PENGELOLAAN MUTU TOTAL PENDIDIKAN TINGGI

By On Saturday, October 17th, 2015 Categories : Bikers Pintar

1. Prinsip-Prinsip
Rinehand berpendapat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Gray (1992) dalam bukunya yang berjudul “Quality Education” bahwa Pengelolaan Mutu Total (PMT) pendidikan adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, lulusan bidang pendidikan yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu.
Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan Tinggi adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa peningkatan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu dan berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan se-suai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Pendidikan Tinggi seyogianya mempunyai tujuan untuk menghasilkan lulusan dan hasil penelitian yang bermutu. Seterusnya mutu tersebut perlu terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman. Agar selalu dapat menghasilkan lulusan dan hasil penelitian yang bermutu, pendidikan tinggi perlu menggunakan pendekatan PMT dalam kegiatannya sehari-hari.
Hendaknya diingat bahwa PMT bukan mengandung makna “beban” atau “pengawasan”. PMT berprinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal, bukan mengatasinya kalau ada masalah yang timbul. PMT berprinsip bahwa setiap orang terlibat dalam memainkan peranan untuk mencapai tujuan. Organisasi bergerak bukan karena “perintah” atasan, tetapi karena setiap orang (apapun posisi, status dan perannya) menjalankan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab. Dfengan pendekatan PMT pendidikan tinggi akan dapat menghasilkan lulusan dan hasil pe-nelitian yang bermutu, menjaga mutu serta selalu meningkatkan mutu secara berkesinambungan. Kegiatan apapun yang dilakukan oleh pendidikan tinggi, harusiah bermuara pada kebutuhan peserta didik sebagai pelanggan langsung pendidikan.
Penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan secara bertahap (Step by step), hati-hati dan terencana, dengan paketpaket kegiatan berskala kecil untuk menghasilkan suatu paket berskala besar. Pengendalian mutu tidak selalu harus melalui proses yang “mahal”. Dana yang besar tidak selalu menghasilkan mutu yang baik, walaupun memang dana berperanan besar dalam upaya peningkatan mutu.
Menurut (Sallis dan Edward, 1993) bahwa sikap mental pelaksanaan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam meningkatkan mutu. Setiap pengelola pendidikan harus sadar benar bahwa apapun yang dilakukannya akan membawa “dampak” terhadap mutu. Perilaku para pengelola dan gaya kepemimpinan sangat menentukan dalam pengendalian mutu. Setiap pengelola pendidikan membutuhkan suasana kerja yang mendukung, sistem kerja, dan proseaur kerja yang efektif dan efisien. Suasana kerja, sistem kerja, .dan prosedur kerja yang demikian akan sangat membantu dalam upaya pencapaian mutu.
Setiap pengelola pendidikan membutuhkan dorongan dan pengakuan serta penghargaan atas keberhasilan kerjanya. Motivasi tercipta kalau suasana kerja menunjang dan yang memimpin mempunyai gaya ke-pemimpinan yang luwes. Memberi tanggung jawab serta memberi kebebasan berinisiatif kepada staf adalah “sikap atasan” yang akan memberi pengaruh baik dalam upaya peningkatan mutu.
Inovasi, perubahan, dan peningkatan harus diberi penekanan sehingga lembaga tetap menjaga mutunya dan selanjutnya tetap meningkatkan mutu. Setiap pengelola pendidikan seyogianya mengevaluasi dan menganalisis hasil kerjanya agar dapat melihat
apa yang sudah dikerjakannya dan apa yang akan dilakukannya di masa mendatang.
2. Kendala-Kendala
Ada beberapa kendala yang mungkin menghambat pelak-sanaan PMT pada pendidikan tinggi di Indonesia antara lain :
a. Sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena “perintah” atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang me-mimpin, sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan ber-inisiatif, mendelegasikan wewenang.
b. Tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan baik, namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan pen-didikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu.
c. Gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pimpinan tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan kerja stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi.
d. Kurangnya “rasa memiliki” pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka, juga merupakan kendala.
3. Pertimbangan-pertimbangan keorganisasian.
Suatu organisasi akan selalu tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut seperti suatu siklus kehidupan, yakni suatu siklus yang secara bertahap akan melewati fase-fase tertentu. (Merry Uri dan Allerhand, 1977).
Fase-fase Perkembangan Organisasi pada umumnya berkembang melalui empat fase :
a. Fase pembentukan.
b. Fase pertumbuhan.
c. Fase pematangan (kedewasaan), dan
d. Fase pemantapan.
Pada fase pembentukan, organisasi perlu :
a. Memiliki basis pelanggan yang jelas.
b. Selalu responsif terhadap perkembangan dan tuntutan lingkungan, dan
c. Mengembangkan kewiraswastaan (entrepreneurship).
Pada fase pertumbuhan, organisasi diharapkan :
a. Memiliki kekuatan untuk bertahan dan berkembang.
b. Mempunyai sistem manajemen yang baik, dan
c. Berorientasi pada kepentingan pelanggan.
Fase pematangan (kedewasaan) adalah merupakan fase menemukan jati diri, dan juga merupakan fase proses kedewasaan. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini suatu organisasi hanya sekedar berreaksi terhadap peristiwa-peristiwa external. Ini berarti bahwa organisasi secara umum akan berhenti berinovasi, dan akan beroperasi sebagaimana adanya saja. Fase pematangan ini dapat terus berkembang, jika :
a. Jiwa PMT diadaptasi, dan berorientasi pada upaya yang ditujukan terhadap pelanggan.
b. Mempertahankan .dinamika dan jiwa kewiraswastaan.
Secara terus-menerus mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dan e. Revitalisasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar.
Fase pemantapan dapat berkembang menuju dua arah, yakni:
a. Pertumbuhan kembali atau revitalisasi, dan
b. Penurunan yang akhirnya akan menuju suatu kehancuran.
4. Ciri-ciri Organisasi yang bermutu.
Pada hakekatnya organi-sasi yang bermutu adalah suatu organisasi yang senantiasa secara konsisten berorientasi kepada sasaran dan tujuan, sehingga secara optimal dapat memberikan pelayanan terhadap pelanggan. (Jedarnus, Paul, 1981).
Secara eksplisit, karakteristik di atas dapat dirinci menjadi ciriciri organisasi yang bermutu, yaitu :
a. Berfokus pada pelanggan.
b. Berfokus pada upaya untuk mencegah masalah.
c. Investasi pada manusia.
d. Memiliki strategi untuk mencapai kualitas.
e. Memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri.
f. Memiliki kebijakan (policy) dalam perencanaan untuk mencapai kualitas.
g. Mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang.
h. Membentuk fasilitator yang berkualitas untuk.memimpin proses perbikan.
i. Mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas dan mampu menciptakan kualitas.
j. Memperjelas peranan dan tanggung jawab setiap orang.
k. Memiliki strategi evaluasi yang jelas.
l. Memandang kualitas sebagai jalan menuju perbaikart kepuasan layanan.
m. Memiliki rencana jangka panjang.
n. Memandang kualitas sebagai bagian dari kebudayaan, dan
o. Meningkatkan kualitas sebagai suatu keharusan strategis berdasarkan misi tertentu dari suatu organisasi.
Secara umum harus diakui adanya kesulitan untuk mene-mukan standar tertentu mengenai bentuk struktur seperti yang dituntut oleh PMT. Namun demikian, untuk memudahkan penjabarannya dalam bentuk yang lebih operasional, beberapa cirinya diuraikan sebagai berikut:
a. Struktur yang pasti harus berupa struktur yang mampu melancarkan proses pengeiolaan mutu secara menyeluruh dan kondusif bagi perbaikan kualitas.
b. Mengutamakan kerja sama tim (team work).
c. Mengurangi fungsi kontrol dan penjadwalan dari manajemen menengah.
d. Membentuk tim terstruktur dengan sistem manajemen yang sederhana tapi efektif.
e. Mengupayakan agar semua anggota tim memahami visi dan potensi lembaga agar menjadi kompak.
f. Mengusahakan agar hubungan kerjanya sederhana.
g. Mengadakan penilaian keberhasilan pengelolaan perguruan tinggi sebagai media untuk merumuskan isi.

PENGELOLAAN MUTU TOTAL PENDIDIKAN TINGGI | ADP | 4.5