PENGERTIAN PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN SENDIRI
Proses internalisasi. Konsep internalisasi secara sepintas lalu telah disinggung, berhubungan dengan kerangka teori tindakan Talcott Persons dan juga tercantum dalam bagan yang mengilustrasikan kerangka itu. Seperti apa yang kita lihat pada tempat-tempat tersebut, dengan proses internalisasi dimaksud, proses panjang sejak seorang individu dilahirkan menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya.
Manusia mempunyai bakat yang terkandung dalam gennya untuk mengembangkan berbagai perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi dalam individunya. Tetapi wujud dan pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh bebagai macam stimulasi yang berada dalam sekitar alam dan lingkungan sosial maupun budayanya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian seorang bayi kecil, yaitu pada saat dilahirkan keluar dari kandungan ibunya, adalah perasaan puas dan tidak puas.
Ketika berada di luar kandungan ibunya, di mana ia sekonyong-konyong berada, membawa pengalaman tidak puas yang pertama kepada si individu yang baru itu. Baru setelah ia dibungkus dengan selimut dan diberi kesempatan untuk menyusu, maka rasa tidak puas itu hilang, dan perasaan puas pun dialaminya. Kemudian, setiap kali ia terkena pengaruh lingkungan yang menyebabkan rasa tidak puas tadi, ia akan menangis, dan setiap kali juga selimut dan susu mendatangkan rasa puas. Secara sadar si bayi telah belajar untuk tidak hanya mengalami, tetapi juga mengetahui bagaimana cara mendatang-kan rasa puas, ialah dengan menangis.
Tiap hari dalam hidupnya, bertambahlah pengalamannya mengenai bermacam-macam perasaan simpati, cinta, dosa, malu, dan sebagaiiiya. Kecuali perasaan-perasaan tersebut, juga hidup untuk bergaul, untuk meniru, untuk tahu, untuk bakti, untuk keindahan, dipelajarinya melalui proses internalisasi menjadi milik kepribadian individu.
Proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
Kita dapat mengerti, apabila bermaksud mengalami serta mencoba mencapai pengertian tentang suatu kebudayaan, dapat belajar banyak dari jalannya proses sosialisasi baku yang lazim dialami oleh sebagian individu dalam kebudayaan bersangkutan. Itulah sebabnya proses sosialisasi merupakan suatu proses yang sudah sejak lama mendapat perhatian besar dari banyak ahli antropologi sosial.
Sebagai ilustrasi dari suatu proses sosialisasi, kita ungkapkan sebuah contoh dari pengalaman seorang bayi Indonesia dalam suatu keluarga golongan pengawai tinggi di kota. Proses sosialisasi dalam golongan sosial yang lain, atau dalam lingkungan sosial dari berbagai suku bangsa di Indonesia atau dalam lingkungan sosial bangsa-bangsa lain di dunia, dapat menunjukkian proses sosialisasi yang sangat berbeda dari apa yang secara singkat kita ikuti di atas. Misalnya, bayi yang diasuh dalam keluarga kaum buruh kota industri besar di Amerika Serikat, akan menghadapi individu lain dari bayi dalam contoh kita di atas. Tokoh ayah dalam keluarga kaum buruh di Amerika Serikat misalnya, tidak begitu penting dalam proses sosialisasi pertama dari bayi, karena ayah sudah berangkat ke pabrik pagi-pagi sebelum si bayi bangun, sedang siang ia tidak pulang untuk makan, dan bare kembali pada malam hari apabila bayi sudah tidur sehingga bayi tidak mengalami pengaruh kehadiran ayahnya.
Kalau sekarang keadaan kita balik dengan mengikuti secara teliti proses sosialisasi yang lazim dialami oleh para individu dalam suatu masyarakat, mungkin kita menemukan salah satu metode yang akan memberikan suatu pengertian yang luas tentang gejala dan masalah yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.
Sejak beberapa lama, beberapa orang sarjana antropologi budaya mencoba metode penelitian tersebut. Selama melakukan field work mereka mengumpulkan bahan mengenai:
1. Adat istiadat pengasuhan anak.
2. Tingkah laku seks yang lazim dilakukan dalam suatu masyarakat.
3. Riwayat hidup secara detil dari beberapa individu dalam suatu masyarakat.
Pengumpulan bahan mengenai adat istiadat pengasuhan anak, atau child training practices, sekarang telah banyak dilakukan oleh para sarjana antropologi. Adat istiadat pengasuhan anak itu antara lain, yaitu: cara memandikan dan membersihkan bayi, cara mempelajari disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara menggendong bayi dan anak-anak, mendisiplin anak, dan sebagainya.
Di Indonesia penelitian yang berpusat kepada masalah serupa itu pernah dilakukan oleh para sarjana antropologi seperti Margaret Mead. Dua buah karangan hasil penelitian itu seperti Growth and Culture yang ditulis bersama F.C. Mac Gregor (1951) dan Children and Ritual in Bali (1955).
Proses akulturasi. Proses ini dalam istilah Indonesianya “pembudayaan”. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah insti-tutionalization. Dalam proses itu, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikapnya dengan adat-adat, sistem, norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Sejak kecil proses akulturasi itu sudah dimulai dalam alam pikiran warga suatu masyarakat, mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Sesekali ia belajar dengan meniru saja ber-bagai macarn tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya “dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagiansebagian, dengan mendengar berbagai ()rang dalam lingkungan pergaulannya pada saat-saat yang berbeda-beda menyinggung atau memberikan norma tadi.
Para ahli antropologi kurang memperhatikan faktor de-viants ini dalam masyarakat dan kebudayaan yang menjadi objek penelitian mereka. Mereka hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat umum saja dalam suatu kebudayaan, ialah apa yang lazim dilakukan oleh sebagian besar dari manusia dalam kebudayaan itu, penyimpangan atau tidak menurut adat yang lazim, merupakan suatu faktor yang sangat penting, karena merupakan sumber dari berbagai kejadian di masyarakat.
Kebudayaan yang positif adalah perubahan kebudayaan atau culture change. Kejadian masyarakat yang negatif adalah misalnya, berbagai ketegangan di masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antar golongan, adanya penyakit jiwa, banyak peristiwa bunuh diri.