PENGERTIAN KESATUAN SOSIAL DALAM ETNOGRAFI
KESATUAN SOSIAL DALAM ETNOGRAFI
Jenis karangan terpenting yang mengandung bahan pokok dari pengolahan dan analisa antropologi adalah karangan etnografi. Seperti apa yang telah tersebut dalam bab terdahulu, isi sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa. Namun, karena di dunia ini ada suku bangsa yang kecil, yang terdiri dari hanya beberapa ratus penduduk, sementara itu ada suku bangsa yang besar yang terdiri dari berjuta-juta penduduk, maka seorang ahli antropologi yang mengarang sebuah etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar itu dalam deskripsinya.
Hanya suku bangsa yang sangat kecil jumlah penduduknya dapat dideskripsi dalam keseluruhannya, seperti misalnya kebudayaan suku bangsa BGU, dipantai utara Irian Jaya, yang dalam tahun 1963 hanya terdiri dari 481 orang.
Karena kebudayaan suku bangsa yang sekecil suku bangsa BGU kini sudah jarang ada di muka bumi ini, maka para ahli antropologi zaman sekarang biasanya membuat deskripsi mengenai suku-suku bangsa yang besar, yang terdiri dari puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan penduduk.
Dengan demikian, mereka terpaksa membatasi deskripsinya pada deskripsi suatu suku bangsa di suatu lokasi tertentu. Lokasi itu bisa suatu desa, beberapa desa yang berdekatan, suatu wilayah geografi, suatu daerah administratif, bahkan suatu kota atau bagian dari kota. Dalam hal itu, “kemurnian” masyarakat suku bangsa yang menjadi pokok deskripsinya dikomplekskan oleh adanya penduduk dari suku-suku bangsa lain yang dalam zaman mobilitas besar sekarang ini sering ada juga di tempat lokasi suku bangsa yang menjadi pokok deskripsi etnografi mereka.
Mengingat hal tadi, yang menyebabkan bahwa para ahli antropologi masa kini jarang dapat meneliti suatu suku bangsa yang kecil dan “semurni” suku bangsa BGU tersebut, mereka memerlukan suatu metode untuk menentukan secara konkret batas-batas dari bagian suku bangsa yang menjadi pokok deskripsi etnografi mereka.
Seorang ahli antropologi Amerika, R. Naroll pegnah menyusun suatu daftar prinsip-prinsip yang biasanya dipergunakan oleh para ahli antropologi untuk menentukan batas-batas dari masyarakat, bagian suku bangsa yang menjadi penelitian, dan lokasi yang nyata dari deskripsi etnografi mereka.
Dengan beberapa modifikasi oleh J.A. Lipton dalam buku. nya, Introduction to Cultural Anthropology (1968: 15), maka daftarnya menjadi seperti apa yang tercantum di bawah ini:
a. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.
c. Kesatuan masyarakat yang dibatasi dari batas suatu daerah politikal administratif.
d. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh penduduknya sendiri.
e. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik.
f. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi
g. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
h. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya sama satu dengan lain.
i. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.
Prinsip yang disebut pertama biasanya mencakup juga prinsip yang lath. Penduduk satu desa atau beberapa desa yang berdekatan, biasanya juga merupakan segabungan manusia yang mengucapkan satu bahasa, biasanya juga merupakan suatu kesatuan administrasi, dan mempunyai suatu rasa identitas komunitas yang khusus, tinggal di satu wilayah geografi dengan ciri-ciri ekologi yang sama, mempunyai pengalaman sejarah yang biasanya saling berinteraksi secara intensif dan dengan frekuensi yang tinggi, sedangkan seluruh desa biasanya mempunyai suatu organisasi sosial yang tertentu.
Sebaliknya, prinsip .b sampai i belum tentu mencakup juga semua prinsip yang lain. Prinsip yang disebut sebagai nomor c, yaitu prinsip pembatasan oleh garis batas polikal administratif.
Serupa dengan hal tersebut di atas, prinsip yang disebut sebagai prinsip nomor e, yaitu prinsip pembatasan oleh kesatuan ciri dalam wilayah geografi, misalnya daerah hutan rimba tropik, daerah sabana tropik, daerah Gurun Asia Barat Daya, dan sebagainya. Di daerah-daerah geografi seperti itu sering kita lihat adanya penduduk yang hidup dalam masyarakat dengan kebudayaan-kebudayaan dengan sistem teknologi , sistem ekonomi, dan organisasi sosial yang sama, tetapi berbeda suku bangsa, karena adanya bahasa-bahasa, sistemsistem religi, dan ekspresi-ekspresi kesenian yang berbeda. Dalam satu daerah geografi yang penduduknya padat, sering kita lihat penduduknya terdiri dari kesatuan administratif yang berbeda yang disebabkan karena, atau yang mengakibatkan pengalaman sejarah yang berbeda-beda. Seorang antropologi yang mencari suatu kesatuan etnografi yang menjadi pokok penelitian dan pokok deskripsi etnografinya sudah tentu juga menghadapi kompleksitas yang berbeda-beda mengenai unsur-unsur kebudayaan yang dihadapinya.