PENGERTIAN OBJEK
OBJEK
Inggris: object. Dari bahasa Latin objectus dari objicere, obict (melempar ke muka, menempatkan berhadapan, membantah) ob (terhadap) dan jacere (melempar).
Orang tidak dapat menarik makna istilah ini dari etimologin saja, karena sudah mengalami perubahan besar. Arti yang bii dipakai sekarang ialah apa yang berada pada dirinya, sebaj suatu hal/benda di luar pikiran.
Beberapa Pengertian
1. Apa yang tersaji bagi indera kita. Sesuatu yang dapat dilito dapat diraba, dapat dikecap, dan sebagainya.
2. Apa yang tersaji bagi kesadaran dan yang karenanya kesadarc menjadi sadar. “Objek” dapat menunjuk a) benda (hal) di di nia luar yang ada secara independen yang merangsang ini atau kesadaran kita untuk memperhatikan benda (hal) ini ats b) isi pikiran itu sendiri yang diperhatikan dalam kesadaran
3. Apa saja yang dapat dibicarakan (karenanya dapat disebu: dan khususnya sebagai sebuah kata benda yang mempun. eksistensi substantif.
Sebagai Masalah Filsafat
Secara harfiah, objek berarti apa yang “terlempar di hadapan” i seorang. Dan karenanya, objek sebenarnya menunjukkan pada suatu hubungan dengan seseorang. Terminologi filosofis yang t tat berpegang erat pada arti relatif (hubungan) kata itu. Kara itu terminologi filosofis tidak menggunakan kata itu hanya sebagai sinonim dari kata “benda” (thing), sebagaimana kadang-kadang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
1. Dalam arti lebih luas, objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengarahan suatu tindakan sadar dari subjek. Dengan kata lain, objek adalah sesuatu yang menjadi sasaran intensionalitas kekuatan jiwa, kebiasaan atau bahkan ilmu tertentu. Objek adalah tujuan tindakan (daya, kebiasaan, ilmu) sebagai tindakan. Karena itu, eksisten yang dimengerti secara murni sebagai eksisten bukan merupakan objek. Eksisten baru menjadi objek apabila eksisten itu sungguh-sungguh diketahui dan diinginkan.
Filsafat skolastik membedakan objek material dari objek formal. Objek material adalah eksisten konkret seutuhnya yang merupakan sasaran intensionalitas subjek. Objek formal adalah ciri atau aspek khusus (bentuk) yang ditonjolkan untuk menyimak keutuhan itu.
2. Dalam arti lebih terbatas, objek tidak berarti setiap atau semua yang diketahui atau yang dikehendaki, melainkan hanya berarti apa yang secara independen “bertentangan dengan” atau “berhadapan dengan” subjek sedemikian rupa, sehingga subjek itu harus memperhatikannya. Dalam arti ini pikiran dan kehendak Allah yang kreatif tidak mempunyai objek; tetapi pengetahuan Allah lebih tepat dapat disebut projecting (memproyeksikan) dan originating (memulai).
3. Konsep “objek” dapat terbatas pada eksisten material yang merupakan sasaran langsung dalam persepsi. Sedangkan segala sesuatu yang subjektif dan personal disebut non-objektif.
Penggunaan Istilah
1. Ketika istilah ini masuk ke dalam penggunaan filsafat pada Abad Pertengahan, artinya yang diakui luas adalah apa saja yang ditunjuk oleh referensi intensional, entah referensi itu kognitif, valuatif, atau emotif.
2. Bagi Duns Scotus “objektif” berarti “objek pemikiran”. Maka suatu objek dianggap ada di dalam pikiran, sedangkan eksistensi suatu hal di dunia dianggap sebagai subjektif.
3. Descartes melanjutkan pemakaian ini, sebagaimana Berkel dengan menganggap eksistensi objektif suatu hal sebagai sesuatu yang dipersepsi.
4. Kant membalikkan arti-arti ini. Ia memahami objektif sebaj apa yang ada di luar subjek, dan subjektif berarti “apa yai berada di dalam subjek”.
5. Meinong dan Husserl berusaha kembali ke arti asli, deng memandang “objek” sebagai apa saja yang dapat menjadi pokok putusan.
Beberapa Istilah yang Terkait
1. Objek epistemologis adalah apa yang diketahui atau dialami, entah betul (mengandung kebenaran) atau tidak; apa saja yang ditangkap oleh indera, dipersepsi, dipahami, dikhayalkan, dan sebagainya.
2. Objek konatif adalah hal (tujuan, cita-cita, ideal) yang diinginkan atau dikehendaki.
3. Objek material terkadang disebut benda material atau secara sederhana benda (body), objek fisik (physical object), atau benda fit (physical body). Suatu hal yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain: a) dapat diidentifikasikan sebagai suatu kesatu atau satuan; b) memiliki ciri-ciri fisik seperti: posisi, ukun bentuk, struktur, eksistensi dalam waktu dan ruang, mass kelembaman, gerak dan (kadang-kadang) ciri-ciri yang dap ditangkap oleh indera yaitu warna, keras atau lembut, n manis, panas, berat, keadaan kokoh dan kaku, dan lain-lai c) tidak tergantung pada persepsi kita, walau persepsi kita terhadapnya yang membawanya kepada kesadaran kita; d) menf lami perubahan fisik; e) berinteraksi secara kausal dan/atau berkaitan secara timbal balik dengan hal-hal lain. Contoh: meja, kursi, tanaman, binatang.
4. Objektif secara harfiah berarti apa yang berhubungan dengan sebuah objek. Dalam hampir semua artinya, konsep itu bertoli belakang dengan “subjektif”. Karena “objek” sama sekali . dak sama dengan “sungguh-sungguh ada”, hendaknya pengg naan kata “objektif” dalam arti “aktual” atau “nyata” yamg berbeda dengan kata “subjektif” dalam arti “tidak nyata” atau “dipikirkan semata-mata”, dihindarkan dalam pengertian filosofis yang mencari pembedaan-pembedaan yang jelas.
Ada kalanya “objektif” berarti a) apa yang cocok dengan objek (sebagaimana adanya), apa yang ada dalam objek. Ini berbeda dengan “subjektif” yang berarti apa yang cocok dengan subjek atau ada dalam subjek (bandingkan dengan oposisi antara evidensi objektif dan subjektif). Dalam arti filosofisnya yang paling penting, “objektif” b) berarti: ditentukan oleh objek, berdasarkan objek. Berbeda dengan “subjektif” yang berarti, tidak berdasarkan objek, tetapi ditentukan hanya oleh perasaan atau posisi subjek (bandingkan dengan oposisi antara kepastian objektif dan subjektif belaka). Dalam arti ini objektivitas dituntut oleh ilmu. Sudah tentu, tuntutan ini tidak boleh disalah-artikan dalam arti bahwa ilmu harus mengabaikan semua nilai yang berimbuh dalam objek dan memandang objek seakan-akan nyaris tidak memiliki apa-apa yang berkaitan dengan kita (subjek). Kesimpulan semacam ini ditarik hanya berdasarkan pengandaian yang salah bahwa nilai adalah sesuatu yang tidak nyata, sesuatu yang dipertalikan dengan objek berdasarkan perasaan semata. Objektivitas, karenanya, juga tidak berarti pikiran dan penelitian yang mengabaikan semua keterlibatan pribadi.
Berhubungan dengan intensionalitas tindakan intensional disebut “objektif” c) sejauh tindakan itu berkaitan dengan objek; dan “subjektif” sejauh tindakan itu merupakan tindakan (aksiden-aksiden) subjek. Dalam hal ini, konsep objektif adalah konsep yang pokok gagasannya berada di dalam objek. Konsep objektif adalah wakil (representasi) objek. Dan konsep subjektif adalah konsep yang menampak-nyatakan subjek.
Atas dasar gagasan bahwa yang disebut subjek bukan hanya penyandang hal-tindakan intensional, melainkan semua eksisten substansial, berada secara subjektif berarti: sungguh- sungguh berada di dalam diri sendiri. Dan berada (hanya) secara “objektif” d) berarti: berada (hanya) sebagai objek pikiran (tetapi bukan di dalam diri sendiri).
Dalam idealisme epistemologis (misalnya, Filsafat Kritis Kant) sesuatu yang “objektif” e) selaku apa yang dibentuk
oleh kategori-kategori subjek transendental, sama dengan segal sesuatu yang sahih secara universal.
Dalam kaitan dengan putusan (penilaian) “objektif” i menunjuk pada, pertama, kemampuan untuk membuat p( nilaian terhadap suatu situasi tanpa dipengaruhi oleh perasaar perasaan, emosi-emosi, dan gagasan-gagasan yang belum ms pan; dan, kedua, dukungan terhadap suatu pernyataan (gagas an, penilaian, pengetahuan, keputusan) dengan bukti da evidensi yang didasarkan atas kejadian-kejadian aktual; dar ketiga, cita-cita, tujuan, ideal, atau sasaran yang diupayaka oleh suatu kegiatan atau perasaan.
Incoming search terms:
- pengertian objek
- objek adalah
- pengertian obyek
- arti objek
- definisi objek
- apa itu objek
- apa yang dimaksud dengan objek
- arti kata objek
- obyek adalah
- objek ada