PANDANGAN MENGENAI MATEMATIKA
Pandangan Mengenai Matematika
Bermula dari Aristoteles, dan berlangsung selama berabad-abad, matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang kuantitas. Tetapi perkembangan dalam matematika yang mempunyai derajat generalitas yang kian abstrak, melahirkan definisi-definisi baru. Misalnya Benyamin Peirce mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang menarik “kesimpulan-kesimpulan niscaya, pasti”. Whitehead memandang matematika sebagai ilmu yang “berurusan dengan deduksi logis konsekuensi-konsekuensi dari premis-premis umum semua penalaran”. Definisi yang lebih umum ini menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara matematika dan logika. Whitehead memainkan peranan penting dalam usaha mendemonstrasikan bahwa matematika dapat diturunkan dari logika.
A. Dari Sudut Epistemologi.
Jika kita menyimak materi pokok matematika dari sudut pandang epistemologi, kita meneraukan jajaran opini yang sama menyangkut status entitas-entitas matematis daiam seluruh bidang itu, yang kita temukan dalam sejarah filsafat menyangkut status ide-ide.
1. Entitas-entitas matematis dapat dipandang secara realistis sebagai bagian dari dunia ide-ide Plato. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa Plato memandang entitas-entitas matematis sebagai perantara antara dunia intelijibel dan dunia sensibel (yang tak kelihatan dan yang kelihatan). Bagaimanapun, dalam Surat Ketujuh tampaknya ia mengang- gap entitas-entitas geo-metris sebagai bagian dari alam ide- ide.
2. Entitas-entitas matematis dapat dipandang secara konseptual sebagai sesuatu memiliki dasar dalam kenyataan, tetapi hanya memiliki suatu eksistensi dalam dirinya sendiri bila diabstraksikan oleh suatu inteligensi. Kelihatannya Aristoteles menganggap demikian entitas-entitas matematis, dan begitu pula banyak pengikutnya pada Abad Pertengahan.
3. Sebuah konseptualisme jenis lain adalah pandangan Kant bahwa entitas-entitas metematis dan geometris merupakan hasil konstruksi, tetapi bukan hasil kesepakatan. Entitas- entitas matematis dan geometris bersifat sintetik dan serentak aprion karena mereka merefleksikun sensibilitas manusia, atau kodrat intuisi sensibel (inderawi).
4. John Stuart Mill dapat campil sebagai contoh seorang nominalis. la memandang entitas-entitas matematis sebagai tidak mempunyai kekuatan apriort, tetapi tampil sebagai generalisasi pengalaman manusia, yang dalam dunia lain mungkin tampil lain.
B. Gejala Formalisasi.
Pada paruh kedua abad ke-19, matematika berkembang menuju suatu periode aksiomatisasi, dan keinginan untuk formalisasi. Gerakan ini memerlukan Platonisme dalam matematika. Platonisme mengarah pada paradoks-paradoks. Dilakukan suatu upaya untuk menyelesaikan paradoks-paradoks dengan Konstruktivisme dan Intuisionisme. Dengan melepaskan Platonisme tetapi tetap memegang formalisasi, Hilbert mencoba menempatkan matematika ke dalam suatu sistem formal tunggal. Dalil-dalil Goedel membuktikan bahwa usaha ini mustahil, dan mengarah kepada ketidaksepakatan non-ideologis yang ada sekarang ini dalam matematika kontemporer. Inilah skenario yang ingin kita telusuri. Berikut ini para peserta dalam perkembangan itu.
5. Peano mengaksiomatisasi seri bilangan-bilangan natural.
6. Cantor menyumbang pada perkembangan teori himpunan, termasuk penggarapan bilangan-bilangan pokok dan tingkat transfinit. Penggarapan ini mengandaikan bahwa entitas- entitas matematis dalam himpunan-himpunan itu tidak tergantung dari pemikiran kita tentangnya.
7. Dedekind menambahkan suatu metode definisi bilangan- bilangan real dalam konteks bilangan-bilangan rasional.
8. Frege menyumbang pada aksiomatisasi logika, usaha untuk melogikakan matematika, dan memformalisasikan aritmatika dan analisis dalam suatu sistem teori himpunan.
9. Russell dan Whitehead melakukan banyak usaha untuk melogikakan matematika, atau memasukkan matematika dalam suatu sistem teori himpunan.
10. Russell menemukan paradoks-paradoks teori himpunan. Himpunan dari semua himpunan yang bukan anggota dirinya sendiri mengarah kepada kontradiksi. Himpunan itu merupakan dan bukan merupakan anggota dari dirinya sendiri. Maka, jelaslah bahwa pada formasi dan penggunaan him-punan atau klas mesti ada keterbatasan.
11. Satu jalan keluar dart jalan buntu ini ialah Intuisionisme Brouwer. Dalam alternatil ini, entitas-entitas matematis tidak diakui eksistensinya sampai mereka dihasilkan atau dibangun. Prinsip tiada jalan tengah lalu hanya berlaku bagi entitas-entitas matematis, seri-seri, dan himpunan-himpunan yang sudah dibangun.
12. Jalan keluar yang kedua ialah jalan yang dipilih oleh Hilbert. Kita dapat menghindari tendensi Platonisasi sambil mencoba membereskan matematika klasik dengan mencoba melengkapinya dan membuktikannya konsisten.
13. Tahun 1931 Goedel membuktikan bahwa semua formalisasi dalam matematika pasti tidak lengkap. Bukti-buktinya amat kuat dan melontarkan pukulan maut bagi upaya-upaya formalisasi matematika.