PENGERTIAN ETIKA
Istilah dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan, salah satu cabang filsafat yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, pada perilaku manusia. Batasan itu menjadi dasar tata cara pergaulan dan penyesuaian diri, karena itu orang sering menyebutnya filsafat moral. Etika berbeda dengan etiket yang cenderung berarti aturan. Kadang kala kedua istilah itu saling dipertukarkan dalam bahasa sehari-hari.
Fokus utama etika berhubungan dengan (1) meta ethics, artinya berperanan menganalisis makna dan hakikat unsur moral dalam tindakan, pikiran, dan bahasa seseorang serta cara-cara yang mendukung pertimbangan moral; (2) etika normatif seperti apa adanya, artinya mengevaluasi unsur dan cara itu dengan mengembangkan kriteria untuk menetapkan aturan dan pertimbangan baik dan benar.
Etika komparatif atau deskriptif merupakan studi empiris menyangkut kepercayaan dan praktik moral berbagai orang dan budaya yang berbeda di berbagai tempat dan waktu. Tujuan etika komparatif bukan saja untuk mengelaborasikan kepercayaan dan praktik itu, tetapi juga memahaminya sejauh mtlngkin sebagaimana kepercayaan dan praktik itu, secara kausal, dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan geografi. Etika komparatif sesuai dengan materi ilmu sosial seperti antropologi, sejarah, sosiologi, dan psikologi.
Studi empiris menunjukkan bahwa semua masyarakat memiliki aturan moral yang memperbolehkan atau melarang tindakan tertentu dan aturan ini diikuti sangsi sebagai konsekuensi pelanggarannya. Tugas etika komparatif menemukan pola perilaku manusia dan bila mungkin mencari alasan dalam kaitannya dengan persamaan dan perbedaan yang tercatat sebagai tindakan etis oleh berbagai masyarakat.
Berbeda dengan etika komparatif, etika normatif adalah bagian filsafat moral atau etika yang mempunyai dua arah perhatian. Arah pertama berkaitan dengan analisis psikologis atau sosial yang menjelaskan pernyataan etis; memperlihatkan apa yang disetujui atau ditolak dan mengapa menyetujui atau tidak menyetujui sesuatu yang kita kerjakan. Arah kedua, etika yang menyibukkan diri dengan pemantapan atau menganjurkan tindakan tertentu, tujuan, pandangan yang diambil dan dikejar, kebenaran, kebaikan, keutamaan, kebijaksanaan serta menolak atau menghindari tindakan lain sebagai yang salah, buruk, jahat, atau bodoh. Perhatian utama lebih pada tindakan daripada persetujuan, lebih pada tuntunan tindakan daripada penjelasan tindakan. Langkah ini berguna untuk mencari dan mengatur tingkah laku atau tabiat yang ideal dan menjadi standar, kebaikan, kriteria etis atau prinsip utama. Pada banyak filsuf, kedua pendapat itu terjalin satu sama lain. Arah pertama dominan dan dekat dengan etika Hume, Schopenhauer, tokoh evolusi, Westermack, dan M. Schlick dan kaum positivistik, sedangkan arah kedua dominan dalam etika pada hampir semua ahli moral lain.
Salah satu masalah etika adalah yang berhubungan dengan penyelidikan makna pernyataan etis, benar atau salah, objektif atau subjektif. Bagaimana pernyataan itu dapat disistematisasi ke dalam satu prinsip utama atau lebih. Di pihak lain, etika berhubungan dengan tingkah laku manusia atau pernyataan etis kita sebagai fakta sejarah dan fakta manusiawi. Sering dikatakan bahwa jenis penyelidikan pertama itu tidak merupakan masalah etika tetapi masalah psikologi. Namun dalam kasus kedua penyelidikan itu boleh dikatakan bahwa tujuan etika sebagai bagian filsafat merupakan teori dan bukan praktik, pengetahuan dan bukan tindakan. Walaupun demikian harus dicatat bahwa tujuan teori itu untuk praktik dan pengetahuan untuk mengetahui bagaimana orang harus hidup. Tetapi beberapa moralis yang menekankan pendekatan kedua menolak bahwa etika sebagai bidang atau ilmu bersifat kognitif; mereka menekankan bahwa prinsip utama etika hanya pemecahan atau pilihan bukan pernyataan tentang yang benar atau salah. Mereka itu antara lain Nietzsche, Santayana.
Pendapat etika dapat dibagi menjadi dua kelompok: (a) pernyataan nilai, putusan sebagai baik atau buruk, mau atau tidak mau, sebagai tujuan, pengalaman, kecondongan, misalnya “Pengetahuan adalah baik”; (b) pernyataan kewajiban, putusan sebagai kewajiban, keharusan, benar atau salah, bijaksana atau bodoh terhadap berbagai tindakan atau tingkah laku, putusan yang membahagiakan, menyetujui atau mengutuk tingkah laku tertentu. Karena itu ada dua etika: (1) teori nilai atau axiologi yang berhubungan dengan pernyataan nilai, ekstrinksik atau instrinksik, penilaian; (2) teori kewajiban, keharusan atau deon- tologi yang berhubungan dengan pernyataan kewajiban, keharusan. Dalam teori nilai orang memperhatikan analisis dan penjelasan (secara psikologis atau sosial) pelbagai keputusan nilai atau memantapkan dan menyetujui hal-hal tertentu sebagai baik atau sebagai tujuan, dan dalam teori kewajiban orang akan memperhatikan dalam analisis maupun penjelasan pelbagai pernyataan keharusan dengan mempertahankan langkah tindakan tertentu sebagai benar dan bijaksana.