TEKNOLOGI JASA TRANSPORTASI UDARA DAN INDUSTRI PESAWAT UDARA
Industri barang dan jasa udara tidak terlepas dari sistem teknologi pesawat udara, yang di Indonesia dipelopori oleh PT Dirgantara Indonesia. Perusahaan ini tidak saja memproduksi pesawat terbang komersial, pesawat militer dan kelengkapannya, tetapi juga menyediakan jasa perawatan pesawat dan komponen pesawat.
PT Dirgantara Indonesia merupakan industri pesawat terbang pertama dan satu-satunya di wilayah Asia Tenggara. PT Dirgantara Indonesia didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio. Kemudian pada 11 Oktober 1985 perusahaan tersebut diganti dengan nama yang sedikit berbeda, yaitu Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Setelah direstrukturisasi, IPTN pada 24 Agustus 2000 diganti lagi dengan nama PT Dirgantara Indonesia.
Dirgantara Indonesia tidak hanya memroduksi berbagai pesawat terbang, helikopter, dan senjata, tetapi juga menyediakan pelatihan jasa pemeliharaan mesin pesawat. Dirgantara Indonesia juga menjadi subkontraktor untuk industriindustri pesawat terbang besar di dunia seperti Boeing, General Dynamic, dan Fokker. Dirgantara Indonesia pernah memiliki 16.000 karyawan, tetapi karena mengalami krisis ekonomi banyak karyawan yang diberhentikan sehingga tinggal sekitar 4.000 karyawan.
Pada awal hingga pertengahan tahun 2000-an Dirgantara Indonesia mulai menunjukkan kebangkitannya kembali. Perusahaan ini mendapat banyak pesanan dari luar negeri antara lain Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, dan Filipina. Perusahaan ini semula dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2007, karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan pensiun serta jaminan hari tua kepada mantan karyawannya. Akan tetapi, pada 24 Oktober 2007 keputusan pailit tersebut dibatalkan.
Sebelum dibentuk PT Dirgantara Indonesia, sebenarnya sudah ada institusi yang bernama Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP), yang diresmikan pada 16 Desember 1961. Lembaga ini dibentuk oleh KASAU untuk mempersiapkan industri penerbangan yang aapat mendukung kegiatan penerbangan nasional Indonesia. LAPIP pada 1961 menandatangani perjanjian kerja sama dengan CEKOP (industri pesawat terbang Polandia) untuk membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Kontrak dengan CEKOP adalah membangun gedung untuk fasilitas manufaktur pesawat terbang, pelatihan sumber daya manusia, dan memroduksi pesawat jenis PZL-104 Wilga yang dikenal dengan nama ‘Gelatik’. LAPIP memroduksi 44 pesawat .Gelatik untuk kepentingan pertanian, transpor ringan, dan aero-club.
Empat tahun kemudian, yaitu pada 1965 didirikan Komando Pelaksana Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) dan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari melalui Dekrit Presiden. Setelah Nurtanio meninggal pada 1966, pemerintah menggabungkan KOPELAPIP dan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) untuk menghormati kepeloporan almarhum Nurtanio. Pada 1976 B.J. Habibie mengubah Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) menjadi Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang dikemudian hari sempat tercatat sebagai industri pesawat terbang termaju di negara berkembang.
Beberapa produksi pesawat terbang Indonesia antara lain Pesawat Sayap Tetap, yaitu Rancangan pesawat N-2130 (yang tak selesai karena krisis finansial 1997), N-250, NC-212, CN-235, N-219 (sedang dirancang dan direncanakan ter-bang pada 2010), ‘Sikumbang’ (Gambar 8.61) produksi masa Nurtanio, ‘Belalang’ produksi masa Nurtanio, ‘Kunang’ produksi masa Nurtanio, dan ‘Gelatik’ (produksi masa LAPIP dengan lisensi dari CEKOP Polandia). Selain itu, diproduksi pula jenis helikopter, yaitu NBO 105 (dipergunakan secara luas di Indonesia, dengan lisensi dari MBB Jerman), NBK 117, NBell 412 (lisensi dari Bell Helicopter, USA), NAS 330 Puma (lisensi dari Aerospatiale, Prancis) dan NAS 332 Super Puma (pengembangan dari Puma, lisensi dari Aerospatiale, Prancis) (Gambar 8.62). Produksi lainnya adalah Torpedo SUT.