ARTI DEVELOPMENT AND UNDERDEVELOPMENT (PEMBANGUNAN DAN KETERBELAKANGAN) ADALAH
Mengatasi kemiskinan absolut.
Arti development and underdevelopment (pembangunan dan keterbelakangan) adalah Istilah ini merujuk pada prestasi kemajuan (pembangunan) ekonomi dan sosial dengan mengubah kondisi keterbelakangan (produktivitas rendah, stagnasi, kemiskinan) di negara-negara yang dianggap sebagai “miskin”, “terbelakang”, “kurang berkembang”, atau “berkembang”. ECONOMIC GROWTH adalah kondisi yang diperlukan bagi kemajuan sosial, yang bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti gizi yang cukup, kesehatan dan papan yang memadai (mengatasi kemiskinan absolut). Dalam hal in’i bisa ditambahkan kondisi lain bagi terwujudnya manusia seutuhnya seperti akses universal ke pendidikan, kebebasan sipil, dan partisipasi politik (mengatasi kemiskinan atau deprivasi relatif).
Transformasional dan transitif. Arti development and underdevelopment (pembangunan dan keterbelakangan) adalah
Setelah 1945 peta internasional diubah oleh gerakan antikolonialisme, oleh hegemoni AS di dunia kapitalis dan persaingannya dengan USSR untuk mendapatkan sekutu di negara-negara merdeka di Asia dan Afrika. Dalam konteks global ini, pembangunan dalam pengertian transformasional dan transitif menjadi tujuan utama dari pemerintah dan lcmbaga internasional semisal PBB dan International Bank for Reconstruction and Development (Bank Dunia), dan muncul sebagai bidang spesialisasi tersendiri dalam ilmu-ilmu sosial. Masih ada kontroversi hebat seputar soal penyebab ketertinggalan dan cara untuk menggapai pembangunan. Kontroversi ini mencerminkan pandangan yang sangat berbeda tentang sifat pembangunan di Barat dan Jepang (kapitalis industri), tentang tata perekonomian internasional, tentang bagaimana prospek pembangunan di THIRD WORLD, dan tentang persaingan klaim solusi kapitalis, sosialis, dan nasionalis untuk mengatasi problem pembangunan. Arti development and underdevelopment (pembangunan dan keterbelakangan) adalah Salah satu persoalan utamanya adalah sifat dan bobot faktor internal (masyarakat) dan eksternal (global) dalam menjelaskan stagnasi dan perubahan. Dalam teori MODERNIZATION ilmuwan sosial Amerika, masyarakat atau kultur “tradisional” adalah sama dengan keterbelakangan (lihat juga TRADITION AND TRADITIONALISM). Secara ab- strak, tradisi, dan modernitas dijelaskan berdasarkan “variabel polanya” oleh Talcott Parsons (1951), yang menggambarkan modernisasi sebagai evolusi sistem sosial dengan tingkat diferensiasi fungsional dan struktural yang tinggi dan memiliki mekanisme integrasi. Diferensiasi mencakup pembagian kerja yang kompleks secara sosial dan rasionalitas produksi inovasi dan pertumbuhan, sedangkan integrasi dan sistem normatifnya berfungsi mengamankan stabilitas sosial.
Manajemen ekonomi. Arti development and underdevelopment (pembangunan dan keterbelakangan) adalah
Pembangunan ekonomi pascaperang dianggap sebagai tanggung jawab negara. Pandangan ini dipengaruhi oleh sistem perencanaan komprehensif di USSR, dan manajemen ekonomi masa perang Barat setelah rekonstruksi Eropa di bawah Marshall Plan dan kebijakan yang dipengaruhi oleh KEYNESIANISM. J. M. Keynes sendiri berpartisipasi dalam menciptakan sistem institusi Bretton Woods untuk mengatur perekonomian internasional, termasuk Bank Dunia, yang aktif dalam mempromosikan perencanaan (Waterston, 1965) sampai konversinya ke strategi neoliberal yang ambisius dari gerakan “reformasi” struktural pada 1980-an. Jangkauan dan sifat peran negara dalam investasi, manajemen ekonomi dan provisi sosial, dan relasinya dengan aktivitas kapital privat, nasional, dan internasional, merupakan persoalan yang luas dan kompleks, seperti tampak dalam catatan pembangunan yang diarahkan oleh negara di negara-negara Dunia Ketiga yang sosialis maupun kapitalis. Kompleksitas pengalaman yang berbeda-beda, dan kompleksitas cara analisisnya, telah disederhanakan berkat kesuksesan ideologis doktrin neoliberal. Doktrin ini mengombinasikan beberapa inti ide dari ekonomi neoklasik dengan politik agresif, termasuk penolakan terhadap disiplin “ekonomi pembangunan” dengan alasan ia memuat Keynesianisme dan statisme (Lal, 1983). Lebih jauh, neoliberalisme sebagian diterima akibat kekecewaan rakyat terhadap inefisiensi ekonomi negara, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, korupsi, dan autoritarianisme di banyak negara Dunia Ketiga, dan mendapat lebih banyak dukungan setelah ambruknya sosialisme di Eropa Timur. Kondisi dan prospek ekonomi saat ini, dan juga sejarah ekonomi, menimbulkan keraguan terhadap penjelasan sederhana dari neoliberalisme yang lebih mendukung pasar ketimbang negara. Bahkan seandainya perencanaan dihilangkan, perusahaan negara dan fungsi negara diprivatisasi, dan perdagangan eksternal dan internal diliberalkan, negara yang “lebih ramping” ini harus tetap lebih efisien baik sebagai teknokrasi maupun agen kontrol sosial. Hal ini menimbulkan isu konstitusi dan kapasitas negara dalam kaitannya dengan perbedaan kelas, gender, kawasan, dan kultur masyarakat yang akan diarahkan pembangunannya, dan dalam kaitannya dengan kekuatan “eksternal” sistem dunia.
Negara, kelas, dan masyarakat sipil.
Isu ketiga yang mengemuka adalah isu yang berhubungan dengan proses sosial dan politik dari negara, kelas dan masyarakat sipil yang punya efek penting bagi kesuksesan praktik variabel makroekonomi standar, entah itu nilai tukar, perdagangan luar negeri, tingkat tabungan, prioritas investasi sektoral atau peran sektor publik. Alasan awal Dunia Ketiga untuk lebih mengutamakan negara dalam proses pembangunan adalah pengalaman kolonialisme dan kekhawtiran dominasi “neokolonial” setelah kemerdekaan. “Negara” dan “bangsa” dilihat sebagai sesuatu yang sama selama momen dekolonisasi. Membangun bangsa yang kohesif atau “pembangunan bangsa” dianggap sebagai tugas penting bagi negara dalam rangka mempromosikan pembangunan. Setelah kontradiksi keterbelakangan tetap ada meski setelah terjadi kemerdekaan, dan adanya kontradiksi baru dari pembangunan, analisis kelas menjadi lebih penting, dan sering memandang struktur kelas di kapitalisme pinggiran berdasar kan perbedaannya dari kapitalismc “klasik” atau kapitalisme inti: lebih dependen atau birokratik ketimbang borjuis “nasional”, massa marjinal atau semiproletariat ketimbang kelas pekerja. Ada pendekatan lain yang bertujuan untuk mengatasi konsepsi mekanistik ini, membahas kekhususan historis dan kompleksitas formasi kelas dan mengkaji keterkaitannya dengan pembagian masyarakat sipil lain, terutama gen der. Feminisme memberi dampak substansial terhadap analisis pembangunan dan keterbelakangan. Feminisme meneliti dan menunjukkan cara di mana prosesnyatermasuk formasi dan reproduksi kelasdipengaruhi gender (Agarwal, 1988). Feminisme juga memberi kontribusi pada pemikiran ulang oleh beberapa sarjana mengenai agenda teori dan praktik pembangunan, yang dipicu oleh inter alia, kritik terhadap negara dari kubu kiri maupun kanan. Agenda yang muncul kemudian difokuskan pada persoalan agen sosial yang mengatasi dualisme konvensional antara sistem ekonomi yang dijalankan negara dengan sistem pasar, untuk mengeksplorasi bentuk pemberdayaan dan “aksi publik” yang mengekspresikan dan mengembangkan kapasitas kelas tertindas. Jadi, ada indikasi pencarian solusi baru untuk mengatasi problem pembangunan dan keterbelakangan yang berakar dalam struktur perekonomian dunia kapitalis yang tidak seimbang.