TIPS KIAT DALAM MELAKUKAN ALIANSI STRATEGIS
Banyak cara dan kiat yang dapat ditempuh agar aliansi strategis dapat berhasil. Setiap pengarang dan pakar manajemen memiliki anjuran yang berbeda-beda. Namun bagi pimpinan perusahaan yang sedang menjajagi untuk melakukan aliansi strategis, ada baiknya memperhatikan anjuran sebagai berikut:
1 Manfaat kekuatan yang unik dan khas.
Dalam membentuk aliansi bisnis, preusahaan dituntut mengeksploitasi kekuatan masing-masing semaksimal mungkin. Keunggulan tertentu di bidang kualitas, produk dan jasa, teknologi ketrampilan, dan kelebihan khusus perusahaan lainnya, perlu disinergikan dengan keunggulan dari perusahaan lainnya. Kekuatan yang sama-sama dimiliki oleh pesaing tidak akan berguna sebelum adanya aliansi, karena sebenarnya kekuatan itu dapat dicontoh, diambil alih, atau bahkan dibeii.
2. Temukan mitra usaha yang memiliki keunggulan yang unik.
Ibarat mencari pasangan dalam perkawinan, menemukan mitra usaha yang cocok memerlukan pertimbangan tersendiri. Namun hal ini harus dilandasi oleh prinsip sinergi terhadap kekuatan dan keunggulan mitra usaha yang khas. Di samping itu, pengalaman dari mitra usaha perlu pula mendapat perhatian. Dengan memadukan keunggulan yang dimiliki masingmasing perusahaan mitra yang cocok, akan tercipta keunggulan yang lebih besar.
3. Pelihara/lindungi kekuatan mitra usaha.
Memelihara dan melindungi kepentingan mitra usaha adalah kunci sukses aliansi strategis. Bila perusahaan yang melakukan aliansi bertujuan mengambil alih kekuatan perusahaan mitra lainnya, maka akan hilanglah kepercayaan terhadap perusahaan itu. Penyaiahgunaan kepercayaan mitra usaha adalah bibit perpecahan dari sebuah aliansi.
Sebagai contoh dapat dilihat keberhasilan aliansi antara 3M dengan Squibb. 3M memiliki keunggulan di bidang teknologi polimer suatu kekuatan yang tidak dapat ditiru Squibb-yang sebenarnya amat bermanfaat pula untuk pengembangan obat-obatan. Kolaborasi dengan Squibb yang sangat berpengalaman di bidang sistem distribusi obat-obatan, amat penting dan bermanfaat bagi 3M.
4. Bentuk aliansi berdasarkan kepada kemampuan.
Dasar pembentukan aliansi adalah memadukan pengembangan core competencies (kompetensi inti) yang sudah dikuasai dengan baik, sehingga menjadi best in the world. Banyak dijumpai penyebab kegagalan aliansi adalah kekhawatiran salah satu perusahaan mitra yang menyumbangkan kompetensi intinya, akan memperlemah daya saing usahanya.
Memperhatikan dan menerapkan beberapa anjuran tersebut belumlah cukup. Di samping anjuran-anjuran itu, perlu pula dihindari hal-hal sebagai berikut:
1. Jangan membentuk aliansi untuk menutupi kelemahan.
Banyak perusahaan melakukan aliansi agar dapat menutupi ke-lemahan yang dimilikinya. Alasannya, perusahaan yang memiliki kelemahan akan cenderung memiliki ketergantungan yang kuat dengan mitra usahanya yang lebih unggul. Dan pada gilirannya akan makin memperlemah kekuatan aliansi itu sendiri.
Contoh yang menarik dapat disimak dari aliansi dua raksasa pembuat mobil dunia, GM dan Toyota, yang mendirikan pabrik perakitan patungan dengan nama NUMMI di Fremont, California. GM melakukan aliansi ini untuk mengatasi ketidakmampuannya membuat sedan kompak yang relatif murah harganya namun berkualitas dan memperoleh pengetahuan sistem produksi Toyota. Sepuluh tahun kemudian, GM tetap tidak memperoleh pengetahuan itu dari Toyota.
2. Jangan mencari mitra yang ingin mengatasi kelemahannya.
Sejalan dengan prinsip pertama yang perlu dihindari, jangan mengajak mitra usaha ke dalam aliansi yang ingin menutupi kelemahan yang dimilikinya. Contoh yang paling umum dijumpai adalah bankbank yang mempunyai kredit bermasalah yang berusaha untuk mencari mitra sebagai jalan keluar dari kemelut yang dihadapinya.
3. Jangan memberikan lisensi bagi teknologi yang dimiliki.
Perusahaan yang memiliki tek-nologi yang melakukan aliansi harus waspada. Jangan membiarkan perusahaan mitra bekerja di bawah teknologi dan ketrampilan yang dikuasai. Serta perlu pula dipastikan bahwa kendali teknologi jangan sampai jatuh ke tangan perusahaan mitra dan juga jangan memberikan lisensi terhadap teknologi yang dimiliki tanpa alasan yang jelas.
Contoh berikut akan memberi-kan pelajaran yang berharga. Pada waktu dulu, Sony pernah membeli lisensi teknologi transistor dari Bell Laboratories seharga US$25,000. Akibatnya dua tahun kemudian tidak dijumpai perusahaan manufaktur radio di Amerika Serikat. Selain itu, Sony juga mengambil alih lisensi teknologi kaset video dari Arr.oex, perusahaan yang beberapa waktu kemudian terdepak dari persaingan bisnis video. Hikmah yang dapat diambil adalah jangan menjual lisensi, kecuali bila perusahaan dapat mengawasi penggunaannya dan mengukur untung-rugi dan dampaknya di kemudian hari.
Memasuki era pasar bebas dan globalisasi, setiap perusahaan yang tidak ingin dicap sebagai jago kandang serta ingin berkiprah
dan meraih gpeluang di pasar internasionaljperlu memikirkan kembali strategi bersaingnya. Pihak perusahaan tentunya menyadari bahwa bersaing di pasar global mensyaratkan empat hal pokok, yaitu : produk yang berkualitas, biaya operasi yang rendah, penyerahan produk yang tepat waktu, dan fleksibilitas yang tinggi dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan.
Semua sasaran ini tentunya memerlukan pengelolaan sumber daya yang seoptimal mungkin. Sebab, di samping sumber daya yang terbatas dan menghadapi berbagai kendala daiam upaya meningkatkan kegiatan usahanya. Keterbatasan sumber daya ini dapat mengganggu pencapaian keempat sasaran tadi. Oleh sebab itu, mencari mitra usaha dengan memadukan kekuatan masingmasing sudah merupakan keharusan bagi perusahaan yang bersaing di pasar global. Berangkat dari situasi seperti itu, setiap perusahaan mulai berpikir untuk melakukan aliansi strategis dengan berbagai mitra usahanya yang sesuai.
Dalam prakteknya, aliansi strategis dapat dilakukan melalui mekanisme yang berbeda sesuai dengan tingkat kepentingan dan sasaran yang ingin dicapai Mekanisme itu dapat mengambil bentuk yang informal berupa kontrak atau bentuk yang lebih formal dengan berpatungan di bidang usaha tertentu. Bila aliansi itu sudah makin melebar dan melibatkan berbagai kelompok perusahaan, maka terbentuklah aliansi jejaring yang cenderung menjadi sangat kompleks.
Aliansi strategis memiliki ciri dan dimensi tertentu serta efektifitasnya memerlukan berbagai persyaratan dan kriteria, yang dikenal dengan istilah 8 I. Di antara kedelapan kriteria itu, yang terpenting adalah integritas, yang menunjukkan kemampuan mitra usaha bersikap jujur, etis, dan menjaga kepercayaan yang diberikan selama aliansi berlangsung. Dalam perjalanan waktu, setiap mitra usaha dalam aliansi mengalami proses pembelajaran di berbagai tingkatan integrasi, sesuai dengan hirarki manajemen perusahaan.
Banyak contoh perusahaan yang telah berhasil memetik hasil dari sebuah aliansi strategis. Namun tidak sedikit pula perusahaan yang menemui kegagalan dalam beraliansi. Oleh sebab itu, berbagai anjuran dan pantangan yang disampaikan, perlu diperhatikan dan diwaspadai bersama. Keberhasilan mengelola aliansi bukan terletak semata-mata pada deal yang dibuat oleh mitra usaha tetapi terutama ditentukan oleh pemeliharaan hubungan usaha yang harmonis dan saling menguntungkan bagi semua pihak. Wajar kiranya apabila dikatakan bahwa aliansi strategis berorientasi ke masa depan, karena hasil keuntungannya tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat, tetapi dalam jangka panjang.