ARTI ANTROPOLOGI PSIKOLOGIS
psychological anthropology (antropologi psikologis)
Antropologi psikologis adalah wilayah teori antropologis yang melihat hubungan di antara individu dengan makna, nilai, serta kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada. Ruang lingkupnya meliputi bermacam pendekatan pada masalah yang muncul dalam interseksi (pertemuan) antara pikiran, nilai dan kebiasaan sosial. Ini dibentuk secara khusus oleh percakapan interdisipliner antara antropologi dan lingkup lain dalam ilmu-ilmu sosial dan humanika (Schwartz et al. 1992).
Karena fokus tradisional antropologi atas kebudayaan sebagai saling berbagi bersama, kolektif, dan umum, perhatian antropologi psikologis pada individu dalam masyarakat sering makin mendekatkan hubungan dengan psikologi dan psikiatri dibanding dengan mainstream antropologi. Secara historis, pendekatan dan penekanan lingkup kerja antropologi psikologis terhadap data asli lebih dekat dengan psikoanalisa daripada dengan psikologi eksperimental. Bagaimanapun, peralihan ke pendekatan kognitif dalam psikologi akademis menghasilkan konvergensi baru dengan antropologi, baik dalam ilmu kognitif (seperti Holland and Quinn 1987) dan munculnya bidang ‘psikologi budaya’ (Stigler et al. 1990).
Pendahulu antropologi psikologis mungkin bisa ditemukan dalam lingkup ‘budaya dan kepribadian’ yang timbul lebih dulu dalam antropologi Amerika pertengahan abad ke-20. Dihubungkan paling menonjol dengan karya murid Franz Boas, Margaret Mead dan Ruth Benedict, ruang lingkup itu dipengaruhi oleh para penulis di bidang antropologi, psikoanalisa dan psikiatri, termasuk Edward Sapir, A.I. Hallowell dan Gregory Bateson. Tujuan jangka panjang para peneliti budaya dan kepribadian ialah mengembangkan ilmu dan kemampuan budaya untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara proses psikologis dan bentuk-bentuk masyarakat dan kebudayaan.
Berdasar pembagian dunia ala Parson atas ‘sistem kepribadian’, ‘sistem budaya’, dan ‘sistem sosial’, tempat bagi penelitian budaya dan kepribadian jadi terjamin. Pertanyaan besar yang dihadapi oleh paradigma budaya dan kepribadian terfokus pada jalan seorang individu belajar yang bermacam-macam, memeluk dan atau menolak nilai dan kepercayaan normatif. Dalam memfo-kuskan pada ketegangan di antara individu dan masyarakat, bidang ini mempelajari pengaruh budaya dalam pembentukan dunia pribadi seorang individual, dan juga penyokong psikologis dari norma-norma, kepercayaan dan kebiasaan kolektif. Dalam masa gemilangnya, teori budaya dan kepribadian mencoba mewakili pola-pola perilaku budaya berkenaan dengan tipe-tipe kepribadian yang berperasaan, sering menilai tes- tes proyektif dan metode-metode psikodinamis lainnya. Selama Perang Dunia Kedua, para ahli teori budaya dan kepribadian dimobilisasi bekerja untuk menganalisa karakter bangsa-bangsa jauh yang menjadi musuh Penelitian klasik Ruth Beneuirupoiogy diet tentang karakter bangsa Jepang, Chrysanthemum and the Sword (1946), merupakan hasil upaya ini.
Dari tahun 1940-an ke depan, kalangan ahli Antropologi menggunakan konsep-konsep dan metode psikoanalitis dalam menganalisa bentuk ragam budaya seperti kepercayaan agama, praktek ritual dan norma-norma sosial, seperti ekspresi proses-proses psikologis yang ada. Praktek sosialisasi telah dipelajari sebagai alat utama untuk meniru kepribadian dominan dalam suatu masyarakat dan suatu interaksi. Dalam penelitian yang memakan waktu beberapa dekade, John dan Beatrice Whiting menerapkan metode perbandingan sistematis untuk mempelajari hubungan antara praktek-praktek childrearing dan lembaga serta nilai-nilai sosial (Whiting and Whiting 1975). Berlawanan dengan metode-metode observasi, penelitian tentang sejarah hidup individu merupakan arus utama metodologis dari usaha antro-pologi psikologis untuk menyelidiki pengaruh budaya pada identitas dan pengalaman individu (misalnya, Levy 1973).
Sebagai sebuah bidang yang mengakui ada masalah validitas dalam menerapkan konsep dan metode kepribadian pada budaya, maka penelitian umum terhadap seluruh budaya digantikan dengan penelitian yang lebih terbatas terhadap cara pikiran, perasaan dan tindakan khusus. Sejumlah arah baru dalam antropologi psikologis muncul, termasuk perhatian yang lebih besar kepada pendekatan linguistik dan kognitif, studi terhadap psikologi diri dan etnis, dan penelitian atas budaya dan politik badan itu (Schwartz et al., 1992).
Fokus antropologi interpretif dalam tahun 1960-an dan 1970-an ada pada soal terjemahan dan representasi, bersamaan dengan kritik pasca struktural tentang konsep budaya secara holistik. Fokus itu secara efektif mempermasalahkan konsep ‘budaya’ dan ‘psikologi’. Sementara (image) budaya diperselisihkan, variabel dan kemunculannya menggantikan pandangan budaya sebagai shared, normatif dan tertentu, penelitian dalam antropologi psikologis menjadi lebih menarik dalam praktek interaksinya, di mana realitas sosial memperoleh makna dan kekuatan bagi individu-individu dan kolektivitas. Ini termasuk perhatian pada hubungan antar kekuatan melalui mana bangunan khusus menjadi dominan dan mendapatkan arti emosional, sama halnya juga dengan topik seperti perbedaan intrabudaya, politik emosi, dan ekologi sosial kognisi.
Daripada menerima standar kemampuan menerapkan secara umum konsep dan metode psikologi, studi-studi mutakhir mengamati relevansi model-model khusus dari emosi dan pribadi semua budaya. Serupa dengan studi oleh A.I. Hallowell (1955) tentang bangunan budaya diantara suku Ojibwa, riset mengeksplorasi istilah-istilah dan fungsi psikologi lokal atau ‘etno-psikologi’. Dalam hal ini, kesluruhan bidang antropologi budaya telah menjadi lebih psikologis, menelorkan sejumlah besar etnografis yang berpusat pada pribadi menyangkut praktek-pratek budaya yang menciptakan dan memanipulasi realitas sosial dan emosional.
Studi-studi banding pada konsep kepribadian dan emosi dalam aneka bahasa menunjukkan bermacam-macam variasi intra dan interkultural. Manakala studi antropologis mengenai emosi naik tajam, begitu juga kesadaran akan kompleksitas semantik emosi di semua budaya, seperti juga arti sosial dan politik dari emosi secara umum. Pernah dianggap sebagai bidang psikologi yang menyangkut dinamika bagian dalam akal pikiran, sekarang emosi dan motivasi dipelajari dalam riset etnografis yang mengamati arti keduanya dalam percakapan dan interaksi sehari-hari. Pertanyaan mengenai aspek universal dan spesifik budaya dalam psikologi telah diteruskan dalam konteks riset terhadap makna sosial dan semiotis melalui mana orang bisa mengerti hidupnya.