PENGERTIAN TEORI KEPUTUSASAAN (HOPELESSNESS THEORY)

By On Thursday, August 22nd, 2019 Categories : Bikers Pintar

PENGERTIAN TEORI KEPUTUSASAAN (HOPELESSNESS THEORY) – Versi terbaru teori ini (Abramson, Metalsky, & Alloy, 1989) telah sangat berubah dari formulasi aslinya. Beberapa bentuk depresi :depresi karena keputusasaan) dewasa ini dianggap disebabkan oleh kondisi putus asa, suatu ekspektasi bahwa hasil yang diinginkan tidak akan terjadi atau yang tidak dijnginkan akan terjadi dan bahwa orang yang bersangkutan tidak dapat memberikan respons untuk mengubah situasi tersebut. (Bagian terakhir dalam definisi heputusasaan, tentu saja merujuk pada ketidakberdayaan, yang merupakan konsep sentral versi terdahulu teori ini). Seperti halnya dalam reformulasi atribusional, peristiwa negatif dalam hidup (stresor) dianggap berinteraksi dengan diathesis dan menimbulkan kondisi keputusasaan. Salah satu diathesis adalah pola atribusional yang telah dijelaskan sebelumnya-mengatribusikan berbagai peristiwa negatif pada faktor-faktor yang stabil dan global. Meskipun demikian, teori keputusasaan dewasa ini mempertimbangkan kemungkinan adanya diathesis lain—harga diri yang rendah’ dan kecenderungan untuk menyimpulkan bahwa peristiwa negatif dalam hidup akan menyebabkan konsekuensi negatif yang berat.
Metalsky dan para koleganya (1993) melakukan pengujian pertama teori keputusasaan dalam suatu studi yang sama dengan studinya yang terdahulu. Dua hal baru adalah pengukuran langsung keputusasaan dan diathesis yang baru diajukan, yaitu harga diri yang rendah. Sebagaimana dalam studi terdahulu, mengatribusikan ailai ujian yang rendah pada faktor-faktor global dan stabil memicu mood depresi yang lebih menetap. Pola ini hanya ditemukan pada para mahasiswa yang harga dirinya rendah dan dimediasi oleh meningkatnya perasaan putus asa, yang dengan demikian mendukung teori ini. Suatu studi yang sama terhadap anak-anak yang duduk di kelas enam dan tujuh memberikan hasil yang hampir sama persis (Robinson, Garber, & Hillsman, 1995). Lewinsohn dan para koleganya (1994) juga menemukan bahwa gaya atribusional depresif dan harga diri yang rendah memprediksi terjadinya depresi pada masa remaja.

Studi Temple-Wisconsin Cognitive Vulnerability to Depression (CVD) dirancang untuk secara prospektif meneliti apakah para mahasiswa yang dihipotesis memiliki diathesis kognitif akan mengalami gangguan depresif mayor. Dalam studi CVD, kelompok berisiko tinggi dan rendah diklasifikasikan berdasarkan skor mereka pada pengukuran gaya atribusional dan sikap disfungsional. Kelompok berisiko tinggi memiliki skor pada 25 persen batas atas dalam distribusi kedua pengukuran tersebut sedangkan kelompok berisiko rendah memiliki skor pada 25 persen batas bawah dalam distribusi. Berbagai temuan dalam studi tersebut memberikan dukungan yang tentatif bagi teori keputusasaan: para mahasiswa dalam kelompok berisiko tinggi lebih mungkin mengalami gangguan depresif mayor dalam 2,5 tahun setelah studi tersebut dilakukan dibanding para mahasiswa yang berada dalam kelompok berisiko rendah (a.l., Alloy dkk., 1999). Meskipun demikian, sayangnya, Dysfunctional Attitudes Scale, alat ukur yang paling sering digunakan untuk menguji teori Beck, dan Attributional-Style Questionnaire, alat ukur yang digunakan untuk menguji teori ketidakberdayaan atau keputusasaan, digunakan untuk menentukan kelompok berisiko tinggi. Dengan demikian, kita tidak mengetahui apakah temuan tersebut mendukung teori keputusasaan, teori Beck, atau keduanya.

Kelebihan teori keputusasaan adalah teori ini dapat langsung menjawab masalah komorbiditas depresi dan gangguan anxietas. Penjelasan pola ini menjadi tantangan bagi banyak teori, karena teori-teori yang lain hanya terkait dengan satu diagnosis tunggal. Alloy dkk. (1990) menunjuk beberapa karakteristik penting mengenai komorbiditas tersebut. Pertama, kasus-kasus kecemasan tanpa depresi relatif umum, namun depresi tanpa kecemasan jarang terjadi (Kessler dkk., 1996). Kedua, berbagai studi longitudinal mengungkap bahwa berbagai diagnosis kecemasan menyeluruhnya mendahului depresi (a.l., Kessler dkk., 1997; Rohde, Lewinsohn, & Seeley, 1991). Berdasarkan banyak bukti terdahulu (a.l., Bowlby, 1980; Mandler, 1972), Alloy dan para koleganya berpendapat bahwa ekspektasi ketidakberdayaan menimbulkan kecemasan. Bila ekspektasi ketidakberdayaan menjadi kepastian, timbul suatu sindrom dengan elemen depresi dan kecemasan. Terahhir, jika kemungkinan yang dilihat mengenai terjadinya berbagai peristiwa negatif menjadi suatu kepastian, timbul keputusasaan. Berbagai dukungan lain bagi pemikiran ini terus bertambah dalam tahun-tahun terakhir.

Berbagai Isu dalam Teori Ketidalzberdayaan/Keputusasaan. Meskipun teori ini menjanjikan, terdapat beberapa masalah yang patut dicatat.

  1. Tipe depresi apa yang dijadikan sebagai model? Dalam tulisan aslinya Seligman mencoba menyebutkan kesamaan antara learned helplessness dan apa yang biasa disebut depresi reaktif, yaitu depresi yang diperkirakan disebabkan oleh berbagai peristiwa hidup yang penuh stres. Namun, penelitian yang ada saat ini tidak mendukung validitas depresi tipe reaktif. Abramson dkk. (1989) yang sekarang berbicara tentang depresi karena keputusasaan, merujuk pada asumsi penyebab depresi dan serangkaian simtom yang tidak sesuai dengan kriteria DSM. Hanya penelitian pada masa mendatang yang akan menunjukkan apakah teori-teor. tersebut lebih dari sekadar pernyataan yang berputar-putar (depresi karena keputusasaan disebabkan oleh keputusasaan).
  2. Apakah populasi mahasiswa memberikan analogi yang baik? Meskipun beberapa penelitian mengenai teori ini dilakukan terhadap populasi klinis atau berupaya memprediksi onset dari depresi klinis, banyak studi terhadap para mahasiswa yang diseleksi berdasarkan skor pada Bech Depression Inventory (BDI) atau hanya mencoba memprediksi peningkatan skor BDI. Namun, alat ukur tersebut tidak dirancang untuk mendiagnosis depresi, melainkan hanya untuk mengukur tingkat keparahannya pada kelompok yang didiagnosis secara klinis. Bukti-bukti yang terkumpul menunjukkan bahwa menyeleksi subjek hanya berdasarkan kenaikan skor BDI tidak menghasilkan kelompok yang dapat berperan sebagai analogi yang baik bagi orang-orang yang menderita depresi klinis.
PENGERTIAN TEORI KEPUTUSASAAN (HOPELESSNESS THEORY) | ADP | 4.5