PENGERTIAN PANCATANTRA
Cerita dongeng atau legenda yang terdiri atas lima bagian karya sastra seorang brahmana Wisnusarman pada abad ke-5 untuk dipersembahkan bagi putra-putra raja dengan judul aslinya Hitopadesa. Pancatantra muncul dalam berbagai bahasa, baik di dunia Barat maupun dunia Timur, dan menjadi sumber cerita dongeng dan legenda yang serba mirip dan tersebar sangat luas.
Di India terdapat beberapa versi lain. Pada abad ke-6 versi India Barat Laut diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Raja Nausirvan. Kitab inilah yang terkenal di Timur Tengah dan pada tahun 750 diterjemahkan oleh Abdullah ibn al-Muqaffa menjadi Kalilah wa Dimnah. Terjemahan inilah yang tersebar ke seluruh dunia, termasuk daratan Eropa, misalnya di Inggris berjudul Pilpay’s Fables.
Dalam bahasa Indonesia terdapat empat versi Pancatantra, yakni Hikayat Kalila dan Damina yang telah ada paling tidak pada tahun 1736, Hikayat Panjatanderan karya Abdullah bin Abdulkadir Munshi pada tahun 1835, Dalang atau Segala Cerita Dongeng yang Telah Dikarangkan oleh Hakim Lokhman dan Bidpai yang dikerjakan oleh J.R.P.F. Gonggrijp pada tahun 1866, dan Hikayat Kalilah dan Dimnah berdasarkan versi Arab yang dikerjakan oleh Ismail Jamil sekitar tahun 1940 dan ditertibkan oleh Balai Pustaka. Versi-versi Indonesia tadi berasal dari versi Persia maupun Arab.
Inti cerita Pancatantra adalah kebingungan seorang raja yang menyaksikan putra-putranya hanya bermalas-malasan dan bersuka ria sehingga mereka bodoh. Sang raja memanggil para brahmana untuk mendidik mereka agar mau belajar dan kelak sanggup mewarisi takhtanya. Seorang brahmana akhirnya mengajukan diri untuk mendidik putra-putra raja tersebut. Ajaran brahmana tersebut dituangkan dalam bentuk cerita berbingkai yang setiap kali diputus ketika cerita men-capai klimaksnya. Para putra raja ini tertarik dan dengan tekun mengikuti ajaran sang brahmana.
Cerita berbingkai tersebut dibagi menjadi lima bagian (panca) dengan berbagai cerita sisipan. Lima hal yang diuraikan ialah (1) bahaya perselisihan antarkawan, yang dilukiskan dengan cerita persahabatan lembu dan singa yang dirusak oleh serigala sehingga kedua sahabat tersebut tewas. Dalam bagian ini diuraikan dasar-dasar politik negara, hubungan antara raja dan para menterinya; (2) kewajiban membantu kawan dalam kesusahan. Di sini diceritakan persahabatan sekelompok burung, tikus, rusa yang saling menolong membebaskan diri dari jerat para pemburu; (3) bahayanya mudah percaya musuh, berisi cerita perkelahian antara burung gagak dan burung hantu. Bagian ini penuh nasihat perang, tipu muslihat politik, dan keberanian; (4) bahaya ketamakan, berupa cerita tentang melepaskan perolehan karena bujukan kebohongan; (5) perlunya berpikir masak-masak sebelum bertindak. Cerita ini menggambarkan kesetiaan seekor cerpelai yang dibunuh tuannya karena moncongnya berdarah. Majikannya mengira si cerpelai telah menggigit anaknya, padahal cerpelai itu menggigit ular yang akan mencederai bayi majikan yang dijaganya. Bagian awal Pancatantra lebih banyak berisi uraian politik dan kenegaraan, sedang bagian akhir lebih banyak berisi nasihat moral kehidupan.
Incoming search terms:
- pancatantra