PENGERTIAN PATICCA-SAMUPPADA
PENGERTIAN PATICCA-SAMUPPADA – Konsepsi paling pokok dalam ajaran agama Budha. Konsepsi ini menunjukkan hadirnya keadaan saling tergantung pada segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Konsepsi ini bersama-sama konsepsi ketanpaintian (anatta) membentuk kondisi penting untuk memahami dan menyadari ajaran Budha sesungguhnya.
Dari sudut tertentu paticca-samuppada dapat dipandang sebagai hukum atau rumusan, karena menunjukkan keteraturan. Karena itu paticca-samuppada sering diterjemahkan sebagai hukum sebab-musabab saling bergantungan. Tetapi dari sudut lain paticca-samuppada juga dapat dipandang mampu menerangkan berbagai gejala, sehingga menyerupai suatu teori. Dalam pengertian itu istilah ini diterjemahkan sebagai teori kejadian bersyarat atau lebih umum sebagai teori sebab-akibat atau kausalitas.
Sebagai teori, kejadian bersyarat berlaku secara universal dan mencakup segala bidang, baik fisik maupun mental. Budha menyatakan itu melalui contoh yan’i memperlihatkan adanya kebersyaratan dan keterat an dalam berbagai gejala, misalnya gejala fisik anorganik, organik, perbuatan, batin, dan gejala- gejala yang berkaitan dengan Dhamma. Dalam konteks ini ada beberapa ciri paticca-samuppada yang membedakannya dari konsep hubungan sebab akibat lainnya, yaitu (1) ciri objektif menunjukkan bahwa paticca-samuppada adalah realitas sesungguhnya dan bukan suatu konsep yang diciptakan, baik oleh Budha Gotama atau siapa pun; (2) ciri yang menunjukkan bahwa untuk menghasilkan suatu akibat diperlukan sekumpulan kondisi atau syarat. Bila sekumpulan kondisi tertentu mensyaratkan sesuatu itu hadir, ia akan menghasilkan suatu akibat tertentu; (3) ciri yang berkaitan dengan ciri bersyarat yang menunjukkan bahwa paticca-samuppada bukan hubungan sebab- akibat yang bersifat pasti ataupun sembarang. Ciri ini pula yang membuat Budha dapat menyatakan ajarannya sebagai jalan tengah (majjhima patipada), karena menghindari dua ekstrem paham kekekalan dan paham kenihilan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, paticca-samuppada ^bedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) hubungan sebab-akibat berbagai gejala sering dipandang sebagai teori umum kejadian bersyarat; (2) hubungan sebab- akibat dalam kehidupan manusia dipandang sebagai teori khusus kejadian bersyarat. Teori khusus ini biasanya digambarkan melalui suatu roda tumimbal ahir (bhavacakka) yang terdiri atas 12 mata rantai toidana).
Rumusan paticca-samuppada secara lengkap berbunyi sebagai berikut. Ketika ini hadir, itu terjadi; dengan munculnya ini, itu muncul. Ketika ini tidak hadir, itu tidak terjadi; dengan musnahnya ini, itu musnah. Dikondisikan oleh ketidaktahuan, muncullah pembentuk karma; dikondisikan oleh pembentuk karma, muncullah kesadaran; dikondisikan oleh kesadaran, muncullah batin-jasmani; dikondisikan oleh batin-jasmani, muncullah pencerapan melalui enam pintu gerbang indria; dikondisikan oleh enam pintu gerbang indria, muncullah kesan; dikondisikan oleh kesan, muncullah perasaan; dikondisikan oleh perasaan muncullah keinginan; dikondisikan oleh keinginan, muncullah kemelekatan; dikondisikan oleh ke- melekatan, muncullah penjelmaan; dikondisikan oleh. penjelmaan, muncullah kelahiran; dikondisikan oleh kelahiran, muncullah ketuaan dan kematian, kesedihan dan kemeranaan, penderitaan, ketidaksukaan dan keputusasaan. Dengan cara ini muncullah tumpukan penderitaan.
Rumusan tersebut digunakan antara lain untuk menjelaskan proses tumimbal lahir (punnabhava). Dengan cara demikian dapat diketahui proses terbentuknya kelahiran baru dan cara untuk mengakhiri proses tumimbal lahir ini untuk selama- lamanya. Pentingnya pengertian tersebut bersumber pada paticca-samuppada merupakan salah satu sebab yang membuat Budha menyatakan “barang siapa memahami kejadian bersyarat, memahami Dhamma, dan barang siapa memahami Dharma, memahami kejadian bersyarat.”