MENGENAL SUKU BANGSA MINANGKABAU

By On Sunday, February 8th, 2015 Categories : Bikers Pintar

Sebuah nagari diperintah oleh lembaga penghulu (datuk) kampuang karena satu nagari terdiri atas beberapa kampung. Penghulu kampuang dibantu oleh karapatan adat nagari, yang terdiri atas ninik-mamak, ulama, dan cerdik pandai. Ulama yang mengatur masalah keagamaan biasa disebut malin adat, cerdik pandai dan pemikir disebut manti adat, sedangkan yang mengatur masalah keamanan dan ketertiban adalah dubalang. Selain merupakan kesatuan pemerintahan, nagari juga merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang mengurusi urusan rumah tangganya secara otonom, mulai dari masalah pertahanan dan keamanan sampai penentuan lauk-pauk bagi suatu perhelatan adat. Seperti kata pepatah, nagari haruslah bacupak bagantang, baadat balimbago, bataratak, bakapalo koto yang maksudnya “memiliki ukuran-ukuran baku untuk mengukur barang-barang kering dan cair, norma adat yang dirumuskan, perkampungan, dan pusat masyarakat. ” Segala persoalan yang timbul dibicarakan secara musyawarah di antara penghulu dan karapatan adat nagari. Tetapi nagari sekarang hanyalah lambang tradisional adat, karena dengan berlakunya UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, nagari tidak diakui sebagai wilayah dan kesatuan pemerintah lagi. Perlu diketahui bahwa istilah malin, manti, dan dubalang di atas lebih dikenal di daerah kelarasan Koto Piliang (luhak Agam) daripada kelarasan BodiChaniago (luhak Lima Puluh Koto).

Orang Minangkabau menarik garis keturunan menurut garis ibu (matrilineal). Seseorang yang lahir dalam satu keluarga akan masuk dalam kelompok kerabat ibunya, bukan kelompok kerabat ayahnya. Bagi seorang anak, kaum kerabat dari pihak ayahnya disebut bako. Seorang ayah berada di luar kelompok kerabat istri dan anak-anaknya. Menurut adat, seorang perempuan tidak meninggalkan rumah keluarganya setelah menikah. Sementara seorang laki-laki bila menikah tidak tinggal di rumah istrinya melainkan tetap tinggal dalam rumah keluarganya. Pada masa lalu suami mengunjungi istrinya pada malam hari saja dan ia diharapkan menggarap sawah milik istrinya. Pola menetap sesudah nikah seperti di atas dalam ilmu antropologi lazim disebut duolokal.

Tanggung jawab dalam rumah tangga istri lebih banyak di tangan ninik-mamak (saudara laki-laki ibu). Ia wajib mengurusi kemenakannya. dan mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan harta pusaka dan warisan. Hal yang sama juga menjadi peranan seorang suami di dalam keluarganya sendiri, yaitu mengawasi saudara perempuan dan kemenakankemenakannya. Namun pada masa sekarang, peranan ninik-mamak semakin kecil karena ia lebih cenderung untuk mengurusi istri dan anak-anaknya sendiri dan seorang suami pun lebih banyak berperan dalam rumah tangganya. Perubahan ini terutama terlihat pada keluarga Minangkabau di perantauan.

Apabila seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri (poligini), ia harus adil membagi waktu di antara istri-istrinya. Kalau terjadi perceraian, anak-anak hasil perkawinan tetap tinggal bersama ibunya. Seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan dari satu paruik disebut urang sumando, sedangkan keluarga si perempuan disebut pasumandan.

Perkawinan yang ideal adalah antara seorang lakilaki dan anak perempuan ninik-mamaknya. Salah satu pendorongnya adalah karena seorang anak merupakan tanggung jawab mamaknya yang menjadi kepala keluarga dalam sebuah rumah gadang. Biasanya yang menjadi mamak adalah saudara laki-laki tertua ibunya. Perkawinan juga banyak terjadi dengan kemenakan (anak saudara perempuan) perempuan ayahnya, atau dengan saudara perempuan ipar laki-lakinya. Dalam perkawinan sebenarnya tidak ada mas kawin dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Sebaliknya, kadang-kadang justru pihak perempuanlah yang memberi sejumlah uang atau barang yang biasa disebut uang jemputan kepada pihak laki-laki. Agaknya yang lebih penting bagi orang Minangkabau adalah pertukaran cincin atau keris antara dua keluarga yang bersangkutan.

Kelompok kekerabatan yang penting adalah paruik (perut), yaitu orang-orang yang berasal dari satu garis ibu dan mewarisi sebuah rumah gadang. Jadi bentuknya keluarga luas matrilineal yang bersifat genealogis. Sebuah paruik dipimpin oleh penghulu andiko atau kapalo paruik, yang dipilih oleh warga paruik lainnya. Kedudukan penghulu diwariskan kepada anak saudara perempuan. Penghulu memiliki gelar kehormatan dengan awalan datuk, dan ia disebut serta disapa dengan gelarnya itu. Sebuah paruik dapat dikatakan memiliki ciri-ciri sebuah corporate group, karena mempunyai pemimpin, mempunyai sejumlah harta (harato) dan harta warisan (pusako).

Sebuah paruik bisa sama dengan sebuah kaum tetapi bisa juga terdiri atas sejumlah kaum. Kaum adalah keluarga luas matrilokal yang dipimpin oleh mamak. Bayi yang baru lahir secara otomatis masuk sebagai warga kaum ibunya. Ayahnya hanyalah tamu tetap keluarga, yang biasa disebut semando. Segala persoalan dalam rumah tangga dipecahkan oleh mamak melalui miisyawarah (mufakat) dan dialah yang bertanggung jawab atas kemenakannya. Di beberapa wilayah yang termasuk kelarasan Bodi-Chaniago, istilah kaum sama maksudnya dengan istilah paruik.

Kelompok kekerabatan paling besar adalah suku yang dapat dipandang sebagai klen matrilineal dan tidak mutlak bersifat eksogam. Suku juga bukan kesatuan genealogis murni, karena seseorang bisa saja keluar dari suku asalnya dan masuk suku lain bila suku yang terakhir mau menerimanya. Secara otomatis memang seorang individu akan masuk suku ibunya. Perkawinan antara warga suku yang sama diizinkan asalkan tidak berada di bawah penghulu kaampek yang sama. Penghulu kaampek, yang terdiri atas cuk suku, bendaro, panglimo, dan kadi, adalah pejabat tertinggi dari sebuah suku. Suku juga tidak merupakan kesatuan tentorial, karena anggota suku tinggal menyebar di mana-mana. Ciri yang menunjukkan suatu suku adalah namanya. Di Minangkabau terdapat banyak suku, tetapi yang dianggap paling utama adalah empat suku, yaitu Koto, Piliang, Bodi, dan Chaniago. Keempat suku ini selalu dihubungkan dengan tokoh legendaris orang Minangkabau, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih nan Sabatang.

Kelompok kekerabatan yang dapat disebut bersifat genealogis sekaligus teritorial adalam kampueng.

Kampueng merupakan klen matrilineal yang mendiami suatu wilayah tertentu dalam, satu nagari dan mewarisi satu rumah adat. Jadi dalam satu nagari bisa terdapat beberapa kampueng. Di beberapa tempat kampueng bersifat eksogam karena adanya brangan kawin antara warga satu kampueng. Pemimpinnya disebut penghulu kampueng. Sebenarnya kampueng tidak berbeda dengan suku, kecuali dalam hal adanya wilayah tertentu; kampueng dapat dikategorikan sebagai klen kecil, sedangkan suku adalah klen besar.

Pada masyarakat Minangkabau yang cenderung egaliter dan demokratis, secara kasar ada pelapisan sosial yang hanya berlaku di beberapa daerah tertentu Pelapisan sosial dapat digambarkan melalui istilah-istilah kamanakan tali pariuk, kamanakan tali budi, dan kamanakan bawah lutuik. Yang pertama adalah keturunan langsung dari keluarga pendatang pertama pada satu wilayah, yang biasa disebut urang asa (orang asal). Yang kedua keturunan dari keluarga yang datang kemudian. Yang terakhir adalah orang yang menghamba kepada seluruh urang asa.

Agama Islam merupakan pedoman hidup yang utama di samping adat istiadat. Orang Minangkabau memiliki prinsip adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah, yang artinya “adat didasarkan pada syariat/ hukum agama dan syariat bersumber pada A1 Quran. ” Adat berfungsi untuk mengukuhkan ajaran agama Islam; agama mangato, adat memakai, artinya “agama mengatakan dan adat melaksanakan. ” Oleh sebab itu, upacara-upacara keagamaan yang diselenggarakan selalu berkenaan dengan hari-hari besar Islam, seperti hari raya Idul Fitri, Maulid Nabi, puasa, dsb. Pada masa lalu ada beberapa upacara tradisional yang cukup penting, seperti upacara tabuik yang diadakan di daerah pesisir untuk memperingati kematian Hasan dan Husain di padang Karabela, kekah upacara memotong rambut bayi untuk pertama kali, katam, upacara tamat mengaji ayat A1 Quran, dll. Di dalam organisasi kemasyarakatan ada jabatan adat yang khusus menangangi tugas-tugas keagamaan, misalnya kadi di tingkat desa, dan tuanku di sekolah agama.

Ada suatu ciri yang sangat menonjol pada orang Minangkabau, yaitu kecenderungan untuk pergi merantau keluar kampung halaman. Nasihat leluhuryang mengatakan a lam terkambang jadi guru menyarankan agar orang Minangkabau memperluas wawasannya ke dunia luar Tanah Minang. Kecenderungan ini diperkuat oleh proses sosialisasi anak laki-laki yang sejak kecil diajar untuk tidur di surau, lepas dari orang tuanya. Tradisi merantau ini sudah dilakukan berabad-abad lamanya.

Di perantauan, kebanyakan orang Minangkabau memilih jenis pekerjaan yang bersifat independen, tidak terikat birokrasi atau kekuasaan orang lain. Pekerjaan mereka yang menonjol adalah sebagai pedagang, pengusaha, dan profesi lain, seperti dokter, wartawan, dsb. Menurut kewajiban moral dan adat, bila telah berhasil di perantauan, mereka akan pulang ke kampung halamannya dengan membawa sesuatu, berupa harta kekayaan atau ilmu pengetahuan. Orang yang gagal di perantauan umumnya tidak berani pulang, karena akan mendapat malu dan sindiran. Adalah suatu kewajiban membangun kampung halaman bila seseorang telah berhasil. Keterikatan yang kuat dengan tanah kelahiran dapat dilihat dalam bentuk j pulang basamo (pulang bersama) yang kian tahun j loan meningkat pada hari-hari besar atau hari libur. | perantau yang tidak pulang lagi dan menetap di dae1 rah rantau, disebut perantau cino.

MENGENAL SUKU BANGSA MINANGKABAU | ADP | 4.5