PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah meningkatkan status gizi masyarakat (GBHN, 1993). Untuk lebih meningkatkan status gizi masyarakat, pemerintah sejak awal telah menerbitkan Inpres No.14 tahun 1974, disusul dengan Inpres No. 20 tahun 1979, tentang perbaikan menu Makanan Rakyat dengan melioatkan program Lintas sektoral (Junadi, 1991).
Wadah kerja sama Lintas Sektoral dalam upaya perbaikan gizi ini adalah Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD) untuk tingkat Propinsi dan Kabupaten sedangkan tingkat kecamatan adalah kelompok Pelaksana Perbaikan Gizi Daerah (KP2GD) yang merupakan forum koordinasi, untuk meningkatkan keterpaduan dan keserasian program. Sektor yang terlibat dalam wadah koordinasi BPGD/KP2GD adalah sektor kesehatan. Tim Penggerak PKK. BKKBN, Dikbud, Agama, Pertanian/ Peternakan dan pihak Pemda (Depdagri Rl, 1993, Depkes RI., 1991).
Menurut Junadi (1992) untuk mencapai tujuan program usaha perbaikan gizi pada kegiatan Lintas Sektoral diperlukan perencanaan, penggerak pelaksana yang lebih efisien dan efektif, serta pengawasan, pengendalian dan penilaian. Hal ini penting guna menentukan alokasi dan pendayagunaan sumber daya untuk me-nentukan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan terhadap tujuan yang telah ditentukan serta memperkirakan adanya hambatan, maupun potensi-potensi yang ada untuk pelaksanaan program dalam usaha perbaikan gizi masyarakat.
Penelitian Gizi banyak terkait dengan proses perencanaan kesehatan. Falah (1991) mengadakan penelitian tentang Output Rencana Tahunan Program Perbaikan Gizi Dati II Propinsi Jawa Timur mengatakan bahwa komponen Proses yang terdiri dari variabel-varicibel Bimbingan Teknis, Koordinasi, Kewenangan, Keterlibatan Staf dan metoaa berhubungan erat dengan Output Usaha Program Perbaikan Gizi dan tidak tersedianya dana.
Demikian pula dengan komponen input berhubungan erat dan mempengaruhi komponen proses. Penelitian Saragih (1984) di Sumatera Utara tentang Kualitas usulan rencana tahunan yang merupakan Output menyimpulkan bahwa Pendidikan yang terkait dengan Pengalaman merupakan variabel Input yang tidak saja berhubungan bermakna terhadap komponen proses tetapi juga merupakan variabel yang dominan. Temuan Murdaniah (1986) tentang tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan para tenaga program sangat mendukung keberhasilan dari Output. Sutadipura (1987) meneliti tentang Pengelolaan Tenaga Pelaksana gizi yang berhubungan bermakna dengan Cakupan Usaha Perbaikan Gizi yang merupakan Output dari Proses perencanaan menemukan peranan Koordinasi sangat menonjol. Peneliti Surjaningsih (1986) di Daerah istimewa Aceh tentang Kualitas Usulan Rencana Tahunan menemukan komponen Input berhubungan bermakna terhadap proses Perencanaan dan Output.
Tim KP2GD tingkat Kecamatan dalam proses perencanaan untuk kegiatan usaha perbaikan gizi masyarakat memerlukan peranan komponen Input dari berbagai sektor yang terlibat terhadap komponen Proses. Sedangkan komponen Proses mempengaruhi Output, yang merupakan usaha perbaikan gizi.
Peneliti sendiri ingin mempelajari hubungan pelaksanaan kegiatan Lintas Sektoral Tim KP2GD terhadap Output usaha perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Bekasi yang memerlukan peranan komponen Input yang terdiri dari variabel-variabel Pendidikan, Pengalaman, Struktur Organisasi,
Pemahaman Antar sektor, Informasi dan Dana dari berbagai sektor yang berhubungan dengan komponen Proses. Sedangkan komponen Proses yang 4erdiri dari variabel-variabel Bimbingan Teknis, Koordinasi, Pendelegasian Wewenang, Keterlibatan Staf dan Metoda yang berhubungan dengan Output yaitu Cakupan gizi yang merupakan Usaha Perbaikan Gizi di Kabupaten Bekasi.