TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI KOGNITIF MENURUT F. HEIDER

By On Friday, May 1st, 2015 Categories : Bikers Pintar

Berkaitan dengan teori-teori tentang struktur dan perkembangan kognisi ini, yang sangat penting dalam membicarakan kepribadian dalam rangka psikologi sosial adalah teori atribusi (teori tentang proses informasi sosial). Seperti sudah dibahas dalam bab terdahulu, F. Heider (1958) adalah salah satu tokoh utama dari kelompok teori atribusi ini. Ia mendasarkan teorinya pada akal sehat (common sense) dan mengemukakan bahwa dorongan manusia untuk mencari atribusi dari suatu gejala atau perilaku orang lain disebabkan karena dua motif yang sangat kuat pada manusia, yaitu (1) kebutuhan untuk mengerti keadaan lingkungan sekelilingnya, dan (2) kebutuhan untuk sampai batas tertentu dapat mengendalikan lingkungannya. Karena itu, setiap perilaku akan diberi salah satu dari dua kemungkinan atribusi, yaitu (1) internal dan (2) eksternal.

Misalnya, jika seorang anak sedang berjalan sendirian di lapangan, tiba-tiba kepalanya terkena (piring terbang mainan) dari belakang. Ketika anak itu menengok ke belakang, ternyata hanya ada satu anak di belakangnya, yaitu teman sekelasnya sendiri, yang sedang tertawa-tawa. Anak itu akan memberi atribusi internal kepada temannya sehingga reaksinya pun marah atau ingin membalas.

Akan tetapi, kalau anak yang di belakangnya itu tampak menyesal dan minta maaf atau banyak anak lain yang juga sedang bermain frisbeedan tidak ada yang tertawa-tawa sendiri, maka atribusi yang timbul pada anak yang terkena f itu adalah eksternal (tidak sengaja, karena angin, dan sebagainya).

Akan tetapi, sebelum seorang anak dapat memberikan atribusi terteniu, terlebih dahulu ia harus mempunyai kemampuankemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan ini menurut Secord & Peevers (1974) berkembang sesuai dengan perkembangan kepribadian. Yang pertama adalah harus ada kemampuan mengetahui bahwa orang atau individu dapat merupakan faktor penyebab dari suatu hal atau kejadian. Kedua, ada kemampuan untuk mengidentifikasi adanya niat atau  di balik perilaku individu. Ketiga orang harus mampu mengenali adanya konsistensi dari perilaku orang lain sehingga perilaku orang lain itu dapat diperkirakannya (dengan perkataan lain, dapat mengidentifikasi sifat-sifat orang lain yang stabil, tidak berubah-ubah).

Kun (1978) membuktikan bahwa kemampuan yang pertama sudah ada sejak anak berumur 3 tahun melalui eksperimennya sebagai berikut. Ia menunjukkan 3 gambar kepada sejumlah anak, (A) Scott menarik-narik ekor anjing, (B) anjing menggigit Scott, dan (C) Scott menangis. Pertanyaan: apakah yang menyebabkan (B)? (A) atau (C)? Jawaban yang diberikan oleh respondennya (termasuk yang berumur 3 tahun) adalah bahwa (A)yang menyebabkan (B). Kesimpuiannya, anak berusia 3 tahun sudah dapat membedakan perilaku yang menjadi sebab dan yang tidak menjadi sebab dari suatu peristiwa.

Akan tetapi, kemampuan untuk mengidentifikasi perilaku sebagai penyebab peristiwa ini belum cukup untuk membedakan perilaku yang disengaja atau karena faktor lain. Misalnya, sebelum berumur 5 atau 7 tahun seringkali anak masih oelum dapat merribedakan apakah seorang anak jatuh dari sepeda karena ingin bercanda atau memang karena kecelakaan (Miller & Aloise, 1939;

Shantz, 1983). Kemampuan untuk mengidentifiksi intensi tergantung dari kemampuan individu dalam 3 hal, yaitu

1) Mengidentifiksi keterpadanan (matching rule)

Tindakan yang membuahkan hasil yang diharapkan adalah tindakan yang disengaja. Misalnya, giat belajar agar naik kelas) (Shultz & Wells, 1985)

2) Memperkirakan jalan pintas mental (heuristics)

Kalau perilaku orang lain adalah atas kemauannya sendiri dan hasilnya sudah bisa diperkirakan, perilaku itu adalah sengaja. Misalnya, dalam jamuan makan orang ditawari makanan dari daging atau sayuran dan ia memilih sayuran agar tidak ber tambah gemuk) (Nelson-LeGall, 1985)

3) Mengidentifikasi satunya kata dan perbuatan pada orang lain. Niat yang sungguh-sungguh selalu didukung oleh perbuatan atau perilaku yang sesuai. Jika tidak niat itu (walaupun sudah diucapkan) bukan merupakan niat yang sesungguhnya (Rotenberg, Simourd & Moore, 1989).

Setelah perkembangan kepribadian mencapai tahap kemampuan mengidentifikasi niat atau intensi, prasyarat terakhir untuk mampu membuat atribusi adalah mengidentifikasi sifat-sifat yang menetap pada orang lain. Sebagaimana sudah dibahas dalam bab terdahulu, Kelley (1973) mengemukakan bahwa kemampuan ini tergantung pada kemampuan untuk mengenali (1) konsensus, (2) konsistensi, dan (3) distingsi

TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI KOGNITIF MENURUT F. HEIDER | ADP | 4.5