FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MOBILITAS

By On Saturday, November 22nd, 2014 Categories : Bikers Pintar

Dari pengamatan sehari-hari dapat diketahui bahwa hanya makhluk hiduplah yang dapat bergerak. Para ahli pikir mengatakan bahwa hakikat hidup itu gerak. Makhluk yang hidup bergerak dari keadaan yang belum sempurna ke keadaan yang (lebih) sempurna, misalnya dari benih menjadi bibit dan berkembang menjadi pohon. Makhluk hewani mempunyai lingkup gerak yang lebih tinggi tingkatannya daripada makhluk nabati. Berkat nalurinya yang sensitif binatang di daratan dan lautan dan unggas di udara bergerak mencari makanan di tempat dan ruangyangberbeda lokasi. Makhluk insani memiliki daya gerak tersendiri berkat cita, rasa dan karsa yang khas padanya. Manusia sebagai makluk sosial sanggup membangun ruanghidup bersama masyarakat. Manusia dapat membuat alat-alat untuk memperbaiki ruang pergaulannya dengan menggunakan pengalamannya dari masa lampau. Manusia tidak hanya mengatur dan menyempurnakan ruang hidup pada dimensi geografik dan kosmik, tetapi juga dalam skala sosio-budaya di mana diciptakan tangga-tangga serta lapisan-lapisan sosial untuk ditempati dan dihuni orang-orang menurut kedudukan (status) masing-masing. Manusia duduk dan bergerak dalam ruang geografik dan bersamaan itu juga dalam ruang hidup yang unik yang bentuk (struktur) dan isinya dibuat oleh manusia sendiri.

Mobilitas yang dilakukan manusia bermacam-macam. Dua di antaranya relevan dalam sosiologi: mobilitas sosial dan mobilitas geografik seperti telah disebut-sebut dalam uraian sebelumnya. Dari konstatasi hal-hal di atas penting pula untuk mencari jawaban atas pertanyaan berikut. Faktor-faktor manakah yang mendorong terjadinya mobilitas di dalam masyarakat? Dalam pertanyaan di atas pengertian mobilitas harus merangkum baik mobilitas sosial maupun mobilitas geografik (migrasi). Pertanyaan di atas dapat dirumus juga lebih sederhana: mengapa manusia suka berpindah?

Sesungguhnya jawaban yang memuaskan harus diperoleh dengan jalan mengadakan penelitian yang cermat atas semua bentuk perpindahan dan gerakan di dalam masyarakat. Penelitian demikian memakan waktu lama, membutuhkan tenaga peneliti yang benar-benar ahli, dan memakan biaya besar. Untuk mengambil jalan pintas kita akan menggunakan hasil-hasil pengamatan dari sejumlah ahli sosial dalam bidang ini. Sekurang-kurangnya faktor-faktor di bawah ini diakui sebagai faktor yang berpengaruh atas perpindahan manusia pada skala regional, nasional dan internasional.

  1. Status Sosial

Perpindahan yang bermotif mencari kedudukan yang lebih tinggi termasuk mobilitas sosial. Hal ini akan dibicarakan tersendiri di bawah. Di sini hanya akan diberi sekelumit pandangan. Setiap manusia yang masih bayi dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki orangtuanya. Dalam keadaan primordial ini tidak ada seorang pun dapat memilih statusnya sendiri. Status dipaksakan oleh keadaan untuk diterima, tak peduli kemudian hari ia senang atau tidak senang, harus menerima kedudukan ayahnya, yang misalnya seorang petani atau seorang buruh. Setiap orang menyandang nasib yang sama yakni bahwa ia tidak dapat memilih kualitas biologis dan sosiologis kedua orangtuanya sesuai dengan keinginannya sendiri. Sama halnya dengan kenyataan bahwa ia tidak dimintai persetujuannya apakah mau dilahirkan atau tidak. Baru kemudian setelah ia besar dan dapat menilai situasi dan kondisinya sendiri dan keluarganya, ia dapat menggunakan kebebasan yang ada padanya untuk menerima atau menolak nasib itu. Kalau ia tidak mau mene-rima kedudukan sosial yang diwariskan dan mau mencari kedudukan yang lebih tinggi ia harus memperhitungkan dua hal, yaitu bakat kemampuannya sendiri dan jalan yang sesuai dengan bakatnya untuk ditempuh melewati jenjang-jenjang sosial (vertikal) menuju pada strata kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apakah maksud itu akan tercapai tergantung pula pada kesanggupannya memenuhi serentetan syarat yang ditentukan oleh masyarakat. Kenyataan membuktikan, bahwa tidak sedikit anak yang berhasil meraih kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada kedudukan orangtuanya.

  1. Keadaan Ekonomi

Banyak orangyangtanpakesalahannya sendiri hidup dalamkeadaan ekonomi yang serba kurang, karena daerah yang ditempatinya menjadi tandus akibat habisnya sumber-sumber nafkah yang sangat diperlukan. Ada juga daerah-daerah yang semula subur namun kemudian menjadi tandus akibat kesalahan manusia sendiri yang tanpa berpikir panjang menggunduli hutan yang sesungguhnya merupakan sumber pengairan. Akibat buruk yang tidak dapat dielakkan adalah gagalnya panen segala jenis hasil pertanian; dan kemiskinan menimpa. Penduduk yang tidak mau menerima nasib malang itu berpindah tempat, ke kota-kota besar (gejala ini dinamakan urbanisasi) atau ke daerah-daerah lain (bermigrasi). Masalah migrasi dengan jenis-jenisnya dan masalah urbanisasi akan dibahas dalam uraian tersendiri.

  1. Situasi Politik

Dapat terjadi penduduk suatu negara tidak betah tinggal di negara sendiri, walaupun tanah air mereka subur dan sanggup menjamin hidup yang cukup baik. Rasa tidak krasan ini dikarenakan adanya sistem politik yang tidak mereka setujui. Keadaan demikian dapat terjadi pada masa pergantian pemerintah lama dengan pemerintah baru. Pemerintah baru memerintah negara dengan ideologi (sistem) politik yang dinilai oleh sebagian penduduk yang menentangnya mustahil dapat mendatangkan kesejahteraan rakyat baik jasmani maupun rohani. Sebaliknya yang akan terjadi di bawah rezim itu, mengingat filsafat yang diikutinya, misalnya hilangnya kebebasan warga negara, penganiayaan dan pembunuhan semua golongan yang menentang. Akibat yang muncul ialah teijadinya fakta sosial yang disebut pengungsian bangsa-bangsa seperti Vietnam, Jerman Timur dan Polandia.

  1. Motif-motif Keagamaan

Perpindahan penduduk yang bermotif keagamaan berupa mobilitas geografik (migrasi) dan mobilitas sosial, dalam arti berpindah agama. Fakta-fakta sejarah maupun fakta-fakta aktual membuktikan adanya migrasi karena alasan keagamaan. Motif keagamaan yang pertama untuk bermigrasi bagi pemeluk-pemeluk agama muncul dari perintah agama yang mereka sadari sebagai kewajiban untuk menyebarluaskan agamanya kepada bangsa-bangsa di benua-benua yang belum mengenalnya. Dengan kata lain migrasi tersebut mempunyai alasan misi atau dakwah. Umat Kristen di negara-negara Eropa, misalnya, mengirimkan putra-putrinya yang terbaik ke daerah-daerah misi di luar Eropa. Emigrasi atas dasar misioner itu sering beijalan sejajar dengan penjajahan politik yang dilakukan oleh negara penjajah. Namun setelah zaman kolonialisme berakhir, ternyata gerakan misioner tidak berhenti.

Motif kedua berdasarkan alasan agama yang mendesak golongan agama berpindah meninggalkan tanah air dan kampung halamannya menuju tempat lain ialah adanya diskriminasi agama yang disertai pengejaran/pengusiran penganut-penganut agama yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat ditampilkan perpindahan pemeluk agama Hindu, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, ke gunung Bromo, dan pulau Bali, karena mereka tidak merasa aman di bawah kekuasaan baru yang beragama Islam. Contoh lain dari Eropa, sejumlah kaum Puritan (aliran keras dalam Gereja Anglikan) di Inggris pada abad ke-17, khususnya tahun 1630-1640, terpaksa beremigrasi ke Amerika karena di negara sendiri mereka tidak mendapat tempat hidup akibat adanya perintah raja Charles I yang menyuruh mereka keluar dari negaranya.18)

Motif ketiga berdasarkan agama, tetapi tidak disertai gerakan geografik ialah memeluk agama baru. Kejadian ini dapat kita saksikan di mana-mana. Dorongan untuk meninggalkan agama lama dan memeluk agama baru belum diselidiki secara tuntas. Adanya paksaan fisik atau moral dari pihak penganut agama lain terhadap anggota-anggota baru kiranya merupakan hal yang luar biasa. Kej adian yang lebih umum ada-lah perpindahan agama lewat informasi biasa. Satelah mendengar informasi orang-orangyang bersangkutan merasa tertarik kepada agama baru tersebut, karena status kemanusiaannya sebagai orang beragama dianggapnya lebih tinggi. Secara subj ektif mereka melihat agama baru itu mempunyai ajaran lebih tinggi dan di sampingpemeluk-pemeluk agama baru dinilai mempunyai kebudayaan yang lebih tinggi seperti ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju. Contohnya, bangsa-bangsa Eropa Utara memeluk agama Kristen (dalam abad pertengahan), sebagian suku bangsa Afrika masuk Kristen atau Islam, sebagian suku bangsa India yang memeluk agama Hindu masuk agama Islam, di Indonesia sebagian besar pemeluk agama Hindu Budha masuk agama Islam.

  1. Faktor Kependudukan (Demografi)

Pertambahan penduduk yang pesat mengundang munculnya dua variabel yaitu menyempitnya tempat pemukiman di suatu daerah di satu pihak dan kemiskinan di lain pihak. Keadaan demikian mendorong sebagian penduduk yang tidak mau menerima situasi meninggalkan daerah tempat tinggalnya atau tanah airnya dan mencari daerah pemukiman baru. Jenis perpindahan ini termasuk mobilitas geografik. Ciri- cirinya sama dengan fenomena emigrasi atau transmigrasi yang bermotif mencari keadaan ekonomi yang lebih baik. Contohnya: kepadatan penduduk di pulau Jawa dan Bali, kepadatan penduduk di Jepang.

  1. Keinginan Melihat Daerah Lain

Apabila keinginan melihat daerah lain itu dikuasai oleh jiwa (mentalitas) mengembara, biasanya kuantitas mobilitas agak terbatas pada orang-orang atau suku bangsa tertentu. Suku Minangkabau dan suku Batak misalnya, sering dikatakan memiliki jiwa petualangan. Ada semacam naluri yang hidup di dalam jiwa pemuda Minang dan Batak untuk merantau ke daerah lain, atau melihat kehidupan di kota lain, sebelum mereka menjalankan pekeijaannya di tempat yang tetap. Jikalau kepergian ke daerah lain itu dikuasai oleh maksud mencari hiburan, mobilitas itu digolongkan dalam kategori turisme. Orang atau kelompok yang bersangkutan pergi ke daerah atau negara lain untuk menikmati keindahan alam atau seni budaya bangsa lain. Fenomena turisme berkembang pesat berkat adanya alat komunikasi modern, dan menimbulkan masalah tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus.

Ada bentuk mobilitas lain lagi yang sifatnya juga hanya sementara, yang disebut ziarah, yaitu bepergian menuju ke tempat suci atau keramat. Jikalau ziarah itu bermotif murni keagamaan, ziarah itu termasuk ziarah keagamaan. Misalnya umat Islam yang pergi ke Mekah untuk menunaikan kewajiban agama. Tetapi, bepergian ke tempat-tempat keramat tanpa motif keagamaan, misalnya hanya karena berekreasi atau ingin tahu, tidak dapat disebut ziarah keagamaan. Contohnya, rombongan orang yang pergi ke makam Bung Karno di Blitar, atau ke makam “Embah Junggo” di lereng gunung Kawi, lebih merupakan wisata daripada ziarah. Tetapi apa pun namanya, mobilitas jenis itu bukannya tidak menimbulkan masalah. Bahkan ziarah dengan motif keagamaan yang murni pun menimbulkan banyak kesulitan antara lain yang berhubungan dengan pengangkutan, pembiayaan, keamanan, kesehatan, tempat penampungan dan sebagainya.

Segala hal ihwal yang menyangkut mobilitas jenis mana pun dan dengan motif apa pun perlu diperhatikan secara serius oleh banyak pihak: pihak yang berkepentingan sendiri, tempat (lokasi) yang menjadi sasaran instansi pemerintah atau swasta yang membantu mengurusi kelancaran perjalanan pihak pertama. Pihak lain adalah orang-orang yang hendak menarik keuntungan dari seluruh kegiatan itu baik dengan jalan mengkomersialkan secara wajar maupun tidak wajar. Hal- hal tersebut tidak hanya berlaku pada seluruh kompleks kegiatan sekitar mobilitas geografik tetapi juga pada mobilitas sosial.

Incoming search terms:

  • faktor pendorong mobilitas sosial
  • faktor pendorong mobilitas
  • contoh faktor pendorong mobilitas sosial
  • faktor pendorong mobilitas penduduk
  • faktor pendorong terjadinya mobilitas sosial
  • faktor pendorong mobilitas sosial beserta contoh
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MOBILITAS | ADP | 4.5