PENGERTIAN SOCIAL PLANNING (PERENCANAAN SOSIAL) ADALAH
Pembuatan kebijakan.
Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah Terdapat banyak interpretasi terhadap perencanaan pada umumnya, dan perencanaan sosial pada khususnya. Perencanaan bisa didefinisikan dengan cara berbeda-beda. Pendekatan yang diterima luas adalah dari H. J. Gans: Dalam pengertian umum, perencanaan adalah metode pembuatan keputusan yang mengusulkan atau mengidentifikasi tujuantujuan, menentukan cara atau program untuk mencapai, atau yang dianggap bisa mencapai, tujuan ini, dan hal itu dilakukan dengan aplikasi teknik-teknik analitik untuk menemukan kesesuaian antara tujuan dan cara dan konsekuensi dari pengimplementasian tujuan dan cara alternatif (Gans, 1968, hlm. 129). Definisi ini cukup fleksibel untuk mengakomodasi berbagai level dap teknik perencanaan. Ia mencerminkan ide dasar perencanaan—intervensi yang dirancang secara rasional di dalam proses sosial adalah dimungkinkan. Rasionalitas ada di dalam perencanaan (lihat juga RATIONAL CHOICE THEORY). Dalam pendekatan teknokratis untuk perencanaan, rasionalitas dan kalkulasi amatlah penting. Pembuatan kebijakan dan perencanaan yang masuk akal berarti “mendesain sebuah sistem di mana masyarakat dapat secara rasional mempertimbangkan biaya dan manfaat dari alternatifnya …” (Owen dan Schultze, 1976, hlm. 10). Namun dalam perspektif sosiologis rasionalitas perencanaan bergantung pada sifat dari sasaran dan masyarakat tempat rencana itu dijalankan. “Perencanaan adalah mengenai kekuasaan” (Dear, 2000, hlm. 119). Pembuatan keputusan di dalam soal-soal kemasyarakatan adalah sebuah proses politik di mana nilai-nilai dan kepentingan partisipan yang sering berkonflik memainkan peran yang dominan dan kadang terbuka.
Realisasi rencana.
Realisasi rencana juga merupakan proses sosial yang jarang bisa dikendalikan oleh niat perencana. Beragam aktor sosial dengan level niat yang berbeda ikut serta dalam proses ini. Divergensi antara rencana dan hasil akan tergantung pada sejumlah faktor. Beberapa yang terpenting adalah, menurut Sztompka (1981) kompleksitas sistem sasaran; kontradiksi internal dan konflik antar komponen-komponen sistem target; dampak kekuatan luar (seperti alam); atau sifat stochastic dari huhungan intrasistemik di dalam masyarakat. jadi tindakan tak terencana dan konsekuensi tak terduga pasti akan terjadi. Tetapi hasilnya pada akhirnya akan tergantung pada kekuatan relatif dari aktor. Kekuatan kelompok yang lebih kuat bukan hanya memengaruhi keputusan tetapi juga implementasinya. Sejarah perencanaan di dalam masyarakat pasar dan di (bekas) masyarakat sosialis membentuk dua kisah berbeda. Di masyarakat pasar perencanaan adalah instrumen untuk mengoreksi kekurangan dan kegagalan pasar, untuk mengintervensi pasar dengan beberapa cara. Di sosialisme perencanaan berarti mengganti pasar dengan kehendak politik. Dalam sistem sosialis, rencana level makro dikembangkan oleh organ sentral yang dominan (lihat juga NATIONAL ECONOMIC PLANNING). Rencana yang dibuat dari bawah, atau inisiatif dari bawah, tidak pernah ada. Sesuai dengan prinsip ideologis, pasar digantikan dengan perencanaan sentral. Rencana lima tahun pertama dimulai di Uni Soviet pada tahun 1928 dan setelah 1945 rencana tiga dan lima tahun menjadi ciri utama semua negara satelit. Perencanaan dimaksudkan untuk mengeliminasi operasi spontan pasar atau institusi, dan semua inisiatif dan rasionalitas di semua bidang kehidupan sosial diganti dengan “rasionalitas sentral.” Perencanaan terutama dipahami sebagai perencanaan ekonomi. Peran eksklusif dari perencanaan sentral dipertanyakan beberapa kali oleh para pembaru ekonomi sejak awal 1920-an. Ide-ide reformasi tentang “ekonomi pasar sosialis yang diregulasi” pernah sukses di sekitar tahun 1970-an. Kekakuan perencanaan sentral sedikit diperlonggar melalui elemen tawarmenawar antara perusahaan dan negara, dan melalui penggantian perintah langsung dengan cara-cara regulasi fiskal dan regulasi lainnya. Metode ini diikuti oleh negara-negara yang, seperti Hungaria dari 1968, telah menerima pasar. Dalam kenyataannya, di dalam kondisi politik tertentu, pasar masih menjadi pasar “yang distimulasi” dan tidak bisa memberikan hasil yang diharapkan. Sedangkan untuk dimensi sosial dari perencanaan, hanya indikator sosial kuantitatif yang dapat dimasukkan dalam rencana. Ada asumsi ideologis tentang kualitas masyarakat. Diasumsikan bahwa pembangunan ekonomi akan secara otomatis menghasilkan kemajuan sosial dan mewujudkan semua tujuan sosialis seperti peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan gaya dan kualitas hidup, pengurangan diferensiasi sosial antar-kelas dan kelompok, dan, terakhir, munculnya semua kondisi untuk menciptakan “manusia sosialis.” Kediktatoran politik yang didasarkan pada abolisi kepemilikan privat dapat memperkuat beberapa prinsip ideologis seperti pengurangan kesenjangan pendapatan dan kekayaan, ekonomi dengan full-employment, atau upah rendah yang dilengkapi dengan tunjangan sosial yang luas, yang semuanya berada di dalam pertumbuhan ekonomi. Asumsi mengenai realisasi otomatis tujuan sosialis ternyata salah. Setelah struktur sosial baru terkonsolidasi, kesenjangan mulai melebar dan menyebar. Tetapi penyebab dari kegagalan struktural atau politik dari proyek sosial ini adalah sistem politik itu sendiri. Hak-hak sipil, sosial, politik dan ekonomi dibatasi atau tidak ada di dalam sistem totalitarian. Partisipasi demokratik dan kontrol atas perencanaan tidak diperkenankan, dan karenanya perencanaan hanya merepresentasikan “kediktatoran atas kebutuhan.” Tiadanya demokrasi politik mendeligitimasi perencanaan dan hasil-hasilnya bahkan jika standar hidup atau komponennya meningkat secara objektif. Ambruknya sosialisme negara pada 198990 sebagian dapat dihubungkan dengan perencanaan sentral yang membahayakan rasionalitas ekonomi dan efisiensi prinsip demokrasi politik. Setelah ambruknya sistem ini salah satu reaksi terhadap praktik lama adalah semua bentuk perencanaan dilupakan (setidaknya untuk sementara).
Level administrasi. Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah
Di masyarakat pasar (kapitalis) perencanaan masyarakat muncul sebagai jawaban atas berbagai kegagalan pasar. Selama periode waktu yang cukup lama ia masih menjadi berorientasi pada program spesifik, seperti diilustrasikan oleh perencanaan kota, yang muncul di beberapa negara di akhir abad ke-19. Rencana level makro yang bertujuan luas—empat sampai lima tahun—muncul setelah krisis 1929 di beberapa masyarakat kapitalis, terutama yang nondemokratik, seperti Nazi Jerman pada 1933. Ada debat sengit pada saat itu mengenai kemungkinan perencanaan demokratik misalnya di Inggris, di mana aliran kiri (misalnya Barbara Wootton) mengusulkan solusi demokratik, sedangkan Hayek (1944) berpendapat bahwa perencanaan pasti bersifat totalitarian. Perencanaan yang lebih komprehensif berkembang setelah Perang Dunia II. Periode pasca perang pertama (1945-60) adalah salah satu masa rekonstruksi dan pembangunan kernbali masyarakat melalui intervensi negara secara masif, dan salah satu instrumennya adalah perencanaan. Badan perencanaan dibentuk di level administrasi atas, terutama untuk menangani isu-isu ekonomi dan penggunaan tanah. Di masa optimisme kolektif dan pertumbuhan ekonomi, perencanaan tampaknya menjadi salah satu cara sukses untuk rekonstruksi sosial. Antara 1960 dan 1980 konsep perencanaan dipengaruhi oleh banyak tren. Ilmu sains baru dan penyebaran teori sistem telah memengaruhi baik itu ilmu ekonomi maupun sosial. Dikatakan bahwa perencanaan dapat didasarkan pada metode “ilmiah” seperti model ekonometrika. Model ini terbatas hanya untuk isu ekonomi. Gerakan sosial yang bermunculan telah menempatkan perencanaan sosial dalam pengertian luas ke dalam agenda politik mereka. Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah Muncul gerakan kiri liberal yang mendukung pendekatan partisipatif “transaktif-kreatif” untuk perencanaan, dan gerakan kiri kritis dan radikal yang mendukung perbaikan masyarakat. Pemikiran radikal, dan Marxis, masih berada pada level abstrak dan tidak banyak berpengaruh terhadap praktik perencanaan (Dear, 2000). Sementara itu WH.- FARE STATE pelan-pelan terkonsolidasi, dan isu-isu komprehensif yang melebar melampaui isu ekonomi, perencaaan penggunaan tanah, dimasukkan pemikiran prospektif. Di banyak negara maju, perencanaan nasional pelan-pelan diperluas ke soal-soal kultural dan sosial. Dalam kasus ini perencanaan sosial harus menghadapi proses pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan sosial. Intinya adalah menentukan prioritas sosial. Dengan kata lain, perencanaan sosial harus diarahkan pada “distribusi kekayaan dan pembentukan hubungan struktural” (Walker, 1984, hlm. 3). Meski bertujuan luas dan sering radikal, dan meski ada diskursus tentang perlunya perencanaan demokratis, perencanaan sosial masih birokratis, tersentralisasi dan tidak responsif terhadap kebutuhan dan tunduk pada perencanaan dan kebijakan ekonomi (Walker, 1984). Keyakinan pada rasionalitas dan kemungkinan keberhasilan rencana level makro telah melemah sejak dekade terakhir abad ke-20 di seluruh dunia. Alasannya kompleks. Penurunan dan kejatuhan ekonomi terpusat jelas amat berpengaruh. Juga ada “kegagalan negara” di dalam masyarakat kapitalis (Hall, 1981). J. C. Scott (1998) menghubungkan kegagalan ini dengan tindakan pemaksaan oleh negara, kesalahan dalam meyakini gagasan modernis, dan kelemahan masyarakat sipil. Munculnya neoliberalisme, ideologi pasar bebas sebagai solusi untuk semua problem, dan ideologi antirasional dari postmodernisme, semuanya telah melemahkan keyakinan terhadap kemungkinan intervensi rasional dalam soal-soal sosial pada umumnya, dan perencanaan sosial pada khususnya. Tetapi beberapa bentuk perencanaan sosial masih bertahan atau dihidupkan lagi. Secara teoretis semua aktor sosial mungkin membuat keputusan mengenai tindakan dan perilaku mereka di masa depan secara rasional. Jadi rumah tangga, perusahaan dan organisasi lain, komunitas lokal, lembaga negara dan lembaga internasional mungkin saja membuat rencana-rencana. Di sini kita tidak akan membahas perencanaan rumah tangga atau organisasi (perusahaan, organisasi publik atau pemerintah, dan sebagainya). Perencanaan sosial merupakan perencanaan yang diaplikasikan ke masyarakat atau ke soal-soal sosial. Akan tetapi, masyarakat mungkin dipahami dengan cara berbedabeda, dan pemahaman ini berubah-ubah sepanjang waktu. Perencanaan sosial mungkin mengacu pada sasaran level makro, meso atau makro. Ia mungkin mencakup perencanaan untuk seluruh sistem sosial atau mungkin berkaitan dengan perencanaan spesifik dari suatu proyek di dalam agen pelayanan sosial. Di level nasional, perencanaan sosial pernah digunakan secara ambisius untuk membentuk masyarakat. Karenanya ia kadang dinamakan societal planning: “Perencanaan sosietal adalah mengevaluasi tujuan-tujuan sosial dan mengembangkan secara luas jenis program untuk mencapai tujuan yang dipilih” (Gans, 1968a, hlm. 129). Perencanaan regional dan spasial di level subnasional mungkin berupa strategi untuk, misalnya, menurunkan kesenjangan regional, atau mungkin punya sasaran yang lebih praktis, seperti pengaturan penggunaan tanah. Unit terkecil dari perencanaan sosial yang kita bahas di sini adalah komunitas lokal. Konsep perencanaan sosial makin banyak dipakai dalam pengertian ini. Perencanaan pada level subnasional, perencanaan spasial atau regional, perencanaan kota atau urban, perencanaan komunitas, atau perencanaan proyek kesejahteran, merupakan bentuk-bentuk utama perencanaan sosial. Tipe perencanaan ini telah didiskusikan sejak akhir ’60-an, termasuk problem koordinasinya, kompetisi untuk mencari dana, dan mesin perencanaannya. Definisi terbaru memiliki elemen yang sama dengan pendekatan awal. Elemen yang relatif baru jika dibandingkan di era ’60-an adalah penekanannya pada perencanaan partisipatif dan interaktif. Informasi, dialog, keterlibatan warga negara atau penduduk di dalam perencanaan masa depan komunitas kini sering diintegrasikan dalam diskursus dan di praktik perencanaan di beberapa negara. Organisasi nonpemerintah dan jaringannya, dan terkadang kemitraan antarjaringan sipil dan politik semakin berperan penting dalam proses ini.
Tipe-tipe perencanaan. Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah
Ada cara-cara perencanaan ketat dan moderat, bentuk perencanaan yang lebih “imperatif” dan lebih “liberal” (Rostow, 1962, hlm. 22). Dalam praktik sosialisme negara, perencanaan dengan perintah langsung mendominasi dalam jangka waktu lama. Input, output dan semua kondisi aktivitas dari semua unit ditetapkan oleh pusat. Sejak sekitar 1970-an muncul perencanaan tak langsung. Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah Targetnya masih ditetapkan oleh pusat, namun perintah langsungnya diganti dengan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk membentuk perilaku perusahaan. Dalam masyarakat kapitalis demokratis sering dibedakan antara perencanaan imperatif dan perencanaan indikatif. Perencanaan imperatif berarti penataan administratif dan beberapa bentuk koersif. Tipe dirigism ini makin tak bisa diterima. Mungkin satu-satunya perkecualian adalah pemanfaatan tanah dan isu terkait di negara dengan komitmen kuat bukan hanya pada kepentingan privat tetapi juga kepentingan publik. Perencanaan indikatif selalu berarti “sasaran luas dan kebijakan yang ditetapkan secara longgar, yang diharapkan bergerak ke arah sasaran yang dituju” (Kahn, 1969, him. 44). Sejak dekade terakhir abad ke-20 ini menjadi satu-satunya bentuk perencanaan level makro yang diterima. Konsep kuncinya adalah riset, analisis dan tindak lanjut situasi ekonomi dan sosial; persiapan skenario, prognosa, perkiraan atau dugaan; klarifi.kasi perspektif dan kerangka kemungkinan perkembangan. Fenomena baru adalah munculnya perencanaan privat di samping perencanaan publik (Dear, 2000). Rencana umumnya dibuat oleh agen publik: rencana dibiayai oleh uang publik, dan dimaksudkan demi kebaikan publik, bukan demi kepentingan privat. Privatisasi perencanaan pertama kali tampak dalam perencanaan urban dan regional. Personelnya makin banyak dari sektor privat, dan makin banyak pelayanan jasa perencanaan yang baik dan dipasarkan dengan bagus dalam skala luas. Praktik ini mungkin akan terus menyebar. Privatisasi perencanaan makin menyulitkan perencanaan interaktif dan partisipatif dan penyesuaian berbagai kepentingan. Tahapan perencanaan bisa didefinisikan sebagai penyusunan kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan (Rein, 1968). Sejak awal 1970-an manajemen dan evaluasi proyek telah menarik banyak perhatian dan dana. Tren ini adalah akibat dad manajerialisme, yang menitikberatkan pada efisiensi finansial dan prosedu.r formal yang tepat. Salah satu tekniknya adalah sistem perencanaan-pemrograman-penganggaran (sppp), yang menjalankan penentuan tujuan dan evaluasi secara bersamaan (Kahn, 1969, him. 43). Studi evaluasi menjadi cabang riset sosial. Muncul banyak buku pegangan tentang “Prin.sip, Metode dan Strategi yang Berguna dalam Perencanaan, Desain, Implementasi dan Evaluasi” berbagai bidang kebijakan publik. Sejak akhir 1970-an analisis biaya-manfaat, sebuah metode yang didasarkan pada logika WELFARE ECONOMIC semakin banyak dipakai dalam menentukan proyek sosial dan menilai basil-basilnya. Ada debat sengit mengenai definisi dan pengukuran biaya dan manfaat. Kesulitannya adalah bahwa metode ini dimaksudkan untuk hal-hal yang mudah dikuantifikasikan dan mudah didapat. Sementara itu biaya dan manfaat substantif tidak mudah diukur atau didapat. Karenanya kemudian dikembangkan metode evaluasi kualitatif, namun jarang yang bisa mengevaluasi perkembangan level makro. Semua teknik tersebut, yang merupakan area studi clan instrumen baru (manajerialisme, studi evaluasi, analisis biaya-manfaat) tampaknya berguna dalam kasus proyek parsial yang terbatas. Mereka kuranp, cocok Ilntlil< program level makro yang komprehensif karma berisiko mengabaikan kompleksitas isu substantif. Pengertian social planning (perencanaan sosial) adalah Harus selalu diingat bahwa teknik, sec:anggili pun, tidak bisa memecahkan problem konflik nilai politik dan kepentingan yang berbeda-beda. Sementara itu, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi semakin berperan penning bagi perencanaan. Jika akses komputer dan penyebaran literasikomputer makin luas, teknologi ini, setidaknya dalam teori, menawarkan sarana baru untuk demokratisasi perencanaan di semua level. Saat ini ada tiga bentuk perencanaan sosial yang tampaknya masih bertahan. Di banyak negara maju masih ada unit-unit di level pemerintahan yang secara tegas dinamakan badan perencanaan. (Kedudukan tertinggi mungkin adalah Commisariat du Plan di Perancis yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri.) Agen-agen ini telah banyak kehilangan kekuatan administratifnya. Mereka tidak terlibat dalam perencanaan dalam pengertian tradisional seperti menentukan tujuan dan mengatur implementasinya, namun mereka terlibat dalam analisis, riset, prognosis atau peramalan dan terkadang menentukan prioritas dan merumuskan rekomendasi kebijakan. Bentuk perencanaan kedua adalah perencanaan spasial atau perkotaan yang masih merupakan kombinasi dari perencanaan indikatif dan imperatif.