LEGITIMACY (LEGITIMASI) ADALAH

By On Wednesday, March 24th, 2021 Categories : Bikers Pintar

Teori “kewajiban politik”.

Legitimacy (legitimasi) adalah “Keabsahan” tatan­an sosial atau politik, keabsahan klaim du­kung politik, jelas merupakan tema yang sering muncul dalam teori politik, yang kerap dirumuskan dalam teori “kewajiban politik”. Pemikiran sosial abad ke-20, dan tradisi preskriptif dan normatif yang berkaitan dengan JusTIcE, kebebasan, kese­taraan, dan lain-lain, disibukkan oleh per­hatian terhadap legitimasi sebagai konsep empiris atau behavioral, yang menyatakan bahwa suatu rezim adalah “legitimate” apabila ia diyakini sah oleh penduduknya. Pemikiran ini, yang mengingatkan pada The Prince karya Machiavelli (1513), Dis­course on Voluntary Servitude karya La Boetie (1975) dan Reflection on Violence karya Georges Sorel (1906), sepanjang abad ke-20 didominasi oleh perbedaan klasik yang dibuat Max Weber (1921-2) antara “tiga tipe otoritas yang legitimate”. Legitimacy (legitimasi) adalah Kendati dominasi atau otoritas, seperti di­katakan Weber, mungkin didasarkan pada adat, kepentingan motif afektual atau “ni­lai-rasional”, sebuah tatanan yang aman biasanya dicirikan oleh keyakinan pada le­gitimasinya. Ini mungkin didasarkan pada tradisi, pada CHARISMA penguasa atau pada penerimaan “rasional” terhadap legalitas tatanan. Seperti halnya tipe ideal Weber lainnya, bentuk murni legitimasi dapat dijumpai dalam kombinasi ketiga tipe tersebut, namun untuk mengilustrasikan masing-masing tipe orang bisa menyebut contoh Saudi Arabia, Nazi Jerman, dan Swiss. Seperti dalam area kehidupan sosial lainnya, karisma cenderung “dirutinisasi­kan” (routinized) atau diobjektivikasikan (objectified), berkembang menjadi aturan tradisional atau konstitusional atau kom­binasi di antara keduanya.

Krisis legiti­masi. Legitimacy (legitimasi) adalah

Paradigma Weberian mendominasi ilmu politik Barat selama pertengahan abad ke-20. Paradigma ini memberi ke­rangka yang berguna untuk studi POLM­CAL CULTURE, meski para pengkritik menye­rang implikasi paradoks karena menurut mereka polisi rahasia dan propaganda dapat menghasilkan “legitimasi”, dalam pengertian “bebas-nilai”, bagi suatu rezim (Schaar, 1969; Pitkin, 1972, h. 280-6). Jiirgen Habermas dalam karya klasiknya (1973) menunjukkan bahwa masyarakat kapitalis maju mengalami “krisis legiti­masi” sebagai akibat dari penggantian ten­densi ke krisis ekonomi oleh krisis bidang kebijakan negara dan motivasi individual. Analisis Habermas, yang berbeda dengan analisis Weber, didasarkan pada konsep normatif di mana legitimasi rezim tergan­tung pada apakah orang-orang yang terli­bat di dalamnya akan mencapai kesepaka­tan berdasarkan diskusi yang bebas dan informatif (lihat Habermas, 1981; 1992). Perbedaan antara legitimasi dengan “loy­alitas massa” menjadi populer di dalam teori kritis (lihat FRANKFURT SCHOOL). Pada spektrum politik yang lebih konservatif, model legitimasi berdasarkan konstitusi dan prosedur formal lainnya (Luhmann, 1969) adalah model yang meneruskan sa­lah satu motif sentral Max Weber. Legitimacy (legitimasi) adalah Oposisi antara penekanan prosesual-konstitusion­al dan demokrasi-radikal ini mereda pada 1990-an sebagai akibat dua perkembang­an: ambruknya rezim sosialis dan peng­gantian, di beberapa negara, rezim sosialis dengan rezim demokratis; dan minat baru di kalangan radikalis dan sosialis Barat, terutama di Inggris dan Jerman, terhadap reformasi konstitusional. Abad ke-20 menyaksikan konsolidasi dari apa yang pada awal abad ke-20 ma­sih merupakan gagasan revolusioner, yakni bahwa legitimasi suatu rezim sangat ter­gantung pada dukungan mayoritas elekto­ral dari seluruh penduduk dewasa—meski hanya sedikit partai yang bisa mewujud­kan ide ini. Dalam pengertian yang lebih luas, ide bahwa seluruh AUTHORITY yang dijalankan atas penduduk mesti dijustifi­kasi dalam diskusi dan debat menjadi ide yang menonjol dalam praktik sehari-hari di banyak negara—terkadang bahkan di militernya. Pemimpin politik dan tokoh otoritatif lainnya kini lebih sulit meng­hindari konferensi pers dan wawancara pers untuk menjustifikasi kebijakan mer­eka, meski pakar public relations telah ma­kin ahli untuk mengubah “debat” menjadi ritual propaganda

LEGITIMACY (LEGITIMASI) ADALAH | ADP | 4.5