PENGERTIAN KULTUS DEWA RAJA
Suatu sikap dan pandangan masyarakat Jawa tradisional yang mengidentifikasikan raja dengan dewr Pandangan ini bersumber pada pemahaman masyarakat Jawa bahwa alam semesta ini terbagi menjadi dua: dunia manusia atau mikrokosmos dan dunia supra manusia atau makrokosmos. Dua faktor penting yang terkandung dalam pemahaman ini ialah adanya kesejajaran antara mikrokosmos dan makrokosmos, dan adanya pengaruh timbal-balik antara keduanya. Kesejajaran dua dunia ini menempatkan raja-raja Jawa-Hindu sebagai pusat dunia dan diidentikkan dengan dewa, biasanya dewa Wisnu dangkan permaisuri raja disamakan dengan sakti raja. Sebagai pusat dunia ia berperanan sebagai pe, hubung antara dunia manusia dan dunia supra manusia, berkuasa mutlak, dan mampu mendatangkan ketertiban dunia dan kesejahteraan masyarakatnya
Peranan raja seperti ini dinyatakan dalam ungkapi an “wenang murbo wiseso”, ungkapan yang digunakan untuk kemahakuasaan Tuhan maupun kekuasaan raja. Tuhan disebut “Sang Murbo Wiseso”, Penguasa Yang Maha Tinggi. Raja mempunyai kedudukan “wenang wiseso ing nagari”, yakni pernyataan kekuasaan tertinggi di seluruh negara. Gelar-gelar raja seperti “Sang Amurwo Bumi” (yang mengelola bumi) juga rperupakan pernyataan bagi kedudukan raja seperti di atas. Jadi, raja ditempatkan pada tampuk tatanan masyarakat, jauh di atas jangkauan orang biasa. Keunggulan semacam itu harus nyata dalam sinar cahaya wajah raja, dan seorang raja yang buruk biasanya dianggap cacat.
Menurut gambaran masyarakat Jawa ini, kekuasaan raja dianggap tidak terbatas. Ia tidak dapat diatur dengan cara-cara manusiawi, tetapi dalam dirinya terdapat kekuatan yang mencerminkan atau bahkan identik dengan roh dewa yang mengendalikan kehendaknya. Karena itu di kalangan masyarakat Jawa, kekuasaan seorang raja selalu dikaitkan dengan “pulung”, “andaru”, “nur”, atau wahyu. Legitimasi atau keabsahan kekuasaan seorang raja Jawa ditentukan oleh dimiliki atau tidaknya “pulung” kerajaan. Dalam babad-babad Jawa selalu digambarkan adanya perpindahan “pulung” keraton apabila terjadi pergantian dinasti atau perpindahan pusat kerajaan. Raja yang memerintah adalah yang menerima “pulung” atau wahyu keraton itu. Pulung keraton biasanya digambarkan sebagai cahaya sebesar kelapa yang turun dari langit kepada seseorang atau kota pusat kekuasaan. Ibu kota dan istana raja itu sendiri merupakan simbol pusat dunia dengan raja sebagai pusat kehidupannya.
Karena itu, seorang raja dalam pengertian kultus dewa-raja ini harus memenuhi beberapa persyaratan yang mencerminkan sifat-sifat kedewaan. Yang terkenal adalah “delapan kebajikan” utama dalam Se- rat Rama yang disebut Astabrata. Satu pun dari sifat ini tidak boleh ditinggalkan. Kedelapan sifat ini adalah:
1. Dana yang tidak terbatas, “kedermawanan”, sifat Indra, kepala para dewa.
2. Kemampuan menekan semua kejahatan, sifat dewa maut, Yama.
3. Usaha membujuk dengan ramah dan tindakan – bijaksana, sifat dewa matahari, Surya.
4. Kasih sayang, sifat Batara Candra.
5. Pandangan yang teliti dan pikiran yang mendalam, sifat dewa angin, Bayu.
6. Kedermawanan dalam memberi harta benda dan hiburan, sifat dewa harta, Kuwera.
7. Kecerdasan yang tajam dan cemerlang dalam menghadapi kesulitan macam apa pun, sifat dewa laut, Baruno.
8. Keberanian yang berkobar-kobar dan tekad yang bulat dalam melawan setiap musuh, sifat dewa api, Brama.
Kedelapan kebajikan ini merupakan nasihat raja gama kepada adiknya yang diserahi takhta Kerajaan Ngayogya sebagai wakilnya selama ia dalam pengiringan. Karena sangat penting, Astabrata ini secara lengkap disalin lagi dalam kitab Nitisastra atau kitab raja yang ditulis lebih belakangan (sekitar tahun 1612).
Kedelapan kebajikan di atas ternyata sama dengan kebajikan delapan dewa dalam pantheon Hindu. Kedelapan dewa adalah dewa yang dalam mitologi India dikenal sebagai Lokapala atau pengawal alam semesta. Empat yang pertama adalah dewa keempat mata angin utama (utara, selatan, timur, barat), dan empat lainnya adalah perluasan untuk arah-arah yang terletak di antara keempat arah mata angin tadi. Kedelapan dewa ini bersama-sama merupakan pelukisan sifat-sifat atau ciri ideal bagi seorang raja yang dikultuskan.
Pada masa Jawa Islam, identifikasi raja dengan dewa ini tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Inilah sebabnya Syekh Wali Lanang yang lebih dikenal dengan Syekh Siti Jenar dihukum mati. Menurut cerita, ia membuat kesalahan besar dengan mengungkapkan konsep mistik ini dalam khotbah-khotbahnya. Dalam pandangan Islam, raja hanyalah khalifah, yakni utusan Allah untuk melakukan misi kebaikan di dunia ini.
Akibatnya kedudukan raja-raja Jawa mengalami perubahan. Untuk memperkuat kedudukannya, seorang raja biasanya berusaha menghubungkan kekuasaannya dengan tokoh-tokoh agama yang sangat kuat pengaruhnya di kalangan masyarakat Jawa. Contohnya Hadiwijaya diangkat menjadi Sultan Pajang dan Panembahan Senopati menjadi Raja Mataram. Mereka terlebih dahulu menerima pengesahan dari Sunan Kalijogo. Gelar wali seperti “sunan” dan “susuhunan” yang digunakan oleh para raja Jawa merupakan usaha melegitimasikan kekuasaannya itu.
Pada waktu keluarga raja-raja Mataram saling berperang memperebutkan takhta kerajaan, penempatan kembali raja sebagai penguasa yang mempunyai sifat kedewaan hidup kembali, meskipun lebih diwarnai oleh keinginan-keinginan politik. Pangeran Puger, yang kelak naik takhta Kerajaan Mataram, merupakan pendakwah pertama tentang hal ini. Ia mendakwahkan kembali bahwa raja adalah wakil Tuhan. Keputusannya adalah pimpinan Tuhan. Kepemimpinannya adalah mutlak dan tidak boleh dibantah. Seseorang yang menentang akan ditimpa mala petaka.
Sejak pemerintahan Pangeran Puger inilah raja-raja Mataram menggunakan gelar-gelar yang lagi-lagi mencerminkan pengkultusan raja, seperti gelar “Paku Buwono” (yang menguatkan dunia), “Hamengkubuwono” (yang menegakkan dunia), “Paku Alam” (penguat alam). Pusat dunia kembali lagi pada raja, meskipun dalam bentuk dan isi yang berbeda. Dengan demikian, penghapusan identifikasi raja dengan dewa oleh Islam tidaklah mengurangi tuntutan pokok: kekuasaan raja yang menyeluruh dan mutlak atas rakyatnya.
Incoming search terms:
- pengertian sistem dewa raja kultus
- kultus dewa raja
- jelaskan secara singkat pengertian sistem dewa raja kultus
- pengertian kultus dewa raja
- sistem dewa raja kultus
- Pengertian sistem dewa raja cutus
- apa yang dimaksud dengan kultus dewa raja
- kultus dewa raja adalah
- Jelaskan secara singkat pengertian sistem dewa raja cutus
- pengertian dewa raja kultus