PENGERTIAN IDENTITAS SOSIAL
identity (identitas sosial)
Dalam pengertian umum, identitas sosial mengacu pada definisi-diri seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Sebagai istilah psikologi sosial, identitas sosial memiliki konotasi yang lebih spesifik, yaitu, definisi-diri dalam pengertian keanggotaan seseorang dalam berbagai kelompok sosial. Pengertian ini ciptaan G. H. Mead, yang memberi penekanan pada konsepsi sosial tentang diri, dengan berpendapat bahwa individu akan menghayati kediriannya “dari sudut pandang kelompok sosial secara keseluruhan” dari mana ia berasal (Mead 1977). Penting untuk membedakan aspek publik (atau sosial) identitas ini dari aspek-aspek yang lebih privat (atau personal). Bahkan Mead sendiri, dalam memberi penekanan pada pentingnya kelompok, nampak seperti mempertentangkan pendekatannya denqan rumusan-rumusan psikodinamik yang lebih individualistis Dengan demikian teiah menjadi iumran mengacu pada identitas sosial dalam pengertian seperti di atas, serta pada identitas personal sebagai pencerminan dari bagian-bagian dari definisi-diri dari seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat-sifat personalitas, ciri-ciri fisik, gaya interpersonal dan lain-lain. Brown dan Turner (1981) berpendapat bahwa hal ini bukan semata sebuah perbedaan teoretis yang abstrak tetapi sesuatu yang, menurut Tajfel (1978), memiliki implikasi perilaku yang penting: apakah sesuai dengan identitas “personal” atau “sosial” sebagai ciri utama (uppermost) psikologis dalam setiap situasi bisa menentukan apakah orang memperlihatkan perilaku “interpersonal” yang sporadis atau ideosinkratis, atau perilaku “intergroup” yang terorganisasi serta seragam secara sosial.
Secara historis, konsep identitas sosial telah menduduki posisi sentral baik dalam psikologi sosial maupun dalam teori sosiologi. Sebagai contoh, Lewin (1948), yang “field theory”-nya teiah menginspirasi keseluruhan generasi psikolog sosial pasca-perang, menulis dan mengadakan riset mendalam atas signifikansi sosiologi dari afiliasi-afiliasi kelompok, terutama dalam kelompok-kelompok minoritas dan marjinal. Di dalam tradisi psikoanalisis, karya Erikson (1960) tentang konflik identitas dan difusi identitas dalam daur kehidupan seseorang individu dinilai memiliki aplikasi klinis yang penting. Dalam sosiologi, identitas sosial juga tidak pernah dianggap remeh. Sebagai contoh, dalam “teori umum tentang tindakan” karya Parsons identitas sosial didefinisikan sebagai subsistem personalitas dan menduduki peran penting dalam menentukan partisipasi seseorang dalam sebuah sistem sosial (lihat, e.g. Parsons 1968).
Sebagai cerminan dari perhatian yang bersifat teoretis ini, kebanyakan riset empiris berusaha mengukur berbagai komponen identitas. Berbagai penelitian ini terkonsentrasi pada aspek-aspek identitas personal yang terfokus pada topik-topik seperti estimasi-diri, locus of control, dan tingkat aspirasi. Metodologi ini diulas oleh Wylie (1974). Sebaliknya, hanya sedikit usaha yang dikerahkan untuk mengukur identitas sosial. Salah satu teknik yang paling awal, dan sampai sekarang masih banyak digunakan, adalah Twenty Statements Test yang dirancang oleh Kuhn dan McPartland (1954). Tes ini mengharuskan seorang responden mengajukan duapuluh jawaban terhadap pertanyaan Siapakah aku?” Jawaban yang diberikan akan dianalisis untuk mengetahui sifat acuan-acuan identitas sosial ataupun personal dari seseorang, kualitas evaluatif dari istilah-istilah yang dipergunakan, dan nilai-nilai penting yang dimiliki oleh unsur-unsur yang berbeda. Yang biasa ditemukan adalah acuan identitas sosial muncul lebih awal dalam protokol-protokol tanggapan, dan kategori yang paling sering dipakai adalah jenis kelamin dan peran okupasional. Zavalloni (1971) mengusulkan sebuah teknik untuk meneliti identitas sosial seseorang dalam kerangka idiografis. Metode ini memungkinkan responden membedakan diri dalam beberapa subgrup yang berlainan di dalam sebuah kategori yang lebih luas, yang kadang-kadang memberikan valensi dan arti yang sangat berbeda bagi identifikasi-identifikasi subgrup tersebut. Kedua metode di atas mampu menghasilkan data yang sifatnya kualitatif dan, dalam berbagai kasus yang muncul belakangan, cukup memakan waktu dalam menganalisis dan mengelolanya. Peralatan yang lebih sederhana dan lebih dapat diterapkan diciptakan oleh Driedger (1976). Peralatan ini terdiri dari sebuah skala pendek di mana responden dimungkinkan untuk mengiyakan atau menyangkal, dalam berbagai derajat kekuatan, berbagai aspek keanggotaan kelompok. Meskipun sebenarnya didisain untuk mengukur identitas etnik, teknik ini telah diperluas untuk mencakup berbagai identifikasi kelompok (Brown era/. 1986).
Meski terdapat kesulitan-kesulitan metodologis, konsep identitas sosial tetap diminati dalam berbagai riset. Kebanyakan dirangsang oleh teori “identitas sosial”-nya Tajfel (eg. Tajfel, 1978), yang mengusulkan sebuah mata rantai kausal antara kebutuhan-kebutuhan identitas sosial dan berbagai bentuk perilaku antar grup. Hal pokok dari teori ini adalah hipotesisnya bahwa identitas sosial seseorang terutama sekali ditopang oleh perbandingan-perbandingan sosial, yang membedakan ingroup dari outgroup yang relevan. Ide sederhana ini terbukti bisa menerangkan prevalensi dari diskriminasi antar grup, bahkan sekalipun tidak ada konflik kepentingan yang riil, dan menyediakan analisis yang persuasif dari tuntutan (plight)dari kelompok-kelompok minoritas, konflik industri atas perbedaan-perbedaan upah, serta pembedaan linguistik antara kelompok-kelompok etnik.
Incoming search terms:
- identitas sosial
- pengertian identitas sosial
- pengertian identitas diri
- identitas sosial adalah
- teori identitas sosial
- makalah identitas sosial
- contoh identitas sosial
- apa itu identitas sosial
- pengertian identitas kelompok
- definisi identitas sosial