PENGERTIAN FIKIH (fiqh)
Secara harfiah berarti mengetahui dan memahami sesuatu dan menanggapinya dengan penuh kecendekiaan. Pada awal perkembangan Islam, fikih dipakai untuk mengetahui dan memahami agama, baik berkenaan dengan sistem kepercayaan yarig dinamakan Ushulu ‘l-Din maupun berkenaan dengan hukum Islam yang dinamakan Furu’u ‘l-Din. Tetapi dalam perkembangannya, fikih hanya dipakai untuk disiplin ilmu hukum syariat berkenaan dengan perbuatan manusia dewasa (mukallaf) yang ditarik dari dalil-dalil agama secara rinci. Sebagai disiplin ilmu, ilmu fikih menempati kedudukan penting dalam kehidupan kaum muslimin.
Harfiahnya Pembahasan ilmu fikih berkisar di sekitar hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi meliputi (1) wajib, disebut juga fardu, lazim, atau hatmun, yaitu kewajiban atau perintah agama yang harus dilaksanakan; (2) nadb, disebut juga mandub atau sunat, yaitu anjuran atau ketentuan agama yang tidak harus dilaksanakan; mengerjakannya mendapat pahala, tidak mengerjakannya tidak berdosa; (3) haram, disebut juga mahzhur, larangan atau ketentuan agama yang secara tegas harus ditinggalkan; (4) makruh, disebut juga karahah, perintah agama yang tidak melarang secara mutlak; melakukannya tidak berdosa tetapi meninggalkannya berpahala; dan (5) mubah, disebut ibahah, yakni kebolehan yang membebaskan manusia untuk memilih, melakukan atau meninggalkannya.
Hukum wadh’i meliputi (1) sabab, yaitu hal-hal yang menurut syara’ atau agama adalah penyebab adanya hukum; (2) syarat, yakni hal-hal yang menurut syara’ harus dilakukan untuk sahnya suatu perbuatan; (3) mani’, yakni hal-hal yang menurut syara’ merupakan penghalang terlaksananya suatu hukum walaupun sabab dan syaratnya sudah ada; (4) azirnah, ketentuan hukum semula yang berlaku umum; (5) rukhshah, yaitu keringanan atau pengecualian ketentuan hukum semula karena kondisi tertentu yang dibenarkan oleh syara’.
Dahulu pembahasan ilmu fikih meliputi empat hal: (1) rubu’ Ibadah membicarakan ketentuan sekitar rukun Islam, syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji; (2) rubu’ Munakahat membicarakan ketentuan perkawinan termasuk waris, wasiat, dan wakaf; (3) rubu’ Mua- * malah membicarakan ketentuan bidang keperdataan; dan (4) rubu’ Jinayat membicarakan ketentuan bidang kepidanaan,-pemerintahan, dan peradilan. Selain itu ada juga pembahasan khusus tentang masalah makanan. Dalam perkembangan terakhir, pembahasan ilmu fikih disesuaikan dengan hukum Barat, yaitu (1) fikih Ibadah membahas masalah ibadah; (2) fikih Ahwalu ‘l-Syahshiah membahas masalah perkawinan, waris, wasiat, dan wakaf; (3) fikih Muamalah membahas ikatan keperdataan; (4) fikih Jinayat membahas tindak dan sanksi pidana; (5) fikih Dusturi membahas masalah kenegaraan yang disebut fikih siayasi; (6) fikih Duali membahas hubungan antarbangsa atau antarnegara, baik dalam keadaan damai maupun keadaan perang.
Fikih sebagai hukum Islam dibangun berdasarkan prinsip asasi, yaitu (1) tidak memberatkan; (2) berangsur-angsur dalam menetapkan hukum; (3) sesuai dengan kepentingan umum; dan (4) bersemangatkan persamaan dan keadilan.
Dalam ilmu fikih dikenal berbagai mazhab atau aliran. Di kalangan Sunni dikenal empat mazhab yang masih ada sampai sekarang, yakni (1) mazhab Hanafi aliran fikih yang mengikuti pendapat Imam Abu Ha- nifah dan muridnya, seperti Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Zufar. Penganut mazhab ini banyak terdapat di Turki, Mesir, Afganistan, Anak Benua India, Rusia, dan Tiongkok; (2) mazhab Maliki aliran fikih yang mengikuti pendapat Imam Malik; (3) mazhab Syafi’i aliran fikih yang mengikuti pendapat Imam Syafi’i. Mazhab ini banyak dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia, Malaysia, Patani (Thailand Selatan), Brunei, Singapura, dan Filipina Selatan; (4) mazhab Hanbali aliran fikih yang mengikuti Imam Ahmad ibnu Hanbal dan terdapat di Arab Saudi.
Dalam kalangan Syiah ada dua mazhab: (1) mazhab Ja’fari aliran fikih pengikut Imam yang Dua Belas dan banyak terdapat di Iran dan Irak; (2) mazhab Zaydiah aliran fikih yang berkembang di kalangan Syiah Zaydiah di Yaman dan sebagian kecil Arab Saudi.
Pada awal perkembangan ilmu fikih muncul pula mazhab lain seperti: mazhab Auzai pengikut Imam Abdurrahman al-Ausai (696-774), mazhab Laitsi pengikut Imam al-Laitsi bin Saad (713-798), dan mazhab Zhahiri pengikut Imam Daud bin Ali al-Zhahiri (817-886). Sekarang mazhab tersebut sudah tidak ada pengikutnya.
Perkembangan ilmu fikih mengalami beberapa periode penting. Periode pertama pembentukan ilmu fikih yang ditandai munculnya para mujtahidin seperti iman mazhab dan disebut periode Daur Tadwin. Periode kedua pemantapan yang ditandai munculnya ulama mazhab yang membukukan fikih berdasarkan masing-masing mazhab dan dikenal sebagai periode Daur Taqlid. Periode ketiga atau periode kebangkitan dengan munculnya ulama fikih yang mengembangkan ilmu fikih selaras perkembangan jaman. Periode ini ditandai dengan penulisan buku fikih baru yang berisikan jawaban masalah sekarang. Usaha mengembangkan Fikih Zakat, Fikih Gizi, Fikih Lingkungan adalah bagian pengembangan periode kebangkitan. Periode kebangkitan ini seiring dengan usaha di beberapa negara Islam untuk mengintegrasikan hukum fikih dengan hukum positif di tiap negara itu. Karena itu sebagian ulama menyebutkan periode ini Daur Taqnin, periode pengundangan.
Incoming search terms:
- ilmu fiqih yang membahas pernikahan dan ketentuan-ketentuannya disebut dengan
- ilmu fiqih yang membahas pernikahan dan ketentuan ketentuannya disebut dengan
- Aliran mengenai hukum fikih yang menjadi ikatan umat islam disebut
- Arti fikih
- aliran mengenai hukum fikih yang menjadi ikatan umat islam
- rubu ibadat