KETENTUAN TERTULIS MENGENAI PENGANGKATAN ANAK
1. Statblaad 1917 No. 129 mengatur pengangkatan anak yang diatur dalam Bab II Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei 1919. Mula-mula berlaku untuk Jawa dan Madura serta beberapa daerah luar Jawa dan Madura, seperti daerah Sumatera Barat, Tapanuli, Bengkulu, Sumatera Timur, Manado, Sula-wesi, Ambon, Ternate dan Timor. Kemudian mulai 1 maret 1925 berlaku untuk seluruh Indonesia. Di dalam pasal-pasal tersebut diatur mengenai siapa yang boleh diadopsi (calon anak angkat) dan yang boleh melakukan adopsi (calon orang tua angkat), akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan anak serta pembatalan adopsi.
Calon orang tua angkat harus laki-laki yang beristeri, tidak mempunyai keturunan laki-laki, harus ada ijin dari isteri, seorang janda yang tidak menikah lagi jika suaminya tidak meninggalkan wasiat yang melarang isterinya melakukan pengangkatan anak diperbolehkan mengangkat anak.
Calon anak angkat, harus anak laki-laki belum beristeri tidak mempunyai anak serta belum pernah menjadi anak angkat. Perbedaan usia anak angkat dengan ayah angkat minimal 18 tahun dengan calon ibu angkat minimal 15 tahun. Jika anak yang akan diangkat berasal dari anggota keluarga angkat, anak yang akan diangkat harus mempunyai derajat keturunan yang sama dengan derajat keturunan karena kelahiran sebelum dia menjadi anak angkat.
Syarat yang harus dipenuhi dalam mengangkat anak adalah :
a. Ada persetujuan dari orang yang mengangkat anak dan orang tua kandungnya dengan ketentuan :
1) Bila yang diangkat anak merupakan anak sah diperlukan persetujuan orang tua kandungnya.
2) Bila anak yang diangkat adalah anak di luar nikah, perlu persetujuan orang tua yang mengakuinya. Jika tidak ada yang mengakuinya atau kedua orang tua yang mengakui sudah meninggal, maka harus ada persetujuan dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan.
3) Bila anak yang akan di-adopsi telah mencapai usia 15 tahun, diperlukan persetujuan anak yang bersangkutan.
4) Bila diadopsi dilakukan oleh seorang janda, maka persetujuan diperlukan dari pihak saudara laki-laki yang telah dewasa dan ayah suaminya yang telah meninggal dunia. Kalau orang yang diminta persetujuan cukup dari dua anggota keluarga laki-laki yang telah dewasa yang berada di Indonesia dari pihak ayah suami yang telah meninggal sampai derajat keempat. Kalau persetujuan dari yang disebutkan di atas tidak dapat persetujuan cu-kup dengan izin dari Pengadihn Negeri, dalam wilayah . hukum yang akan mengangkat anak bertempat’tinggal. Jika orang yang. harus menyetujui berdiam di luar wilayah Pengadilan yang berwenang, maka Pengadilan dapat melimpahkan pemeriksaan itu kepada Kepala pemeriksa setempat, pejabat tersebut harus menyampaikan berita acara pemeriksaan kepada pengadilan Negeri yang bersangkutan.
b. Pengangkatan anak harus dilakukan dengan akata notaris. Pihak yang akan mengangkat anak menghadap sendiri atau melalui wakil khusus yang dikuasakan dengan akta notaris. Persetujuan penyerahan anak oleh pihak yang bersangkutan harus dinyatakan dalam akta pengangkatan dan dicatat dalam tepi akta kelahiran dari anak yang diangkat. Jika tidak dicatat tentang adopsi ditepi akta kelahiran, tidak dapat digunakan untuk menyangkal pengangkatan anak.
Akibat hukum dari pengangkatan anak adalah :
1) Anak yang diangkat sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkatnya.
2) Anak yang diangkat memperoleh nama dari Bapak angkatnya.
3) Anak yang diangkat menjadi ahli waris orang tua angkatnya.
4) Anak yang diangkat putus segala hubungan keperdataan dengan orang tua kandungnya dari keluarga sedarah semenda kecuali terhadap : derajat keluarga sedarah semenda yang dilarang untuk kawin, ketentuan-ketentuan pidana yang didasarkan atas keturunan karena kelahiran, perhitungan biaya-biaya perkara dan penyanderaan pembuktian dengan saksi-saksi, bertindak sebagai saksi dalam pembuatan akta otentik.
Pengangkatan anak adalah batal bila anak yang diangkat adalah anak perempuan, pengangkatan anak tidak dilakukan dengan akta notaris, dan pengangkatan anak tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Kemudian dengan adanya dinamika masyarakat ketentuan Stb. 1917 No. 129 tersebut dianggap tidak sesuai lagi oleh Keputusan Pengadilan yang membolehkan anak wanita dijadikan anak angkat (Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 907.1963 P dan No. 558/0315, Penetapan Pengadilan Negeri Bandung No. 32/1970).
Kemudian pengangkatan anak Indonesia oleh masyarakat karena; tidak ada persyaratan untuk meng-angkat yang memberikan jaminan yang baik bagi kesejahteraan anak yang diangkat. Legalitas prosedur pengangkatan anak kadang-kadang diragukan oleh pemerintah negara lain yang warganya menyangkut Indonesia, maka Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran No. JHA I/I/2 tangal 24 Februari 1978 yang ditujukan kepada semua notaris Wakil notaris sementara dan notaris pengganti di seluruh Indonesia, tentang prosedur pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh orang asing.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. JHA 1/1/2, tanggal 24 Februari 1978, pengangkatan anak warga Negara Indonesia oleh orang asing hanya dilakukan dengan suatu penetapan Pengadilan Negeri dan tidak dibenarkan jika pengangkatan anak dilakukan dengan akta notaris yang dilegalisasi oleh Pengadilan Negeri 4. dan yang menjadi syarat untuk memohon pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh orang asing adalah :
a. Permohonan tersebut harus diajukan di Pengadilan Negeri Indonesia di mana anak yang akan diangkat berempat tinggal.
b. Pemohon harus berdiam atau ada di Indonesia.
c. Pemohon beserta isteri harus menghadap sendiri di hadapan hakim, supaya hakim memperoleh keyakinan bahwa pemohon betul-betul cakap dan mampu untuk orang tua angkat.
d. Pemohon beserta isteri berdasarkan peraturan perundang-undangan negaranya diperbolehkan untuk mengangkat anak.
Surat Edaran Menteri Sosial 7 Desember 1978.
Sehubungan dengan seringnya dimintakan pendapat dari kepala KantorWilayah Departemen Sosial sebagai bahan penetapan Pengadilan Negeri dalam urusan pengangkatan anak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Batas usia anak yang diangkat tidak lebih dari 5 tahun.
b. Usia calon orang tua angkat tidak lebih dari 50 tahun.
c. Anak yang diangkat harus jelas asal-usulnya.
d. Harus ada persetujuan tertulis dari orang tua kandung yang dikuatkan oleh saksi. Ada bukti tanda persetujuan instansi yang berwenang dari negara asal bahwa calon orang tua angkat adalah betul-betul telah disetujui untuk mengadopsi dalam keadaan mampu material dan mampu secara sosial.
Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 7 April 1979 No.2 th. 1979 yang ditujukan kepada Ketua/ Wakil Ketua pengadilan Tinggi, Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia yang memuat petunjuk dalam menerima, memeriksa dan memutuskan permohonan-permohonan pengangkatan anak warga negara Indonesia dan pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh seorang warga negara asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Surat permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, baik tertulis maupun lisan, dan ditandatangani sendiri oleh pemohon atau kuasanya. Dalam surat permohonan harus diuraikan dasar pengajuan permohonan pengesahan pengangkatan anak untuk kepentingan si anak angkat.
b. Pemeriksaan di muka sidang hendaknya didengarkan langsung oleh calon orang tua angkat, kerabat anak yang akan diangkat, bila dianggap perlu juga didengar Ketua Adat, Lurah atau RT, orang tua kandung/Yayasan Sosial asal anak angkat, calon anak angkat (kalau dia sudah besar, saksi ahli yang
bergerak di bidang sosial, pihak imigrasi, pihak kepolisian bila dianggap perlu. c. Memeriksa dan meneliti alatalat bukti yang jadi dasar permohonan atau pertimbangan putusan pengadilan yaitu : akte, surat keterangan, surat resmi tentang pribadi orang tua angkat warga negara asing yang meliputi surat nikah, surat lahir, surat keterangan kesehatan, surat keterangan pekerjaan dan penghasilan calon orang tua angkat, ijin untuk mengangkat anak Indonesia dari Instansi yang berwenang di negara asal, surat penelitian/keterangan dari instansi atau lembaga sosial yang berwenang di negara asal calon orang tua angkat yang sudah didaftar dan dilegalisasi KBRI di negara asal.
5. Dalam Pasal 12 Undangundang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak yang dijadikan motif untuk mengangkat anak adalah untuk kepentingan kesejahteraan anak yaitu :
a. Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan ke-sejahteraan anak.
b. Kepentingan kesejahteraan anak yang termasuk dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
c. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dengan pertimbangan :
Anak merupakan potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya, diharapkan mampu memikul tanggung jawab sebagai generasi penerus. kesejahteraan anak belum seluruhnya dapat dilaksanakan, karena dalam masyarakat kita terdapat anak yang mengalami hambatan kesejahteraan. Kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, hanya dapat dilaksanakan de-ngan menjamin kesejahteraan anak. Pengangkatan anak di Indonesia yang dilakukan antar warga negara atau yang di-lakukan oleh orang asing pernah menimbulkan ekses yang buruk seperti terjadinya penculikan anak, kemudian anak tersebut diperjual belikan kepada keluarga asing yang menginginkannya melalui proses pengangkatan anak. Bahkan sempat terjadi pembatalan pengangkatan anak oleh Peng-adilan Negeri Jakarta terhadap keputusan No. 551/81 G, yaitu pengangkatan anak yang bernama Kurniati alias Mijah oleh keluarga Belanda: Peter de Rest melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 2357/1980. Untuk menghindari terulangnya kejadian semacam itu peme-rintah mengeluarkan Surat Keputusan dari Direktur Jenderal Rehabilitasi dan P£layanan Sosial Departemen Sosial Rl No. Kep.004/RPS/l/82 dengan menertibkan Yayasan yang ber^ kecimpung di bidang pemeliharaan anak Yatim piatu atau anak terlantar, tidak begitu saja dapat melakukan pengangkatan anak yang hanya membolehkan 5 yayasan untuk melakukan kegiatan pengangkatan anak yaitu : Yayasan Sayap Ibu di Jakarta, dan cabangnya di Yogyakarta, Yayasan Pembina
Asuhan Bunda di Bandung, Yayasan Bala Kesefamatan Matahari Terbit di Jawa Timur, dan Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Surabaya.
6. Kemudian tanggal 30 September 1983 dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 yang merupakan penyempurnaan surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979 dengan syart pengang-katan anak diperkuat yaitu : Dalam pemeriksaan permohonan pegnesahan pengangkatan anak harus dihadiri oleh pemohon.
Untuk adopsi antar warga negara Indonesia persyaratan bagi calon orang tua angkat yaitu :
a. Bisa mengangkat anak tersebut langsung dari orang tua kandungnya.
b. Orang tua angkat bisa suami isteri atau mereka yang belum pernah kawin.
Dan untuk calon anak angkat yaitu : Calon yang berasal dari yayasan sosial harus dilampirkan surat ijin tertulis Menteri Sosial yang dinyatakan bahwa anak tersebut diserahkan untuk diangkat.
Untuk pengangkatan anak warga negara asing oleh warga negara Indonesia, calon orang tua angkat harus berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia minimal 3 tahun, harus ada ijin tertulis dari Metneri Sosial/ Pejabat yang ditunjuk untuk mengadopsi anak Warga Negara Indonesia, dilakukan oleh suami isteri dalam ikatan perkawinan yang sah sedangkan calon anak angkat harus berasal dari Yayasan Sosial serta usia maksimal adalah 5 tahun; yang memiliki ijin dari Departemen Sosial dan anak tersebut harus memiliki penjelasan tertulis dari
Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diijinkan untuk diangkat sebagai anak angkat.
Hukum Islam melarang adanya pengangkatan anak, bisa kita perhatikan Surat Al Ahzab ayat 4 dan 5 serta Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan HR. Bukhari. Rasulullah SAW pernah mengambil anak angkat menurut tradisi masyarakat pada waktu itu mengangkat Zaid Ibnu Haritsah, dimasukkan sebagai anggota suku bangsa Quraisy, dan dipanggil dengan nama Zaid Ibnu Muhammad, Allah tidak membolehkan lalu turun ayat tersebut di atas yang artinya : yang demikian itu hanyalah perkataanmu yang kamu ucapkan saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya, dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Al Ahzab, 4). Panggillah mereka itu dengan nama bapak-bapak mereka sedangkan itu lebih adil di sisi Allah, sekiranya kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka mereka itu adalah saudara-saudara kamu seagama dan manusia-manusia di tanganmu. Dan tidaklah berdosa kamu dalam soal-soal yang keliru mengenainya, akan tetapi bukan yang kami sengaja dengan hati melakukannya dan Allah Pengampun lagi Penyayang. (Q.S. Al Ahzab, 5). Se-dangkan Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut : “Barang siapa yang mendakwakan dirinya sebagai anak dari seseorang yang bukan Ayahnya, maka kepadanya ditimpakan laknat-laknat Allah dan para malaikat dan manusia seluruhnya. Dan kelak pada hari kiyamat Allah tidak menerima amalan-amalannya, baik yang wajib ataupun yang sunnah”. (HR. Bukhari).
1. Pengangkatan anak adalah melakukan perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan seperti anak dengan orang tua kandungnya. Macam motif, serta pengakuan dari orang tua angkatnya/kerabat orang tua angkatnya mempunyai peran penting dalam menentukan ada tidaknya hubungan kekeluargaan antara mereka, yaitu : Hak untuk saling memelihara, hak untuk saling menapatkan nafkah, hak untuk memakai nama dan harta keluarga, hak untuk saling mewakili, bahkan sampai hak untuk saling mewarisi, larangan saling mengawini.
2. Ketentuan pengangkatan anak yang terdapat dalam hukum adat bervariasi, ada daerah yang mengharuskan pengangkatan anak dengan cara dan syarat serta upacara tertentu yang menandai putusnya hubungan kekeluargaan antara anak dan orang tua kandungnya dan ada pula yang tidak menentukan syarat khusus tersebut 4. yang berakibat ada dan tidak adanya hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya dan kerabat orang tua angkatnya.
3. Ketentuan tertulis tentang pengangkatan anak dalam bentuk undang-undang sampai kini belum ada. Ketentuan tertulis yang ada yaitu Statblaad 1917 No. 129, Surat Edaran Mahkamah Agung No. JHA I/I/2, 24 Februari 1978, Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 th. 1979 tanggal 7 April 1979, Surat 5. Edaran Mahkamah Agung No.6
tahun 1983, Peraturan Menteri Sosial No. 13 tahun 1981, Keputusan Dirjen Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial No. 004/RPS/ I/82 yang mengatur bahwa :
a. Pengangkatan anak bisa dilakukan oleh pasangan suami isteri, janda yang tidk kawin lagi, atau orang yang dianggap sudah dewasa walaupun belum berkeluarga. Usia calon ibu angkat lebih tua 15 tahun, usia calon ayah angkat lebih tua 18 tahun dari anak yang diangkat, dan batas usia anak yang diangkat 5 tahun. Harus ada persetujuan antara orang tua kandungnya dan calon orang tua angkatnya, atau yayasan asal anak yang akan diangkat.
b. Ditetapkan melalui Keputusan Pengadilan Negeri tempat anak angkat berdomisili.
c. Proses persidangan penetapan pengangkatan anak harus dihadiri langsung oleh calon orang tua angkat, keluarga calon anak angkat, ketua adat, saksi ahli, imigrasi, kepolisian, yayasan sosial asal calon anak angkat.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 yang mengatur pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dalam pelaksanaannya bisa menghambat, karena harus diperoleh izin dari Departemen Sosial. Mengingat permintaan izin ini prosedurnya berbelit-belit, walau di sisi lain ketentuan tersebut cukup baik, namun diperlukan koordinasi antara departemen terkait dalam penanganan pengangkatan anak ini.
Ketentuan Hukum Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist yaitu surat Al Ahzab ayat 4 dan 5 serta hadist riwayat Bukhari, perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri yang menyebabkan putusnya hubungan kekeluargaan antara anak-angkat de-ngan *orang tua kandungnya terlarang. Bagi yang beragama Islam yang ingin melaksanakan ketentuan syariat Islam dengan baik hendaknya berhati-hati dalam melakukan pengangkatan anak, jangan sampai memutuskan hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya.