MAKNA LINGKUNGAN PEMUKIMAN
Bertolak dari pengalamannya sebagai tenaga ahli PBB sejak tahun 1961 sampai dengan 1964, Charles Abrams menyimpulkan bahwa masalah lingkungan kota, terutama didunia ketiga merupakan masalah yang kompleks. Nampaknya dengan pola perkembangan daerah perkotaan seperti dekade 1960-an, sampai abad ini belum akan ditemukan obat mujarabnya. Kesimpulan tersebut didadasarkan atas keterlibatannya dalam berbagai kasus penanganan masalah pemukiman diberbagai dunia. Ternyata bahwa untuk setiap tempat di setiap negara, masalah pemukiman yang tampak mukanya sama ternyata berbedabeda permasalahnya (Abrams, 1964). Oleh karena itu diperlukan pengenalan terlebih dahulu terhadap karakteristik suatu lingkungan pemukiman atau suatu pemukiaman akan didirikan. Kesimpulan dari Charles Abrams tersebut ternyata sekarang banyak dibenarkan oleh hasif-hasil penelitian berikutnya. Misalnya oleh hasil penelitian Gelbert terhacJap 3 kota di Arnerika Latin yaitu Valencia, Bogota, dan New Mexico. Intervensi pemerintah untuk memperbaiki lingkungan pemukiman di 3 kota tersebut ternvata b^rbeda satu dengan yang lain, walaupun atas dasar pendekatan yang sama yaitu community development (Gelbert 1984).
Pada saat ini pendekatan dibidang perencanaan dan perancangan kawasan kelihatannya masih banyak didasari oleh pertimbangan pada bidang-bidang tertentu seperti sosial, ekonomi, politik, hukum, fisik maupun halha! yang bersifat teknis. Belum banyak kegiatan dibidang perencanaan dan perancangan yang meniliti faktor perilaku manusia dalam pengaruhnya terhadap lingkungan fisik yang direncanakan. Perencanaan darl perancangan yang bertitik tolak dari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya adalah salah satu pendekatan yang dapat dikatakan masih dalam tahap awal (Gelbert, 1984). Oleh Gelbert dikalatan bahwa pendekatan prapelaksanaan pembangunan yang ditinjau dari aspek perilaku manusia merupakan studi yang langka. Lebih lanjut Gelbert mengatakan bahwa studi tentang pertimbangan manusia tersebut dapat berupa mengadakan pe. tin.bangan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang, lingkungan sosial dan kondisinya, kepercayaan yang dianut, kesiapan manusia dan menyongsong saat perancangan direalisir, dll. Beberapa tokoh yang merealisir dibidang ini antara lain Bakar (behavior setting), Wohlwil (interaksi manusia dengan lingkungannya), Rapaport (budaya dan lingkungan), dll.
Charles Adams (1984) mengatakan bahwa meskipun umat manusia tela mencapai kemajuan yang tiada taranya dalam bidang perindustrian, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, namun suatu tempat berteduh yang nyaman, sederhana dengan privacy dan perlindungan terhadap keganasan cuaca alam masih belum termasuk jangkauan dari kelayakan warga umat manusia. Demikian juga dikatakan Nasikun (1980) bahwa tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi, maka kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak semakin tinggi pula. Lebih lanjut dikatakan, semakin jenis pekerjaan bersifat permanen, maka kebutuhan seseorang akan pemukiman yang standard semakin tinggi.
Rumah kediaman adalah eksistensi diri penghuni dalam berinteraksi dengan jagad raya. Rumah bukan sekedar konsep bangunan fisik, maupun komoditi dengan standard persyaratan layak huni, tetapi lebih dari itu yaitu eksistensi diri dalam ruang dan waktu. Lingkungan pemukiman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tata letak rumah baik lay-out ruang maupun lingkungan sehubungan dengan normalisasi kali Semarang. Perubahan lingkungan pemukiman akan dikhususkan terhadap rumah di sepanjang bantaran kali Semarang yang sekarang ada. Alasannya adalah pemukiman yang tidak di-rencanakan secara terpadu dengan bangunan normalisasi kali Semarang, dikemudian hari dimungkinkan akan menimbulkan masalah. Masalah tersebut muncul karena pemukiman berada di bantaran kali Semarang ang oleh penghuninya dipertahankan untuk ditempat. Pertimbangan lain adalah, sisa rumah mau-pun lingkungannya dianggap masih layak untuk dihuni. Kelayakan yang dipersepsikan masyarakat secara sendiri-sendiri inilah yang menyebabkan masalah baru akan muncul di sepanjang bantaran kali Semarang.
Kesiapan Masyarakat
Hampir semua pengetahuan, ketrampilan kebiasaan, nilai-nilai sikap, tingkah laku, dan semua kemampuan manusia terbentuk, disesuaikan dan berkembang karena belajar (Depdikbud, 1982). Atas dasar pengertian tersebut, maka kesiapan masyarakat dalam merubah lingkungan pemukiman dapat dipelajari, dibentuk, disesuaikan, dan dikembangkan melalui pengalaman dari lingkungan dimana masyarakat tinggal. Kesiapan (readiness) menurut kamus Psikologi adalah suatu titik kematangan untuk S menerima dan mempraktekkan tingkah laku tertentu (Dali Gulo, 1983). Demikian juga Good (1987) mengartikan kesiapan adalah sbb : “Readiness is willingnes, desire and ability to engage in a given activity, depending on the learner’s level of matutity, previous experience, and mental and emotional set”
Dari batasan di atas menunjukkan bahwa kesiapan dapat diartikan sebagai kemauan, keinginan, dan kemampuan untuk mengusahakan suatu kegiatan tertentu dan ha! ini tergantung kepada tingkat kemasakan, pengalaman masa ialu, keadaan mental dan emosi. Pendekatan variabel kesiapan masyarakat dalam merubah lingkungan pemukiman digambarkan melalui indikator kemauan dan keinginan untuk meninggalkan kebiasaan lama, dan kemampuan dalam mensikapi fungsi yang sebenarnya dari jalan inspeksi, sehingga kemampuannya dapat terwujud melalui perubahan lingkungan pemukiman yang sehat.