PENGERTIAN KELOMPOK

By On Sunday, November 9th, 2014 Categories : Bikers Pintar

Dalam ilmu sosial apakah itu psikologi, atau sosiologi, yang disebut kelompok (group) bukan sejumlah orang yang berkelompok atau berkerumun bersama-sama di suatu tempat, misalnya sejumlah orang di alun-alun yang secara bersama-sama sedang mendengarkan pidato tukang obat yang tengah mempromosikan dagangannya, atau ibu-ibu di pasar yang secara bersama-sama sedang mengerumuni seorang pedagang sayur.

Apakah sejumlah orang yang secara bersama-sama berada di suatu tempat itu kelompok atau bukan, harus dilihat dari situasinya, Contoh di atas, mereka yang sedang mendengarkan bual tukang obat dan ibu-ibu  yang tengah menawar sayur, adalah orang-orang dalam situasi kebersamaan (togetherness situasion). Beradanya mereka di situ secara bersama-sama kebetulan saja, karena tertarik perhatiannya oleh sesuatu. Mereka tidak saling mengenal. Kalaupun misalnya terjadi interaksi atau interkomunikasi, terjadinya hanya saat itu saja; sesudah itu tidak pernah terjadi lagi interaksi dan interkomunikasi.

Lain dengan situasi kelompok (group situation). Dalam situasi kelompok terdapat hubungan psikologis. Dengan demikian orang-orang yang terikat oleh hubungan psikologis itu tidak selalu berada secara bersama-sama di suatu tempat; mereka dapat saja berpisah, tetapi meskipun berpisah, tetap terikat oleh hubungan psikologis, yang menyebabkan mereka berkumpul bersama-sama secara berulang-ulang, bisa setiap hari. Contoh untuk itu adalah mahasiswa, karyawan jawatan, buruh pabrik, para anggota pengajian atau anggota perkumpulan bulu tangkis, dan lain sebagainya.

Untuk memperoleh kejelasan mengenai pengertian kelompok ditinjau dari komunikasi baiklah terlebih dahulu kita klasifikasikan kelompok itu menjadi dua jenis, yakni kelompok kecil (small group, micro group) dan kelompok besar (large group, macro group).     >

Perkataan kecil dan besar dalam pengertian itu bukan saja me-nunjukkan kecilnya atau besarnya jumlah orang yang bersama-sama berkumpul di suatu tempat, melainkan faktor psikologis yang mengikat mereka.

Robert F.Bales dalam bukunya “Interaction Process Analysis” mendefinisikan kelompok kecil sebagai :

“Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-face meeting), di mana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan”.

Berdasarkan definisi di atas sejumlah orang dalam situasi seperti itu harus berada dalam kesatuan psikologis dan interaksi.

di sebuah lapangan yang sedang mendengarkan pidato berlainan dengan situasi dalam kelompok kecil. Mereka yang berkumpul di lapangan tadi bersifat “crowd-oriented”. Ditinjau dari ilmu komunikasi kontak pribadi antara orang yang sedang pidato sebagai komunikator dan khalayak sebagai komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan dalam situasi kelompok kecil. Anggota kelompok besar apabila memberikan tanggapan, sifatnya emosional.

Biasanya, kalau orang berbicara mengenai kelompok maka yang dimaksudkan ialah kelompok kecil yang mempunyai dinamika tersendiri.

Haiman dalam bukunya “Group leadership and democratic action” mengatakan bahwa seseorang tidak akan mengerti dinamika kelompok tanpa mengerti psikologi individual; karena semua perilaku kelompok adalah perilaku perorangan dalam kelompok – bertingkah berbeda-beda, tetapi tingkahnya itu berdasarkan “own steam”nya sendiri.

Pada kenyataannya, jika kita ingin membahas kelompok, kita harus memahami bukan saja individu-individunya sendiri, tetapi juga proses saling pengaruh mempengaruhi. Ini membawa kita kepada masalah interaksi sosial.

Untuk melakukan pendekatan kepada masalah interaksi dalam kelompok, kita perlu membagi perhatian kita kepada dua tahap aktivitas. Pertama : Tahap gagasan (level of ideas)

Suatu bidang di mana anggota-anggota kelompok berusaha untuk berkomunikasi satu sama lain dengan tujuan memecahkan masalah, untuk mana kelompok telah terbentuk untuk memecahkannya.

Kedua : Tahap emosional sosial (social emotional level)

Suatu bidang di mana anggota-anggota kelompok berusaha untuk saling menenggang satu sama lain dengan tujuan untuk membina pertautan antarpribadi (interpersonal relationship) yang membuat mereka senang dan bahagia.

Berbagai ahli menggunakan macam-macam istilah untuk membeda-kan kedua bidang tersebut. Tahap pertama dinamakan “bidang tugas” (task area); dan jika aktivitas kelompok yang menjadi fokus, maka para anggota dikatakan “content oriented” atau “problem oriented”, tahap kedua dinamakan “bidang emosional sosial” (social emotional area). Para anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan ini adalah “process

oriented”.

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan seorang komunikator dalam menghadapi kelompok, ialah bahwa setiap kelompok mempunyai norma-norma sendiri-sendiri. Norma adalah nilai ukuran hidup yang menentukan mana yang tidak boleh dilakukan. Norma mempunyai fungsi ganda, yaitu mengikat rasa persatuan dan memperteguh rasa persatuan

(“we-ness”).

Norma-norma tersebut menjadi sumber dasar hidup para anggota kelompok. Ketaatan para anggota terhadap norma-norma itu menentukan ketaatan mereka terhadap kelompoknya. Semakin mendalam “sense of belonging”-nya terhadap kelompok, semakin patuh ia pada norma ke-lompoknya; apalagi kalau ia memiliki “ingroup-feeling” yang dalam.

Pengaruh norma kelompok besar sekali terhadap cara berpikir, cara bertingkah-laku, dan cara menanggapi suatu pesan. Hal ini mudah kita pahami, oleh karena kita mendapat pendidikan pertama-tama dari primary group yaitu keluarga. Nilai-nilai hidup kita sebagian besar kita pelajari dari kehidupan dalam kelompok. Perubahan sikap, tingkah laku dan tanggapan terhadap perangsang sosial banyak yang harus kita sesuaikan dengan norma-norma kelompok. Apabila sebuah pesan komunikasi akan mem-pengaruhi atau mengubah tingkah laku atau sikap kita, maka kita meng-adakan penjagaan apakah norma kelompok dapat menyetujui perubahan tersebut. Jika norma kelompok ternyata tidak cocok dengan pengaruh komunikasi terhadap kita, maka kita tidak akan begitu gairah untuk mem-biarkan diri dipengaruhi oleh komunikasi tersebut. Hal ini berlaku selama kita bersikap loyal terhadap kelompok.

Faktor lain yang juga penting peranannya di samping nilai dan norma kelompok yang mempengaruhi tanggapan pendapat serta sikap seseorang adalah faktor pengalaman hidup seseorang dalam ikatan kelompok. Pengalaman yang berlangsung dari hari ke hari pasti, untuk kemudian mewujudkan suatu predisposisi. Predisposisi adalah pembawaan seseorang yang mempunyai pola tertentu dari seseorang mengenai pribadinya, kebiasaannya, pendapatnya, sikapnya, tingkah-lakunya, dan lain sebagainya. Dengan demikian maka seseorang tidak pernah “kosong”, oleh karena ia sudah mempunyai “pattern setting” tertentu.

Schramm mengibaratkan terbentuknya predisposisi itu dengan proses terbentuknya stalagmite di dalam gua. Stalagmite terwujud oleh inti kalkarium yang jauh bersama-sama air, setitik demi setitik dari langit- langit gua. Tiap titik air hanyalah meninggalkan inti kalkarium yang demikian kecilnya sehingga tak dapat dilihat oleh mata manusia. Tetapi tiap titik air yang tiap hari jatuh itu, lama kelamaan akhirnya mampu membentuk suatu batu stalagmite dengan wujud dan bentuk tertentu.

Demikianlah pula, kata Schramm, dengan lingkungan sosial kita yang dari hari ke hari membentuk predisposisi kita, titik demi titik meninggalkan bekas yang masing-masing memperkuat pola yang sudah ada.

PENGERTIAN KELOMPOK | ADP | 4.5