KETENTUAN PERCERAIAN MENURUT AGAMA NON ISLAM
Dari yang mengetahui bidangnya diperoleh keterangan bahwa Agama Hindu Bali adalah kombinasi dari Agama Hindu dan Adat istiadat Bali. Dalam Kitab/Sastra” tertulis bahwa perceraian itu tidak aibenarkan. Menurut Hukum Hindu perkawinan untuk hubungan yang kekal. Namun demikian tidak berarti perceraian jtu dilarang kalau kemudian mungkin timbul hal-hal yang tidak diharapkan yang mengakibatkan putusnya perceraian. Agama Kristen Katholik melarang terjadinya perceraian sedangkan Agama Kristen Protestan mengenal kemungkinan terjadinya perceraian. Hal ini tercermin dalam sumpah atau janji pada saat pemberkatan perkawinan yang dilakukan di Gereja.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas UU No. 1 Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya menentukan bagi suami istri yang tidak beragama Islam yang akan bercerai harus mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di daerah hukum tergugat jika tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap atau tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gagatan diajukan pada Pengadilan Negeri di tempat kediaman penggugat. (Pasal 39 541 UU. No. 1 Tahun 1974, Pasal 63 ayat 1 UU. No. 1 Tahun 1975, Pasal 10 dan 14 PP No. 5 Tahun 1979).
KETENTUAN PERCERAIAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974
Dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974 peraturan tentang perceraian terdapat dalam pasal 38 sampai pasal 41. Sedangkan pasal 2 ayat 1 menentukan syahnya perkawinan dan putusnya perkawinan menurut hukum masing-masing Agama dan kepercayaannya (Perceraian merupakan salah satu hal yang mengakibatkan putusnya perkawinan). Perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan K^tuhanan Yang Maha Esa.
Alasan yang dapat dijadikan landasan perceraian menurut penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal 19 Peraturan Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain, tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman lima tahun atau yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami istri. 6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.