PENGERTIAN DWIKORA
Atau Dwi Komando rakyat, merupakan komando Presiden Republik Indonesia untuk melancarkan konfrontasi bersenjata terhadap Malaysia untuk menghalangi berdirinya negara Malaysia. Komando ini dikeluarkan dalam pidato Presiden di muka apel besar sukarelawan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1964, yang berisikan dua hal: (1) perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan (2) bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei.
PD kembangan politik Dwikora ini tampaknya tidak lepas dari peranan PKI dalam pemerintahan demokrasi terpimpin Indonesia, yang pengaruhnya mampu membelokkan politik luar negeri Indonesia dari politik bebas aktif masuk ke dalam rel politik negeri RRC. Akibatnya, Indonesia banyak melibatkan diri dalam masalah-masalah Malaysia, dan memunculkan apa yang kemudian disebut Poros Jakarta- Beijing.
Pada tahun 1961, lahir suatu rencana pembentukan negara federasi Malaysia yang meliputi Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Presiden Sukarno menentang pembentukan negara federasi itu, dan menganggapnya sebagai proyek neo-kolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Berdirinya Malaysia harus dicegah, dan apabila dipaksa berdiri harus dihancurkan. Kecuali Indonesia, Filipina juga menentang pembentukan negara Federasi Malaysia itu, karena mereka berpendapat bahwa daerah Sabah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia secara historis dan yuridis adalah milik Sultan Sulu yang disewakan kepada Inggris. Akibatnya, timbul sengketa antara Indonesia dan Filipina di satu pihak dan Persekutuan Tanah Melayu di pihak lain.
Untuk meredakan ketegangan antara Indonesia, Filipina, dan Persekutuan Tanah Melayu, Filipina memprakarsai konferensi tingkat wakil menteri ketiga negara. Pada tanggal 9—17 April 1963, diselenggarakan konferensi wakil menteri-menteri luar negeri yang membicarakan rencana pembentukan Federasi Malaysia dan suatu konferensi antara ketiganya dalam rangka kerja sama. Selain itu, pertemuan ini merupakan persiapan konferensi tingkat menteri luar ne-geri yang akan diadakan pada bulan Juni 1963. Pertemuan Tokyo antara Presiden Sukarno dan Tengku Abdul Rahman tanggal 1 Juni 1963 mengurangi ketegangan dan meratakan jalan bagi diadakannya konferensi puncak tiga negara di Manila.
Pada tanggal 7—11 Juni 1963, menteri luar negeri Indonesia, Malaysia, dan Filipina mengadakan pertemuan di Manila, yang menghasilkan suatu pengertian tentang masalah yang timbul sebagai akibat rencana pembentukan Federasi Malaysia. Selain itu, pertemuan ini merupakan persiapan konferensi puncak ketiga negara. Akan tetapi, selagi persiapan ke arah pertemuan puncak diadakan, Tengku Abdul Rahman pada tanggal 9 Juli 1963 menandatangani dokumen persetujuan dengan pemerintah Inggris mengenai pembentukan negara Federasi Malaysia yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 1963. Tindakan ini menimbulkan ketegangan baru dan dianggap telah menyimpang dari permufakatan semula.
Meskipun demikian, pertemuan puncak antara ketiga negara diselenggarakan juga di Manila pada tanggal 31 Juli—5 Agustus 1963. Pertemuan puncak ini menghasilkan tiga dokumen, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila, dan komunike bersama. Indonesia dan Filipina akan menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia apabila rakyat menghendaki hal ini. Karena itu Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat untuk mengadakan penyelidikan terlebih dahulu tentang keinginan rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia.
Sesuai dengan hasil KTT Manila, Sekjen PBB, U Thant, segera membentuk sebuah tim yang dipimpin Michelmore, seorang diplomat Amerika, untuk mengadakan penyelidikan di Serawak dan Sabah guna memastikan kehendak rakyat di kedua daerah itu. Misi ini mulai bekerja pada bulan Agustus 1963. Akan tetapi sebelum misi PBB ini secara resmi mengumumkan hasil penyelidikannya, pembentukan Federasi Malaysia dilaksanakan, dan Federasi dinyatakan berdiri pada tanggal 16 September 1963 dengan naskah penggabungan empat negara bagian, yakni Persatuan Tanah Melayu, Singapura, Sabah, dan Serawak. Sementara Brunei tidak jadi menggabungkan diri. Indonesia menganggap hal ini suatu pelanggaran terhadap pernyataan bersama, dan pada hari berikutnya, tanggal 17 September 1963, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuala Lumpur.
Situasi menjadi tegang dan gelombang demonstrasi terjadi. Di Jakarta, pada tanggal 18 September Kedutaan Inggris dan Malaysia dilanda demonstrasi. Di Kuala Lumpur demonstrasi dilancarkan terhadap Kedutaan Indonesia. Situasi tegang ini akhirnya pecah menjadi konfrontasi bersenjata antara Indonesia dan Malaysia sejak dikeluarkannya Dwi Komando Rakyat oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964. Kekuatan tempur segera dimobilisasikan. Pasukan sukarelawan, baik dari ABRI maupun dari rakyat, dikerahkan.
Pada tanggal 16 Mei 1964, komando gabungan untuk wilayah Indonesia bagian barat (Komando Siaga) dibentuk. Laksamana Madia Omar Dhani ditunjuk sebagai panglima komando siaga. Sebagai wakil I dan II panglima ditunjuk Laksamana Muda Laut Muliadi dan Brigjen Achmad Wiranatakusumah. Para sukarelawan Indonesia merembes masuk ke wilayah Singapura dan Kalimantan Utara dan melancarkan operasi militer terhadap angkatan perang persemakmuran Inggris. Dengan makin meningkatnya operasi militer, komando siaga disempurnakan menjadi Komando Mandala Siaga, yang membawahkan dua Komando Mandala, yakni Komando Mandala I dan Komando Mandala II. Akan tetapi konfrontasi yang dilancarkan oleh Indonesia terhadap Malaysia ini tampaknya mengalami kegagalan, tidak seperti konfrontasi yang dilancarkan sebelumnya dalam usaha membebaskan Irian Jaya.
Pada tanggal 3 September 1964, Malaysia meminta Dewan Keamanan membicarakan agresi Indonesia. Dewan Keamanan menanggapi permintaan ini, sehingga masalah Indonesia-Malaysia diajukan dalam sidang keamanan. Pada Sidang Umum PBB tahun 1960, Presiden Sukarno berpidato dengan maksud menghalangi masuknya Malaysia sebagai anggota PBB. Usaha ini kurang mendapat tanggapan dari PBB, dan ini terbukti dengan diterimanya Malaysia sebagai anggota PBB pada tanggal 1 Januari 1965. Indonesia mengalami kegagalan dan ini merupakan pukulan terhadap politik konfrontasi Indonesia. Dengan diterimanya Malaysia sebagai anggota PBB, tidak ada jalan lain bagi Indonesia selain menarik diri dari keanggotaannya di PBB. Pada tangga! 7 Januari 1965 menteri luar negeri Indonesia, Dr. Subandrio, secara resmi menyatakan keluarnya Indonesia dari PBB.
Hubungan Indonesia-Malaysia membaik setelah terjadinya pergantian kekuasaan di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru segera membangun hubungan baik dengan Malaysia, dan sejalan dengan itu dihidupkan kembali hubungan diplomatik antara Indonesia-Malaysia setelah sebelumnya diadakan persetujuan pada tanggal 11 Agustus 1966. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Incoming search terms:
- dwikora
- pengertian dwikora
- dwikora adalah
- dwi kora
- Apa itu Dwikora
- tujuan dwikora
- arti dwikora
- tujuan pembentukan dwikora
- latar belakang dwikora
- penjelasan dwikora