Sociology of the body (sosiologi tubuh) adalah Dalam sebuah artikel pendek tentang jeans, Umberto Eco menunjukkan dialektika antara “kedalaman” dan “permukaan” yang secara esensial menentukan gaya hidup dari momen tertentu dalam sejarah. Ringkasan argumennya: baju, yang dikenakan sebagai perlindungan, telah memengaruhi perilaku, dan karenanya, memengaruhi moralitas eksternal, dari peradaban (Eco, 1983). Contoh yang dikemukakannya menunjukkan bahwa moralitas per se, atau dengan kata lain kostum, ditentukan oleh bagaimana tubuh menutupi dirinya.
Mari kita lihat pada dua poin utama dari analisis Eco. “Kesadaran diri epidemik” di satu sisi (lihat juga IDENTITY), dan konsep tubuh sebagai “mesin komunikasi” di sisi lain. Di sini bukan tempatnya untuk membahas peran krusial yang dinisbahkan Eco kepada faktor agregasi, yakni cara tipe-tipe pakaian yang berbeda diadopsi oleh orang-orang yang tinggal di peradaban urban. Yang pasti adalah struktur antropologis yang terdapat pada tubuh adalah sebab sekaligus akibat dari intensifikasi aktivitas sosial. Perhatian pada citra tubuh yang diekspresikan dalam fashion, body-building, dan sebagainya, bukan sekadar tampilan sembarangan atau superfisial, tetapi merupakan bagian dari permainan simbolis dan mengekspresikan cara di mana kita dapat berhubungan satu sama lain, membentuk relasi, dan “bersosialisasi”, yakni, dengan kata lain, cara menciptakan masyarakat. Ini adalah pelajaran yang diambil oleh sosiologi tubuh dari gaya busana (fashion) dan dari berbagai macam cara melekatkan beragam nilai dan signifikansi pada tubuh. Secara bersama-sama cara-cara itu menciptakan “tubuh sosial” dan merupakan, dalam pengertian paling sederhana, aspek ekonomi spesifiknya. Cara-cara tersebut menunjukkan bagaimana tampilan, bentuk, dan citra juga memainkan peran penting dalam evolusi sosial.
Jadi, apa yang kelihatannya “tidak karuan” (fashion, desain, gaya, segala sesuatu yang mengekspresikan “bentuk tubuh”) jika dilihat dari dekat menunjukkan makna yang mendalam, sebab dalam setiap aksi penampilan, tubuh adalah penyebab sekaligus akibat dari dinamika sosial. Pada saat yang sama hal tersebut adalah manifestasi dari estetika dalam pengertian etimologis dari istilah itu: yakni berbagai emosi yang sama, lingkungan yang sama, nilai yang sama, sehingga individu akhirnya dapat menjadi diri mereka sendiri. Pada jantung pendekatan terhadap topik ini terdapat fakta banal yang tidak boleh dilupakan, yakni bahwa tubuh kita adalah juga merupakan “kesatuan psikofisik” yang membentuk individualitas kita. Ia seperti selubung yang pada gilirannya dimasukkan dalam dunia eksternal. Ban-yak analisis filosofis, psikologis, dan sosiologis menekankan pada konsekuensi epistemologis mendalam dari pandangan ini. Ini sama dengan mengatakan bahwa tubuh tidak dapat diidentifikasi kecuali is dibebaskan dan ditempatkan. Satu hal yang pasti: pendekatan situasional dan “envelopmentalisme” ini membuat kita bisa mengevaluasi banyaknya praktik yang berpusat pada tubuh yang dia ma ti oleh para sosiolog dewasa ini (body-building, perawatan tubun, dietetik, kosmetik, penampilan… ). Secara khusus, “corporealisme” membuat kita bisa memahami bahwa semua tipe penampilan yang berbeda-beda itu termasuk dalam sistem simbolis yang luas di mana efek sosialnya tidak bisa diabaikan. Orang bahkan tergoda untuk menunjukkan bahwa peran dominan dari COMMUNICATION dalam masyarakat kontemporer tak lain adalah versi dari sistem simbolis itu. Pandangan ini memberi makna baru pada hal-hal yang dulu dianggap naif tetapi menunjukkan peran simbolis-komunikasional dari tubuh atau tubuh sosial. Kita dapat menambahkan bahwa perhatian dan perawatan pada tubuh yang sekarang ini sangat mencolok, dan gaya busana yang membentuk kesatuan antropologis, dapat dianalisis sebagai cara manusia menempatkan diri dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam konteks ini, tubuh menjadi sebab dan akibat dari komunikasi, atau dengan kata lain, dari masyarakat.