PENGERTIAN ORGANIZATIONAL BEHAVIOUR (PERILAKU ORGANISASI) ADALAH
Struktur dan fungsi organisasi.
Pengertian organizational behaviour (perilaku organisasi) adalah Studi interdisipliner ini berfokus pada aspek manusia dan sosial dari manajemen dalam organisasi formal sebagai problem “teknis.” Studi ini terutama didasarkan pada sosiologi dan psikologi, dan juga ekonomi. MANAGEMENT SCIENCE dan manajemen produksi ditujuan untuk mempelajari struktur dan fungsi organisasi dan perilaku kelompok dan individu di dalamnya. Aplikasi subjek ini untuk problem praktik pengelolaan perubahan organisasi disebut sehagai perkembangan organisasi. Di abad ke-20 dampak ilmu sosial terhadap pemikiran manajemen amatlah besar.
Problem dasar. Pengertian organizational behaviour (perilaku organisasi) adalah
Dari sudut pandang perilaku organisasi, tugas manajemen bisa dianggap sebagai organisasi dari perilaku individu dalam kaitannya dengan alat-alat fisik dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Problem dasarnya adalah: seberapa besar organisasi dan kontrol perilaku diperlukan untuk mengefisienkan fungsi organisasi, dan apa bentuknya? Dalam jawaban inilah tersirat dua sisi debat—yang oleh Pugh (1990) disebut sebagai pendukung “organizer” dengan “behaviouralis.” Gagasan organizer berasal dari karya Henri Fayol, Frederick W. Taylor dan Max Weber. Mereka berpendapat bahwa struktur, rencana clan program yang lebih tepat, dengan peningkatan spesifikasi, pemantauan dan kontrol perilaku, adalah syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan efektivitas organisasional. Mereka menunjukkan keunggulan spesialisasi fungsi dan tugas, definisi kerja yang jelas, prosedur standar dan garis otoritas yang tegas, yang semuanya penting untuk efisiensi bagi organisasi, yang oleh Weber (1922) disebut dengan is- tilah BUREAUCRACY. Definisi Fayol (1916) tentang manajemen dan pendekatan Taylor (1947) untuk subdivisi dan kontrol tugas karyawan (dikenal sebagai “manajemen ilmiah”) berpengaruh besar terhadap pemikiran dan praktik manajemen. Fayol dan Taylor mendukung kontrol manajemen penuh, sedangkan Weber mengkaji implikasi sosial dari penyebaran birokrasi dalam hal kemampuan birokrat untuk merenggut fungsi demokrasi. Tetapi karena perhatian ini didasarkan pada keyakinannya pada efisiensi teknis dari pendekatan birokratis, dampaknya di bidang perilaku organisasi adalah menguatkan argumen dari kubu organizer. Ide ini dikembangkan, misalnya, dengan mengemukakan karakteristik minimum yang harus ada dalam struktur birokrasi yang efektif (Jacques, 1976). Aliran behaviouralis berasal dari karya Elton Mayo, Kurt Lewin, dan Abraham Maslow. Mayo (1933) mempelajari kelompok karyawan rendahan di dalam “eksperimen Hawthorne” dan mengembangkan pendekatan “hubungan manusia” yang menekankan kebutuhan sosial dan kemanusiaan dari para pekerja (lihat juga INDUSTRIAL RELATIONS). Lewin mempelajari kekuatan kepemimpinan demokratik dan autokratik (Lewin, et. al., 1939). Pengertian organizational behaviour (perilaku organisasi) adalah Maslow (1968) mengidentifikasi “aktualisasi diri”—kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu—sebagai motivator penting. Ketiganya berargumen bahwa usaha terus-menerus untuk meningkatkan kontrol atas perilaku anggota organisasi justru akan merugikan. Kontrol manajemen menyebabkan kekakuan pada saat fleksibilitas justru dihutuhkan, dan ini akan menyebabkan sikap apatis di pihak anggota organisasi justru pada saat moti vasi tinggi di butu hkan. Pengetatan kontrol akan menyehahkan perlawanan terhadap kontrol melalui hubungan informal yang malah bisa menghambat pencapaian tujuan organisasi. Kontrol ketat biasanya tidak meningkatkan efisiensi, dan kalaupun terjadi efisiensi, itu hanya bersifat sementara dan menimbulkan konflik internal. Bawahan harus diberi otonomi dan kesempatan sampai tingkat tertentu untuk berkembang agar organisasi bisa berfungsi dengan efisien. Studi terhadap pembuatan keputusan juga menunjukkan bahwa adalah tidak mungkin menggunakan pendekatan yang sepenuhnya rasional untuk manajemen (Simon, 1947). Pendekatan yang sebagian rasional biasanya lebih mungkin muncul (Lindblom, 1959). Bahkan pendekatan nonrasional untuk pembuatan keputusan lebih dikedepankan untuk memicu inovasi (March, 1976). Perkembangan lebih lanjut muncul dari mereka yang menggunakan “pendekatan kontingensi” yang berpendapat bahwa harus dijaga keseimbangan antara perhatian organizer dan behaviouris tersebut. Keseimbangan ini alcan bersifat kontingen (sementara) untuk situasi organisasi tertentu yang akan menimbulkan perbedaan dalam strukturnya (Burns dan Stalker, 1961; Pugh dan Hickson, 1976) dan teknologi yang akan digunakan dalam memproduksi output seperti ditunjukkan dalam pendekatan sistem sosioteknis (Emery dan Trist, 1960). Pengertian organizational behaviour (perilaku organisasi) adalah Demikian pula, tugas-tugas yang berbedabeda dari satu kelompok kerja, dan kebutuhan anggotanya, akan membutuhkan kepemimpinan yang berbeda-beda pula (Fiedler, 1967). Pendekatan Marxist (Braverman, 1974) berpendapat bahwa organizer yang ekstrem akan selalu disukai oleh manajemen karena tujuannya adalah bukan efisiensi kinerja, tetapi efisiensi dalam kontrol kelas pekerja demi kepentingan kapital. Perkemhangan terbaru yang penting, dengan berkembangnya perclagangan internasional dan kebangkitan perusahaan multinasional, adalah identifikasi sistematis ttas perbedaan lintas-kultural dalam perilaku organisasi, terutama dalam hal nilai kerja, gaya kepemimpinan dan struktur kendali.