PENGERTIAN FERTILISASI
Adalah persatuan sel kelamin jantan dengan sel kelamin betina. Pada hakikatnya, fertilisasi merupakan penggabungan pronukleus jantan, yang mengandung 1N (haploid = setengah) kromosom dari ayah, dengan pronukleus betina yang juga mengandung 1N kromosom dari ibu. Fertilisasi dapat terjadi di dalam tubuh betina, yang disebut fertilisasi interna, dan/atau di luar tubuh, yang dikenal sebagai fertilisasi eksterna. Pada fertilisasi interna, sperma diletakkan di dalam saluran reproduksi betina pada saat persetubuhan, untuk kemudian secara aktif dan pasif bergerak ke tempat pertemuan dengan sel telur. Fertilisasi interna terjadi pada hewan tinggi seperti mamalia dan burung. Pada fertilisasi eksterna, sperma dilepaskan di sekitar alat kelamin betina pada saat persetubuhan; dan yang betina pun mengeluarkan telurnya, sehingga terjadi pertemuan antara sperma dan telur di luar tubuh. Jumlah telur yang difertilisasi bergantung pada faktor kesempatan di samping faktor lain, seperti arus air jika hewan tersebut bertelur di air, dan adanya pemangsa telur. Pada jenis hewan lain seperti pada salamander, sperma ditumpuk di punggung hewan betina selama hubungan seksual. Sperma tersebut kemudian dibawa ke tepi kloaka betina dan selanjutnya bergabung dengan sel telurnya.
Sebelum terjadi fertilisasi ada berbagai proses yang mendahuluinya dan berlangsung berurutan, yaitu:
(a) Pertumbuhan sel kelamin jantan dan betina. Proses ini dimulai dari pematangan sel-sel kelamin betina dan jantan, oogonium dan spermatogonium, di dalam gonad betina dan jantan. Setelah itu sel-sel kelamin ini dilepaskan dari gonad tadi pada saat tertentu secara terkoordinasi dengan baik. Sebagai contoh, pada beberapa hewan yang sedang berkopulasi atau melakukan hubungan kelamin, peristiwa tersebut merupakan stimulasi terjadinya ovulasi di samping juga stimulasi pengeluaran sperma dari hewan jantan. Pada contoh lain, lamanya sinar matahari berperanan sebagai stimulasi dikeluarkannya sel kelamin, sehingga pada saat terjadi perubahan musim, yang berarti berubahnya lama penyinaran, pertumbuhan garnet dimulai kembali dan hewan seolah-olah memperoleh tanda untuk melakukan hubungan seksual. Contoh yang lain lagi adalah terjadinya pelepasan sel telur dan sperma pada hewan yang sedang mengalami berahi pada waktu estrus.
(b) Transportasi sperma ke dalam saluran reproduksi betina. Pada saat persetubuhan sperma diletakkan di dalam saluran reproduksi betina. Pada kebanyakan mamalia, termasuk manusia, sperma tersebut diletakkan di bagian atas vagina, rada newan roaensia (pengerat), sperma langsung dimasukkan ke dalam uterus. Proses peletakan sperma di dalam saluran re
produksi betina ini disebut inseminasi. Dari tempat inseminasi tadi sperma harus diangkut ke tuba atau saluran telur, yang biasanya merupakan ten,pat berlangsungnya fertilisasi. Jarak antara tempat inseminasi dan tempat berlangsungnya fertilisasi cukup jauh bila dibandingkan dengan ukuran sperma. Selama perjalanannya ke tempat fertilisasi, sperma menghadapi berbagai rintangan yang antara lain berupa zat kimia dan kuman. Hal tersebut menyebabkan banyak sperma mati di perjalanan, sehingga dari jumlah puluhan atau ratusan juta yang diinseminasikan, hanya sedikit saja yang akhirnya dapat mencapai tempat berlangsungnya fertilisasi. Adanya penyempitan atau sumbatan pada saluran tuba juga dapat mencegah bertemunya sperma dan telur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transportasi sperma di dalam saluran genitalia betina antara lain: (i) kontraksi otot polos uterus, yang membantu transportasi sperma dari vagina ke uterus, terutama pada waktu orgasmus; (w) kontraksi otot polos tuba, setelah berada di dalam tuba; (/77) pergerakan rambut silia di dalam saluran tuba; (/’v) pergerakan sperma itu sendiri, terutama menjelang sampai di bagian ujung tuba, tempat terjadinya fertilisasi.
(c) Transportasi sel telur. Sel telur yang dikeluarkan dari ovarium pada saat ovulasi dikelilingi oleh sel- sel korona radiata. Fimbriae atau mulut tuba yang ber- bentuk terompet dan terletak di dekat ovarium selalu bergerak menyapu permukaan ovarium; dan jika ada telur, telur tersebut diisap ke dalam tuba. Selanjutnya dengan kontraksi dinding tuba dan gerakan mendorong rambut silia, sel telur dibawa ke arah uterus. Selama di dalam tuba telur dapat bertemu dengan sperma dan fertilisasi dapat berlangsung.
(d) Kapasitasi. Dalam perjalanannya melewati saluran genitalia betina, sperma akan mengalami beberapa perubahan. Sperma dipersiapkan agar mampu menembus selaput yang meliputi sel telur. Proses ini disebut kapasitasi. Waktu berlangsungnya proses kapasitasi bervariasi. Pada tikus, misalnya, waktu itu kurang dari satu jam, sedangkan pada Primata dan manusia 5—6 jam. Pada kapasitasi, antara lain terjadi pelepasan lapisan protein pelindung pada permukaan sperma yang berasal dari saluran genitalia jantan.
(e) Viabilitas, kemampuan untuk dibuahi atau membuahi. Baik sperma maupun sel telur mempunyai viabilitas terbatas dalam saluran genitalia. Sel telur, setelah ovulasi, mengalami proses penuaan. Pada sitoplasma sel telur ini akan timbul granula kasar akibat berkurangnya metabolisme. Pada kebanyakan mamalia, termasuk manusia, viabilitas sel telur kira-kira 24 jam sejak ovulasi. Setelah itu sel telur akan menjadi rusak dan tidak dapat dibuahi lagi. Pada sperma, selain viabilitas dikenal pula kemampuan pergerakan atau motilitas. Misalnya, viabilitas sperma kelinci lebih kurang 30 jam, sedangkan motilitasnya bisa melebihi 2 x 24 jam. Viabilitas sperma manusia diperkirakan 1-2 hari, sedangkan motilitasnya bisa sampai 4 hari.
Daya tahan sperma di dalam saluran genitalia betina pada beberapa spesies dapat lebih lama. Misal-
nya pada kelelawarpyang inseminasinya terjadi pada musim gugur; namun sperma akan “tidur” selama hi- bernasi, dan beberapa bulan kemudian, pada musim semi, baru terjadi ovulasi dan sperma bangun kembali untuk kemudian melakukan fertilisasi. Pada ayam, sperma disimpan di dalam lekuk-lekuk (krip- I ti) dinding tuba dan dari sini dikeluarkan pada saat j sel telur bergerak melalui tuba. Sperma dapat berta- | han dalam lekuk selama tiga minggu. Viabilitas sperma dipengaruhi pula oleh berbagai kondisi lingkungan. Di dalam saluran kelamin jantan, sperma tetap tidak motil karena belum mengalami kapasitasi. Pada saat ejakulasi, sperma tadi bercampur dengan sekresi dari kelenjar vesika seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbo-uretra. Dengan adanya sekresi kelenjar-kelenjar tersebut, metabolisme sperma meningkat karena adanya zat-zat seperti fruktosa yang dihasilkan kelenjar vesika seminalis.
(6) Persatuan garnet. Pada vertebrata, hampir semua pertemuan sperma dengan *el telur bersifat kebetulan. Tetapi pada beberapa jenis ikan, coelentera- ta, dan pada beberapa avertebrata, pertemuan kedua garnet ini dipengaruhi oleh daya tarik zat kimia. Setelah sperma bersentuhan dengan sel telur, sperma harus menembus beberapa selaput dan membran plasma sel telur sebelum terjadi fertilisasi. Pada manusia, fertilisasi terjadi di saluran telur (tuba). Sperma mula- mula menembus korona radiata, lalu menembus zone pelusida. Untuk menembus kedua lapisan ini sperma memerlukan beberapa enzim, seperti hialuronidase dan akrosin yang didapatnya dari akrosom melalui reaksi akrosom. Akrosin akan membuat lubang pada salah satu bagian zone pelusida dan melalui lubang yang terbentuk itu sperma masuk sampai ke rongga perivitelina yang mengandung cairan. Rongga ini berada di antara zone pelusida dan membran plasma sel telur. Dari sitoplasma sel telur terbentuk penonjolan yang disebut kerucut pembuahan {fertilization cone). Kedua membran plasma bersentuhan dan bersatu, lalu kerucut pembuahan kembali mengerut dengan membawa kepala sperma ke dalam sitoplasma sel telur.
(7) Persatuan pronukleus. Setelah penetrasi sperma ke dalam sitoplasma sel telur selesai, bersamaan dengan masuknya sperma ikut masuk pula semua struktur sperma seperti sitoplasma, ekor, mitokondria ke dalam sitoplasma sel telur. Kemudian inti sperma mulai membengkak dan benang-benang kromatin tampak makin menebal. Pada mamalia, 12 jam setelah penetrasi sperma, pembengkakan inti sperma diikuti juga pembengkakan inti sel telur yang masing- masing disebut pronukleus jantan dan pronukleus betina. Kedua pronukleus ini masing-masing bergerak ke bagian sentral sel telur. Sementara itu, DNA pada benang kromatin mengadakan replikasi. Membran inti, yang meliputi kedua pronukleus yang berdampingan, lalu mengalami kerusakan dan akhirnya kedua pronukleus bergabung. Proses bergabungnya kedua pronukleus disebut singami. kromosom dari ayah dan kromosom dari ibu yang masing-masing dibawa oleh kedua pronukleus kemudian bergabung. Penggabungan ini adalah akhir dari proses fertilisasi, dan hasil fertilisasi disebut zigot yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan pembelahan membentuk embrio yang baru.
Pada prinsipnya, fertilisasi pada tumbuhan sama dengan pada hewan. Kecuali fertilisasi pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) yang dikenal sebagai pembuahan rangkap (double fertilization). Pada po- linisasi, yaitu proses pindahnya tepung sari dari organ jantan ke betina, tepung sari jatuh ke kepala putik membentuk tabung sari. Tabung sari yang terdiri atas garnet jantan ini tumbuh menembus ke dalam style ke arah kantung lembaga. Satu garnet jantan bergabung dengan sel telur, sedangkan yang lain bergabung dengan dua inti kutub {polar nuclei). Embrio dihasilkan dari proses penggabungan pertama dan endosperm (cadangan makanan untuk embrio) dihasilkan dari proses penggabungan kedua.
Fertilisasi in vitro, yaitu fertilisasi yang terjadi dalam lingkungan buatan, sudah dapat diterapkan pada mamalia. Namun untuk perkembangan selanjutnya, zigot harus dipindahkan kembali ke tubuh incjuk- nya. Beberapa bayi manusia dihasilkan dari fertilisasi in vitro ini. Bayi-bayi tersebut dikenal sebagai bayi tabung.
Incoming search terms:
- pengertian fertilisasi
- arti fertilisasi
- Penetrasi sel sperma hewan ke dalam membran plasma sel telur difasilitasi oleh
- definisi fertilisasi