, dan secara periodik melakukan perang, dan karenanya negara telah mengesahkan (authorizing) pembunuhan. Menurut kaum anarkis, bahkan sebuah negara demokratis sekalipun kekurangan legitimasi karena ia tidak didasarkan pada persetujuan (consent) dalam pengertian yang ketat dan hubungan penguasa-bawahan hanyalah sekadar topeng. Anarkis mungkin mengakui bahwa terkadang negra melaksanakan fungsi yang bermanfaat, seperti melindungi—dan sekaligus melanggar—hak asasi manusia, tetapi mereka berargumen bahwa hal seperti itu dapat dan harus dilaksanakan oleh organisasi sukarela.
Locke soal kesepakatan tentang negara yang terbatas, sebuah agen yang melindungi hak alamiah, terutama hak untuk memiliki—sebuah pandangan tentang negara yang diasosiasikan dengan liberalisme laissez-faire, yang muncul kembali dalam karya libertarian Norzick (1974). Namun mereka mendukung pandangan Locke lainnya, yang kelak diekspresikan dengan kuat oleh Paine (1971-2, pt 2 ch. 1) dan dinyatakan kembali oleh Hayek (1973, ch. 2), bahwa tatanan sosial eksis secara independen dari negara—tatanan yang muncul secara spontan, produk dari sosiabilitas (sociability) manusia. Yang membedakan anarkis dengan liberalis adalah keyakinan mereka bahwa tatanan natural ini tidak perlu dilengkapi dengan tatan. an yang dipaksakan dari atas. Dalam bahasa teori pilihan rasional, walaupun tatanan sosial adalah “kebaikan publik,” sebuah kebaikan yang dicirikan oleh indivisibility dan non-excludability, orang—di dalam kondisi yang dibayangkan anarkis—akan bekerja sama secara sukarela untuk melayani diri mereka sendiri (Taylor, 1982). Bagi anarkis, berbeda dengan kaum liberal klasik, negara tidak “diperlukan” tetapi merupakan kejahatan yang “positif”—dan seperti perang, merupakan sumber utama dari ketidaktertiban masyarakat manusia. Karenanya mereka memperjuangkan gagasan “masyarakat alamiah,” masyarakat pluralistik yang mengatur diri sendiri di mana kekuasaan dan otoritas didesentralisasikan secara radikal. Baik itu anarkisme individualis maupun anarkisme sosialis membedakan secara tegas antara masyarakat dengan negara berdasarkan landasan liberal. Anarkisme individualis bisa dilihat sebagai liberalisme yang dibawa ke kesimpulan, atau logika, yang ekstrem. Individu adalah unit dasar, “masyarakat” adalah term kolektif untuk agregasi individu. Sedangkan FREEDOM (kebebasan) didefinisikan secara negatif sebagai tidak adanya koersi, dan tujuannya adalah memaksimalkan kehebasan individual dengan cara yang sesuai dengan kebebasan orang lain yang sederajat.