MENGENAL SULTAN THAHA SYAIFUDDIN (1816-1904)
Sultan Jambi yang terakhir dan terbesar yang terkenal karena kegigihannya mengusir penjajah Belanda dari daerah kekuasaannya.
Thaha Syaifuddin yang berasal dari keluarga keraton Tanah Pilih, Kampung Gedang Jambi, dilahirkan pada pertengahan tahun 1816. Ayahnya, Sultan Fahruddin, taat menjalankan agama Islam. Berkat didikan keras ayahnya, ia menjadi muslim yang taat pula.
Sejak menginjakkan kakinya di Jambi, Belanda menjalankan praktik dagang yang merugikan rakyat Jambi. Dengan VOC-nya, mereka berhasil memonopoli perdagangan, bahkan memaksa penduduk Jambi melakukan kerja paksa. Mereka juga bermaksud me-rampas kekuasaan para sultan di Jambi. Sikap Belanda ini menimbulkan kebencian di hati Sultan Thaha. Setelah dinobatkan sebagai Sultan Jambi, dengan tegas ia menyatakan tidak bersedia mengakui kekuasaan Belanda di Jambi dan menolak diadakannya perundingan dengan pihak Belanda.
Melihat sikap Sultan yang anti-Belanda, pemerintah jajahan mengancam memecatnya dan mengasingkannya ke Batavia. Sultan tidak menghiraukan ancaman ini, bahkan mempersiapkan pasukan untuk melakukan serangan. Menyadari kegagalannya, Belanda kemudian mengajak Sultan berunding, tetapi tidak ditanggapi Sultan Thaha.
Sikap keras Sultan Thaha mendorong Belanda be-berapa kali mengangkat sultan baru sebagai tandingan. Namun sultan-sultan ini tidak diakui rakyat Jambi. Mereka hanya mengakui Sultan Thaha Syaifuddin sebagai sultan terakhir Kerajaan Jambi.
Karena Sultan Thaha tetap teguh memegang sikap permusuhannya, pada 25 September 1858 Belanda mengambil tindakan militer dengan mengerahkan pasukan dengan sekitar 30 buah kapal perang dan 800 tentara ke Muara Kumpeh. Pecah pertempuran selama dua hari dua malam. Keadaan yang kurang menguntungkan mendorong Sultan Thaha memindahkan pusat pemerintahannya yang terletak di dekat Muara Kumpeh ke Muara Tembesi.
Pada 1898 meletus pertempuran di Tanjung Gagak antara rakyat Jambi dan pasukan Belanda. Pada 1900- an meletus lagi pertempuran antara 1.800 prajurit pasukan Sultan Thaha dan sekitar 1.000 prajurit Belanda. Pasukan Sultan Thaha berhasil meraih keme- nangarV dalam pertempuran ini. Dalam usaha melumpuhkan perlawanan Sultan Thaha, Gubernur Jenderal menginstruksikan pembuatan jalan menuju Muara Tembesi, pusat pemerintahan Sultan Thaha. Selain itu, mereka mengumpulkan segala informasi yang berkaitan dengan daerah Jambi.
Setelah informasi tentang Muara Tembesi dan Jambi terkumpul dan pembuatan jalan selesai, pasukan Belanda menyerbu Muara Tembesi pada sekitar awal 1902. Rakyat mengadakan perlawanan di seluruh Jambi di bawah pimpinan Sultan Thaha. Pertempuran ini berlangsung bertahun-tahun. Perlawanan rakyat Jambi mulai menurun setelah Sultan Thaha gugur 1904). Menurut sebagian orang, jenazahnya dimakamkan di Muara Tebo.