PENGERTIAN MELAWAN HUKUM
Menurut para sarjana pidana, dapat diartikan sebagai: bertentangan dengan hukum pada umumnya, bertentangan dengan hak seseorang, tanpa hak, atau bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Melawan hukum dapat dibagi atas melawan hukum secara formal dan melawan hukum secara material.
Me awan hukum secara formal dapat diartikan sebagai bertentangan dengan hukum yang tertulis. Dalam perumusan tindak pidana, secara tegas dinyatakan bahwa melawan hukum itu merupakan unsur perumusan tindak pidana. Hal tersebut adalah karena pembuat undang-undang merasa khawatir apabila melawan hukum tidak ainyatakan dengan tegas sebagai unsur dalam perumusan tindak pidana, orang yang berhak melakukan pun akan dapat dipidana pula. Contohnya, seorang polisi menahan seorang pelaku tindak pidana pencurian. KUHP pasal 333 ayat 1 menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian diancam dengan pidana penjara paling lama 8 bulan.” Berdasarkan pasal ini, polisi melakukan penahanan tersebut tidak secara melawan hukum.
Melawan hukum secara material dapat diartikan sebagai bertentangan dengan paham masyarakat atau hukum yang tidak tertulis. Suatu perbuatan dapat saja merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang tertulis tetapi tidak melawan hukum secara material, misalnya dokter yang menggugurkan kandungan untuk menyelamatkan si ibu. Walaupun menggugurkan kandungan dengan sengaja merupakan suatu tindak pidana, perbuatan dokter itu tidak merupakan perbuatan melawan hukum secara matenal. Tidak melawan hukum secara material merupakan dasar atau alasan penghapusan atau peniadaan pidana, karena itu dokter itu tidak dipidana. Sebaliknya, apabila perbuatan itu adalah perbuatan melawan hukum secara material tetapi belum diatur secara tegas dalam suatu peraturan pidana, pelakunya tidak dapat dipidana, karena hal ini tidak sesuai dengan asas legalitas, yaitu bahwa harus terdapat peraturan pidana terlebih dahulu agar suatu perbuatan dapat dipidana. Misalnya, seorang ayah melakukan sanggama dengan anak kandung perempuannya yang telah dewasa (in-cest). Hal ini belum diatur secara tegas dalam KUHP.