DEFINISI INDUKSI
1. Studi tentang induksi yang dilaksanakan secara teknis sudal mulai dengan Aristoteles. Biarpun tulisan-tulisannya memperlihatkan banyak bentuk induksi, ia menguraikan dengan jelaj setidaknya dua macam, yang kemudian diistilahkan induksi sempurna (perfect) dan luas (ampliatiw).
a) Dalam induksi sempurna atau lengkap, kesimpulan umum diambil berdasarkan pengetahuan tentang tiap contoh yang diteliti. Kesimpulan tidak melampaui evidensi. Bentuk ini disebut juga induksi dengan enumerasi simpel.
b) Dalam induksi luas (ampliatif) kesimpulan mengambil contoh-contoh sebagai sampel klas dan membuat generalisasi dari sifat-sifat khas sampel itu ke sifat-sifat khas klas.
2. William Ockham beranggapan bahwa prinsip induksi memerlukan asumsi keseragaman kodrat. Dan ini pada gilirannya memerlukan ide Allah.
3. Francis Bacon ingin membuat induksi menjadi metode semua ilmu. Ia mengetengahkan pengorganisasian tabel contoh (tabel kehadiran dan kealpaan). Maksudnya, meniadakan yang tidak esensial dan yang tidak relevan. Lambat laun muncul kesimpulan umum. Bacon percaya bahwa jika koleksi contoh-contoh sudah tuntas, metode ini tidak dapat mencapai kebenaran. Ia mengritik induksi enumeratif. Sebagai gantinya ia menganjurkan metode eksperimental. Metode ini menggabungkan induksi ampliatif dan enumeratif; dan menggunakan contoh-contoh positif dan negatif guna mengisolasikan sebab sebuah fenomen.
4. John Stuart Mill mengganggap induksi sebagai satu-satunya bagian logika yang menghasilkan pengetahuan. Ia mengembangkan tabel-tabel contoh dari Bacon menjadi kanon-kanon induksi. Dengan mengkorelasikan contoh-contoh yang positif dan negatif dengan hadir atau tidak hadirnya fenomen, Mill menegaskan bahwa sebab-sebab fenomen dapat diisolasikan. Kanon-kanon atau metode-metode itu dinamakan Metode Persesuaian, Metode Perbedaan, Metode Persesuaian dan Perbedaan, Metode Vartasi Konkomitan, dan Metode Residu. Dengan bercermin pada kesediaan kita untuk membuat generalisasi dari pengalaman-pengalaman ini kepada hukum-hukum, Mill menganjurkan agar kita menggunakan prinsip ketidakseragaman kodrat. Dengan begitu penalaran induktif bagi Mill dipahami sebagai semacam silogisme, yang prinsip ketidakseragaman kodratnya merupakan premis maior yang disembunyikan. Sebagian menemukan sirkularitas (lingkaran setan) di dalam penalaran Mill. Alasannya, prinsip ketidakseragaman sendiri mesti dikokohkan oleh induksi.
5. Whewell menyumbangkan istilah koligasi kepada literatur tentang induksi. Ia menekankan pentingnya — melawan Bacon dan juga Mill — perbuatan memandang fakta-fakta sebagai suatu kebersamaan atas cara tertentu. Koligasi (keterkaitan) muncul dalam proses pengolahan data sebagai alat untuk memahami cara keterkaitannya. Dalam arti ini, koligasi mirip hipotesis, atau proses abduksi dari Peirce.
6. Jevons mengganggap induksi tidak Iain daripada deduksi terbalik.
7. Peirce membedakan tiga macam penalaran. Ketiga macam penalaran ini berkaitan erat dan saling melengkapi. Yang berbeda dengan deduksi adalah induksi dan abduksi. Dengan induksi Peirce maksudkan penalaran ampliatif (generalisasi dari suatu sampel ke kualitas suatu klas). Dengan abduksi dimaksudkan pengkonstruksian sebuah hipotesis yang sangup menjelaskan fenomen. Contoh: Fakta C yang menarik diamati, tetapi jika h (hipotesis) benar, C bukanlah sesuatu yang menarik. Maka, h menpunyai probabilitas tertentu untuk benar.
8. W.E. Johnson berpendapat bahwa penalaran-penalaran induktif berdasarkan kualitas dan ditandai probabilitas.
9. Analisis-analisis induksi telah berkembang secara mengagumkan pada abad ke-20 ini. Induksi dan teori probabilitas bersatu padu. Mungkin dalam kairan ini Carnap yang paling menonjol dari yang Iain-Iain. Dia memusatkan logika induktif seputar konsep derajat konfirmasi, salah satu pusat yang mungkin bagi pengembangan teori probabilitas. Carnap menemukan lima macam penalaran inti:
a) Penalaran langsung, dari populasi ke suatu sampel (dari frekuensi suatu sifat di dalam populasi itu ke frekuensinya di dalam suatu sampel);
b) Penalaran prediktif, dari satu sampel ke sampel lain, yang tidak bertumpang tindih dengan yang pertama;
c) Penalaran analogis, dari satu individu ke individu lain berdasarkan persamaan keduanya yang diketahui;
d) Penalaran terbalik, dari suatu sampel ke populasi;
e) Penalaran universal, dari suatu sampel ke suatu hipotesis tentang forma universal.
10. Induksi matematis kelihatannya mengkombinasikan segi-segi induksi ampliatif dan enumeratif. Kekuatannya terletak pada sifat terkendali seri-seri matematis. Jika orang dapat membuktikan bahwa sifat p dari bilangan tertentu n juga sifat dari n + 1 tidak lain karena n + 1 merupakan terusan n, dapatlah disimpulkan bahwa p adalah sifat setiap bilangan.
11. Braithwaite mengemukakan bahwa tidak terdapat lingkaran setan di dalam problem induksi, karena gerakannya dari keyakinan kepada keyakinan rasional.
Incoming search terms:
- definisi induksi
- tes induksi