PENGERTIAN CAESARISM (CAESARISME) ADALAH
Karier Julius Caesar.
Pengertian caesarism (caesarisme) adalah Istilah yang menunjukkan bentuk kediktatoran yang didasarkan pada model karier Julius Caesar (100-44 SM), jenderal populis dan autokrat yang meraih kekuasaan dari oligarki senatorial Romawi pada 49 SM, dan yang pendirian rezimnya dipercepat oleh ambruknya Republik Romawi. Akan tetapi, definisi ini membutuhkan kualifikasi lebih lanjut. Sebab istilah ini tidak hanya digunakan untuk tokoh-tokoh yang mendahului Julius—seperti Pisistratus dari Athena (c.600-527 SM) dan Pericles (c.495-429 SM) dan Spartan Cleomenes III (c.260219 SM) (Neumann, 1957, h. 237-8; Weber, 1921-2); istilah ini juga dipakai untuk Augustus Caesar (63 SM sampai 14 M), bukan Julius, yang terkadang disebut sebagai contoh utama Caesarisme (Riencourt, 1958). Lebih jauh, kendati banyak pengguna abad ke-20 berusaha mencari analogi dengan Roma kuno, ada pula yang tidak, sehingga Caesarisme sekarang ini adalah konsep yang membingungkan. Pengertian caesarism (caesarisme) adalah
Rezim Napoleon III. Pengertian caesarism (caesarisme) adalah
Istilah ini mungkin diciptakan oleh J. F. Bohmer pada 1845 (Bohmer, 1868, h. 277-9), dan pertama kali dikaji A. Romieu dari Perancis (1850). Setelah itu Caesarisme makin banyak dipakai kalangan akademis Eropa—terutama di Perancis dan Jerman—untuk mendeskripsikan rezim Napoleon III (dari 1851 hingga 1870) dan implikasinya bagi politik modern (Momigliano, 1956, 1962; Groh, 1927; Richter, 1981, 1982; Gollwitzer, 1987). Menjelang 1920 istilah ini tak lagi populer dan hanya bertahan sebagai alat analisis akademis. Secara umum, ada tiga kubu dalim pemikiran mengenai istilah ini. Yang pertama melanjutkan tradisi yang secara tegas mengaitkan Caesarisme dengan BONAPARTISM Napoleon III, dan juga Napoleon I. Di sini Caesarisme digambarkan sebagai bentuk kepemimpinan yang sangat personal dan militeristis, lahir dari ilegalitas (seperti coup d’etat), dicirikan oleh retorika populis (pemimpin mengklaim mewujudkan dan membela “rakyat” en bloc, melawan kepentingan sempit dari elite atau golongan tertentu), merendahkan institusi politik representatif (Caesaris berkuasa berdasar diktat, menggunakan kepolisian untuk membungkam oposisi), dan dilegitimasi dengan permintaan langsung kepada massa melalui medium plebisit. Jenis penggunaan ini dapat ditemukan, dengan modifikasi, dalam karya Thody (1989), dan Namier (1958), di mana pantheon Caesaris diperluas hingga mencakup tokoh seperti Petain dan de Gaulle, Mussolini dan Hitler.
“formlessness” dan “primitivism”
Sebaliknya, kubu pemikiran Caesarisme kedua mengembangkan gagasan yang lebih serampangan, dan dengan hanya merujuk sepintas lalu pada dua Napoleon terse-but. Jadi, istilah Caesarisme dipakai untuk menunjukkan: manipulasi elektoral, status tinggi dan “ilegitimasi” Bismarck (Weber, 1921-2; Baehr, 1988); sifat politik Inggris yang didominasi oleh pemimpin (Ostrogorski, 1902, h. 607-8; Tonnies, 1917, h. 49-53; Weber, “Politics as a vocation,” dalam Weber, ed. Gerth dan Mills, 1970, h. 106-7; dan 1978, h. 1452); pengembalian siklis ke “formlessness” dan “primitivism” (Spengler, 1918-22, vol. 1); tipe “despotisme oriental” militeristis-teokratis, yang dicontohkan oleh kekaisaran Diocletian di Romawi (Gerth dan Mills, 1954, h. 210; DICTATORSHIP “populis” atau “demokratis” dapat dibandingkan dengan, atau dimanifestasikan dalam, Peronisme di Amerika Selatan, dan rezim lainnya (secara berurutan Canovan, 1981, h. 137; Neumann, 1957, h. 236-43); pertumbuhan kekuasaan dalam sistem presidensial Amerika (Riencourt, 1958).
Aliansi politik sentris. Pengertian caesarism (caesarisme) adalah
Terakhir, penggunaan Caesarisme didasarkan pada contoh Napoleonik sekaligus berbeda secara mendasar dari contoh tersebut. Dari sumber Marxis, pandangan ini menghubungkan Caesarisme dengan BONAPARTISM (Gramsci, 1929-35, h. 215, 219); membedakan antara Caesarisme “progresif” dan “reaksioner” tergantung pada apakah is membantu atau menghalangi perjuangan kelas revolusioner (Gramsci, 219); dan memperkuat gagasan tersebut dengan mendeskripsikan koalisi, aliansi politik sentris atau pemerintah yang kehadirannya memperantarai krisis sosial dengan resolusinya. Dalam mayoritas penggunaan akademis Caesarisme sedikit mirip dengan karier dan biografi dari tokoh paling terkenal yang menjadi nama istilah itu (lihat Gelzer, 1969). Jadi, dapat dikatakan bahwa yang secara historis menarik hanyalah aspek militer dan populis yang dinisbahkan pada Caesarisme. Sebab Julius Caesar adalah ahli strategi yang brilian (dan panglima perang yang inspirasional) dan juga disebut oleh rekan sezamannya, dengan nada mengejek, sebagai popularis, yakni penghasut (demagogue) atau pejuang rakyat. Pengertian caesarism (caesarisme) adalah