PENGARUH KEPRIBADIAN DAN KONDISI FISIK
Jika di atas sudah diungkapkan pengaruh faktor luar terhadap perilaku agresi, berikut ini perlu kita kaji pula bagaimana pengaruh kepribadian serta kondisi diri manusia sendiri terhadap perilaku agresi.
Salah satu teori sifat (trait) mengatakan bahwa orang-orang dengan tipe kepribadian A (yang bersifat kompetitif, selalu buruburu, ambisius, cepat tersinggung, dan sebagainya) lebih cepat menjadi agresif daripada orang dengan tipe kepribadian B (ambisinya tidak tinggi, sudah puas dengan keadaannya yang sekarang, cenderung tidak buru-buru, dan sebagainya.) (Glass, 1977). Hal ini bukan hanya untuk orang Amerika Serikat, tetapi juga di India. Penelitian terhadap pengemudi-pengemudi bus umum di India membuktikan bahwa mereka yang bertipe A cenderung lebih banyak membunyikan klakson, mengerem, dan menyusul kendaraan lain, serta lebih banyak mengalami kecelakaan daripada pengemudi tipe B (Evans, Palsane & Carere, 1987).
Penelitian lain menemukan bahwa antara kedua tipe kepribadian itu tidak ada perbedaan yang saling bertentangan (dikotomi) dalam kaitannya dengan perilaku (Staub, 1989). Sementara itu, penelitian lain lagi menemukan bahwa kepribadian tipe A lebih cenderung berperilaku agresi instrumental (Baron, Russel & Arms, 1985; Berman, Glande & Taylor, 1993), sedangkan kepribadian tipe B cenderung berperilaku agresi emosi (Strube dkk.,1984).
Pengaruh lain dari sifat kepribadian terhadap perilaku agresif adalah sifat pemalu. Orang yang bertipe pemalu cenderung menilai rendah diri sendiri, tidak menyukai orang lain, dan cenderung mencari.kesalahan kepada orang lain. Oleh karena itu, tipe pemalu cenderung lebih agresif dari orang yang tidak pemalu (Tangney, 1990; Harder & Lewis, 1986). Hal ini dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya jika seorang ibu kedatangan tamu dan ia malu karena rumahnya berantakan, ibu itu akan memaki-maki anak-anaknya. Contoh lain adalah seorang gadis yang pemalu dipaksa oleh kawan-kawannya untuk berkenalan dengan seorang pemuda. Kalau teman-temannya memaksa terus, walaupun si gadis pemalu sudah menolak, bukannya tidak mungkin si gadis pemalu akan berontak, melawan, marah, atau menjerit-jerit histeris kepada kawan-kawannya.
Sifat pemalu masih ada hubungannya dengan harga diri. Sehubungan dengan gejala pemalu yang menyebabkan agresivitas tersebut ada pendapat umum bahwa harga diri yang rendah juga menyebabkan agresivitas. Akan tetapi, penelitian justru membuktikan sebaliknya. Harga diri yang tinggi justru memberi peluang lebih besar untuk agresif. Penyebabnya antara lain adalah karena orang dengan harga diri tinggi merasa lebih percaya diri, kalau berkonflik dengan orang lain ia akan berada di pihak yang menang, dan bahwa selaku orang yang nilainya lebih tinggi dari orang lain, ia merasa berhak untuk agresif kepada orang lain (Baumerster, Smart & Boden, 1996). Penjelasan inilah mungkin yang dapat menerangkan mengapa anak-anak majikan di Indonesia dapat agresif (bahkan lebih agresif daripada orang tuanya) pada para pembantu rumah tangga.
Di samping harga diri masih ada batasan atau kendali dari moral. Jika bertipe kepribadian A, pemalu atau harga diri yang tinggi merangsang agresivitas, tingkat perkembangan moral justru menghambat. Semakin tinggi tingkat perkembangan moral seseorang, semakin rendah perilaku agresifnya (Rosalinda, 1986). Kendali lain adalah locus of control.Dalam pengertian Rokeach, orang yang mempunyai locus of control(LC) internal lebih bisa mengendalikan dirinya sendiri daripada orang dengan LC eksternal (perilakunya lebih mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor luar). Dalam penelitian terhadap pengemudi bus di Jakarta, terbukti faktor LC memberi sumbangan yang cukup besar (17%) terhadap disiplin mengemudi daripada faktor-faktor lainnya, seperti pendidikan (1,3%) dan usia (006%). Pengemudi yang LC-nya internal ternyata lebih disiplin daripada yang LC-nya eksternal (Yahya, 1996).