PENGERTIAN SCIENCE POLICY (KEBIJAKAN SAINS) ADALAH
Proses pembuatan kebijakan.
Pengertian science policy (kebijakan sains) adalah Di level pembuatan kebijakan, kebijakan sains biasanya didefinisikan sebagai kebijakan yang disusun untuk memengaruhi alokasi sumber daya untuk aktivitas teknis dan sains (ilmu pengetahuan), efektivitas alokasi ini dan konsekuensi sosialnya. Pada level riset akademik, ia bisa didefinisikan sebagai studi tentang aktivitas-aktivitas tersebut, yang didasarkan pada disiplin sejarah, ekonomi, sosiologi dan filsafat ilmu serta pada observasi dan analisis atas proses pembuatan kebijakan. Tidak ada konsistensi penggunaan dalam hubungannya dengan teknologi. Beberapa penulis (dan beberapa pemerintah) membatasi ekspresi “kebijakan sains” hanya pada sains dalam pengertian sempit. Yang lainnya menggunakannya dengan memasukkan pengertian kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pengertian inilah ekspresi itu dipakai di sini. Usaha abortif telah dilakukan beberapa kali untuk memperkenalkan ekspresi lain, seperti “science of science” (Goldsmith dan Mackay, 1964) atau “scientific policy,” namun semuanya tak terpakai. Kebanyakan yang terlibat dalam analisis teoretis atau pembuatan kebijakan praktis merasa kurang nyaman dengan istilah yang mungkin menunjukkan kesan kepastian dan koherensi yang terlalu kuat di dalam area yang tidak pasti dan kontroversial ini.
Proses formasi kebijakan. Pengertian science policy (kebijakan sains) adalah
Kemunculan kebijakan ilmu pengetahuan sebagai area pembuatan kebijakan yang signifikan dan area akademik terkait erat dengan profesionalisasi dan skala berbagai aktivitas teknik dan ilmiah, terutama penelitian dan pengembangan (litbang—R&D). Sejak abad ke-17 dan 18 ada organisasi seperti Royal Society, akademi ilmu pengetahuan, dan masyarakat dan jurnal ilmu pengetahuan lainnya yang terus bermunculan (Price, 1963). Beberapa dari mereka amat penting bagi negara dan bahkan ada bentuk embrio dari patronase dan asistensi pemerintah sebelum abad ke-17. Promosi penemuan melalui legislasi paten untuk membatasi pengetahuan teknis juga sudah ada sejak lama. Tetapi di akhir abad ke-19-lah profesionalisasi dan kegiatan R&D menimbulkan tekanan untuk mewujudkan proses formasi kebijakan yang metodis dan konsisten di negara-negara industri, terutama di Jerman dan Inggris. Poole dan Andrews (1972) telah mendokumentasikan dengan baik pertumbuhan keterlibatan pemerintah dari periode 1875 sampai 1939. Yang menarik adalah laporan kedelapan dari Royal Commission on Scientific Instruction and Advancement of Science, yang pada 1875 merekomendasikan pembentukan Kementerian Sains dan membuat beberapa proposal yang harus menunggu 30 sampai 90 tahun sebelum diimplementasikan. Akan tetapi, keterlibatan pemerintah dengan ilmu pengetahuan terus meningkat sebelum, selama, dan sesudah Perang Dunia I, terutama karena adanya persaingan perdagangan dan militer. Pembentukan laboratorium litbang, pertama di industri kimia Jerman pada 1870-an dan kemudian di banyak industri lain, meningkatkan persaingan teknologi dan mempercepat pertumbuhan profesionalisme di berbagai aktivitas teknik dan keilmuan. Pada saat yang sama departemen sains universitas dan sekolah-sekolah teknik menjadi objek perhatian pemerintah dan industri karena peran gandanya sebagai pelaksana riset dan sumber personal teknis dan keilmuan yang terdidik secara profesional. Perkembangan baru yang cepat dalam aktivitas keilmuan universitas dan industri pemerintah inilah yang menjadi tema kajian buku perintis Social Function of Science (1939) yang ditulis J. D. Bernal. Jelas ini adalah buku paling berpengaruh tentang kebijakan sains di paruh pertama abad ke20. Buku ini dibagi menjadi dua bagian, berdasarkan perhatian ilmiah penulis dan komitmen politiknya sebagai Marxis: “What science does” dan “What science could do.” Dalam bagian pertama Bernal berusaha mengukur besarnya skala aktivitas litbang di Inggris pada waktu itu. Baru pada 1950-an pemerintah secara resmi mengukur litbang dan sejak itu menjadi bagian tetap dari statistik sosial dan alat analisis penting di banyak riset kebijakan sains. Di bagian kedua dia mengusulkan peningkatan masif dalam skala litbang dan aktivitas keilmuan terkait dan mengalihkan pemanfaatan sumber daya dari tujuan militer ke tujuan kesejahteraan dan kemanusiaan. Usulannya untuk meningkatkan kegiatan litbang, meski pada waktu sulit diwujudkan, kelak diimplementasikan oleh banyak negara setelah Perang Dunia II. Proposal fundamentalnya untuk mengorientasikan ulang dan mereorganisasikan aktivitas ilmiah masih belum diimplementasikan dan tetap menjadi subjek kontroversi, mulai dari soal tujuan litbang industri di perusahaan besar hingga ke tanggung jawab ilmuwan, perencanaan sains dan bahaya teknokrasi. Gagasan Bernal banyak dikritik (lihat, misalnya Baker, 1942) karena dia mendukung perencanaan dan memuji secara tidak kritis pada kebijakan sains Soviet. Akan tetapi, penegasannya pada keniscayaan peran pemerintah yang besar dalam kebijakan sains dan visi utopiannya tentang kontribusi potensial yang besar dari sains untuk mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masih berpengaruh dalam riset kebijakan sains. Pengertian science policy (kebijakan sains) adalah Prestasi mengagumkan riset ilmiah selama Perang Dunia II menandai pengakuan universal bahwa sains telah menjadi salah satu pengaruh terkuat dalam masyarakat pada umumnya dan menimbulkan penerimaan peran kebijakan sains yang lebih besar, yang sulit tercapai di masa pra perang sebelumnya di banyak negara. Dewan dan komite penasihat sains bermuncuIan sejak 1950-an dan 1960-an dan tak lama kemudian “Menteri Sains,” “Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan” atau “Kementerian Sains dan Teknologi” telah menjadi bagian dari banyak pemerintahan. Organisasi internasional seperti United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memainkan peran amat penting dalam standarisasi statistik (OECD, 1963a), dan dalam memicu riset kebijakan dan pertukaran pengalaman dalam rapat-rapat menteri (lihat, misalnya, OECD, 1963b). Mereka juga mengorganisasikan ulasan periodik atas kebijakan sains di negara-negara anggotanya dengan menggunakan “pakar” luar (pembuat kebijakan dan periset akademik), dan menawarkan beberapa kebijakan sains untuk membantu kebijakann ekonomi, sosial dan luar negeri. Pertumbuhan riset kebijakan sains diikuti dengan perkembangan pesat R & d (litbang) dan institusi kebijakan sains. Ini dilakukan oleh baik itu para sarjana dari berbagai disiplin (misalnya, Merton, 1973; Nelson, 1987; Price, 1963) maupun oleh kelompok riset multidisipliner di universitas dan tempat lainnya (lihat, misalnya SpiegelRosing dan Price, 1977). Pengertian science policy (kebijakan sains) adalah Dorongan pada masa awal kebanyakan dari para ahli fisika seperti J. D. Bernal atau ahli biologi seperti Julian Huxley. Ilmuwan sosial kemudian juga makin banyak ikut dalam kelompok riset multidisipliner, seperti Science Policy Research Unit yang didirikan di University of Sussex pada 1965, atau di institusi serupa di Manchester, Lund, Heidel berg, Karlsruhe, MIT, Limburg, Tokyo, dan lainnya. Di antara banyak aliran riset yang berkembang pada 1970-an dan 1980-an terdapat usaha untuk menggunakan apa yang dinamakan “indikator output” sains dan teknologi, termasuk indikator bibliometrik dari publikasi dan kutipan, statistik dan kutipan paten, ukuran inovasi dan difusi. Jelas indikator-indikator seperti itu mudah disalahartikan dan disalahgunakan, tetapi juga memberi petunjuk berguna untuk pembuatan kebijakan. Karenanya banyak riset dicurahkan untuk penilaian kritis dan pengembangan indikator-indikator itu (lihat, misalnya, Research Policy, 1987). Setelah riset kebijakan sains makin matang, ia juga mulai memengaruhi disiplin lain, seperti dalam reformulasi teori ekonomi melalui ekonomi perubahan teknis (Dosi, et al., 1988).